MADIUN, BANGSAONLINE.com - Anjloknya harga gula di pasaran membuat petani tebu di Kabupaten Madiun harus berpikir ulang untuk menanami lahan garapannya dengan tanaman tebu.
Seperti nasib yang dialami petani tebu mandiri asal Desa Dolopo, Sayekti yang memasukkan tebunya ke Pabrik Gula Dolopo yang tidak sebanding antara biaya operasional dengan keuntungan yang didapat.
BACA JUGA:
- Libur Panjang Maulid Nabi, KAI Daop 7 Catat Okupansi Penumpang KA Melonjak 122 Persen
- Tingkatkan Layanan, PT KAI Daop 7 Madiun Mulai Penataan Stasiun Kediri
- Demi Lingkungan Sehat, Pemdes Sirapan Madiun Bangun 50 Unit Jamban untuk Warga
- Pihaknya Diduga Terlambat Tangani Pasien, Begini Jawaban Dirut RSIA Al Hasanah Madiun
“Kita memasukan sendiri tebu ke PG Pagotan sebab kita diberi pinjaman untuk penggarapan, tapi harga tebu bagi kami sangat minim sekali. Sebab dari penggarapan sampai siap kirim ke pabrik tidak sesuai dengan biaya operasionalnya, mungkin kita akan ganti tanaman jika masih seperti ini,” urai Sayekti.
“Untuk gilingan 8 dan 9 belum bisa cair sedangkan yang 5, 6, 7 sudah bisa cair sedangkan kita masih memiliki gula di pabrik yang belum terjual hingga saat ini membuat saya merasa rugi," tambahnya.
Keluhan senada juga disampaikan Suryadi, petani tebu asal Desa Krandegan, Kecamatan Kebonsari. Akibat anjloknya harga gula kedua petani juga ada keengganan menanam tebu.
Suryadi menguraikan, dirinya mengalami kerugian yang lumayan besar. Selain hasil panen yang belum terbayar hingga selesai giling sejak bulan Juni lalu. Padahal sejak mulai proses giling dirinya mengambil pinjaman di bank yang dipakai untuk biaya tebang, biaya angkut dan lain-lainnya secara otomatis dirinya harus menanggung bunga di bank Rp 15 juta per bulannya.
Dirinya juga mengatakan bahwa hasil gula miliknya yang bernilai kurang lebih Rp 2 miliar belum terealisasi sampai sekarang.