SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Sejarah kereta api dan trem di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari Kota Semarang. Bangunan kantor dari alat transportasi ini menjadi landmark di Kota Semarang yaitu Lawang Sewu, bekas kantor dari NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschaj) perusahaan swasta kereta api dari Hindia Belanda.
Pihak NIS membangun kantor kereta api yang cukup megah di Kota Semarang bukan tanpa alasan. Pasalnya jalur rel kereta api pertama kali yang beroperasi di Indonesia yaitu jalur Semarang - Tanggung (Grobogan) dibangun oleh NIS. Sejak saat itu, operasi kereta api di Semarang semakin meningkat.
BACA JUGA:
- Menteri AHY Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik kepada Warga di Semarang
- Polisi Selidiki Pasangan Sejoli yang Diduga Mesum di Taman Semarang
- Jelang GIIAS Semarang 2023, Goodyear Indonesia Kenalkan Assurance MaxGuard
- Status Tarekat Shiddiqiyah Bakal Dibahas Muktamar XII JATMI di Pesantren Al Madani Semarang
Pada mulanya, stasiun-stasiun kereta api di Semarang dibangun untuk kepentingan pemerintah Belanda dalam akses ekspor komoditi utama Kota Semarang, yaitu gula.
Masih menjadi perdebatan mengenai stasiun pertama di Indonesia yang dibangun NIS. Di antaranya, Stasiun Kemijen, Stasiun Semarang Gudang, dan Stasiun Samarang. Namun bukti yang dirangkum dari berbagai sumber mengarah ke Stasiun Samarang sebagai stasiun pertama di Indonesia.
Stasiun Samarang dulunya melayani angkutan barang dan penumpang. Namun karena masalah banjir yang melanda kawasan ini pada awal abad 20, maka dibangunlah stasiun baru yaitu Stasiun Tawang yang berjarak sekitar satu kilometer untuk pelayanan angkutan penumpang.
Karena dirancang untuk memenuhi kebutuhan penumpang, arsitekturnya pun harus menyesuaikan. Bataviaasch Nieuwsblad (Harian Hindia Belanda yang berpusat di Batavia) terbitan 2 Juni 1914, melaporkan bahwa stasiun itu adalah stasiun terindah di Hindia Belanda. Sedangkan stasiun sebelumnya, Stasiun Samarang hanya melayani angkutan barang.
Stasiun Tawang, kini dikelola PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi IV Semarang. Secara kasat mata dari kejauhan bisa ditebak bahwa stasiun ini adalah bangunan bekas peninggalan Belanda. Jika mengamati bagian bangunan utama, terlihat 3 pintu yang menghadap ke arah tenggara, dengan 1 pintu utama di tengah. Pintu-pintu terdapat ornamen tempelan menyerupai batu bata di atas kusen pintu, yang menjadi salah satu ciri khas arsitektur bangunan kolonial.
Pada bangunan utama sisi kanan-kiri terdapat masing-masing jam dinding yang terletak di atas sisi bangunan. Bangunan utama ini juga terlihat berbeda jika dibandingkan dengan sayap kanan-kiri. Hal ini dikarenakan saat pembangunannya memang dipisahkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi penurunan tanah di salah satu bangunan, sehingga bangunan lain tidak terpengaruh.
Stasiun Tawang menjadi stasiun tertua di Semarang dan tetap eksis beroperasi hingga saat ini. Usianya sudah menginjak lebih 100 tahun, sejak peresmiannya pada tanggal 1 Juni 1914. Pada tahun 1992 stasiun ini terdaftar sebagai bangunan cagar budaya Kota Semarang.
Saat ini, musik Gambang Semarang versi piano yang mengalun tiap kedatangan kereta api menjadi keunikan sekaligus ciri khas stasiun ini. Di kala menunggu kereta, calon penumpang bisa mengunjungi beberapa outlet yang menjajakan makanan dan minuman di sayap kanan dan kiri stasiun. Disediakan pula tempat bermain anak di bangunan utama, dan tak ketinggalan photo booth yang kekinian diletakan di sayap kiri stasiun.
Stasiun ini menjadi urat nadi bagi warga yang mencari nafkah di sekitarnya. Saat keluar dari stasiun ditemui banyak yang menawarkan jasa angkutan, mulai dari becak, ojek, hingga taksi. Di pinggir polder tepat di depan stasiun ada beberapa warga yang menjajakan jasa pijat. Tak ketinggalan di pinggir jalan raya depan stasiun juga terdapat banyak warung makan.
Salah satunya warung soto yang kami temui. Pemiliknya, Sri (42) mengaku sudah cukup lama berjualan di depan stasiun tawang. “Kira-kira sudah 30 tahun saya di sini,” ujarnya.
Warungnya mengalami pelonjakan pengunjung di hari-hari tertentu. “biasanya ramai pas hari sabtu, minggu atau malam senin,” kata Sri.
Namun terkadang ada kalanya saat sepi pengunjung terutama jika banjir melanda kawasan stasiun. “Kalau hujan turun lebih dari 2 jam biasanya sering banjir,” ujar Sri.
Sri menuturkan ingatannya mengenai bangunan stasiun Tawang. “Sejak dulu ndak ada perubahan yang mencolok. Palingan cuma direnovasi dikit-dikit aja,” kata dia.
Suaminya, Sobirin (50) juga menuturkan ingatannya. “Dulu tahun delapan puluhan banyak acara di area stasiun kayak layar tancap. Saat itu polder depan stasiun masih berupa lapangan,” ujarnya.
Klik Berita Selanjutnya