Tafsir Al-Isra' 52: Beri Nama Anakmu Dengan Nama yang Baik

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

52. Yawma yad’uukum fatastajiibuuna bihamdihi watazhunnuuna in labitstum illaa qaliilaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Yaitu pada hari (ketika) Dia memanggil kamu, dan kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, (rasanya) hanya sebentar saja kamu berdiam (di dalam kubur).


TAFSIR AKTUAL:

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Ayat kaji ini bertutur soal hari kiamat, di mana umat manusia digiring dan dikumpulkan di padang mahsyar. Penggiringan itu ditandai dengan tiupan Sangkakala malaikat Israfil. Di situlah Tuhan menyeru mereka agar berkumpul, lalu mereka mamatuhi dan memuji kebesaran Allah. Semua mengakui bahwa Dia adalah Tuhan satu-satu-Nya, walau saat di dunia mereka mengingkari.

Setelah semua dibangkitkan, mereka diberi kesempatan tidur selama empat puluh tahun, lalu dibangunkan kembali dengan tiupan Sangkakala kedua. Wong kafir keberatan dan kecewa, lalu menyoal :"kok cuma sebentar" (watazhunnuuna in labitstum illaa qaliilaan). Duh, Siapa sih yang berisik ini sehingga mengganggu tidur kami. "Man ba'atsana min marqadina?". (Yasin:52).

Lalu, satu per satu di antara kita dipanggil sesuai nama masing-masing, lengkap dengan nama orang tuanya untuk dihisab dan diadili. Semua amal perbuatan dihitung dan dipertanggungjawabkan. Terkait pemanggilan ini, nabi Muhammad SAW menasehati, agar kita memberi nama anak dengan nama yang baik.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Memang, nama itu sekadar tanda. Bermakna atau tidak, fungsi tanda tetap efektif. Sah-sah saja memberi nama tanpa makna, hanya sekadar tren, keren, dan familiar diucapkan. Tapi akan lebih baik punya makna. Sebab, nama adalah doa. Dengan nama yang punya makna baik, terbayang kebaikan perilaku pemilik nama itu, sekaligus penyemangat.

Bagi umat Islam, nama tidak harus bahasa arab. Apalagi bila maknanya tidak bagus. Di negeri ini sering ada nama arab tapi artinya jelek. Seperti Muhammad Mutrafin. Muhammad-nya bagus, tapi Mutrafin? (penggede brengsek yang suka berfoya-foya). Ada nama, maunya bagus, tapi digaya-gayakan. Ada hotel bernama Qubra. Kira-kira, maunya Kubra (Royal). Tapi ditulis Qubra, artinya kuburan.

Nama Soeharto, harta yang baik. Soesilo, pekerti yang baik. Soekarno, pendengaran yang baik. Bejo, Waskito, Wicaksono, Joyo, Edi, dan lain-lain adalah nama-nama dalam bahasa Jawa dan bermakna bagus.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Nabi Muhammad SAW mengganti nama sahabat yang tidak bagus menjadi bagus menurut agama. Contoh paling populer adalah Abdu Syams (hamba dewa Matahari). Masuk islam, oleh Nabi diganti dengan Abdullah (hamba Allah). Karena sebagai orang pertama yang memeluk islam, maka berjuluk Abu Bakr. Karena keimanannya sangat toalitas, pokoknya percaya terhadap apa saja yang diajarkan nabi, maka diberi gelar al-Shiddiq. Jadinya, Abu Bakr al-Shiddiq.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO