Guru Tak Bisa Diganti Robot, ​Kini Jumlah Santri 4 Juta, Pesantren Capai 30 Ribu

Guru Tak Bisa Diganti Robot, ​Kini Jumlah Santri 4 Juta, Pesantren Capai 30 Ribu KH. Kikin Abdul Hakim (Gus Kikin), wakil pengasuh Pesantren Tebuireng memberi sambutan untuk bakti sosial dalam rangka "120 Tahun Pesantren Tebuireng" di Pesantren Teburieng Jombang, 23 hingga 25 Agustus 2019. foto: istimewa/ bangsaonline.com

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Kepala Balitbang Kemendikbud, Ir. Totok Suprayitno, mengatakan bahwa tantangan pendidikan yang dihadapi Indonesia ke depan sangat berat. Menurut dia, sekarang sudah memasuki era revolusi industri 4.0. Ini berarti, transisi cepat yang terjadi dari industri 3.0 menuju 4.0 menuntut pergerakan yang cepat pula.

“Revolusi dari industri 1.0 menuju 3.0 menunjukan waktu ratusan tahun. Sedangkan dari 3.0 menuju 4.0 hanya membutuhkan waktu 20-30 tahun saja. Itu menuntut kita untuk bergerak cepat,” kata Totok pada Seminar Nasional memperingati “120 Tahun ” di Gedung KHM Yusuf Hasyim Jombang Jawa Timur, Ahad (25/8/2019).

Pada industri 4.0, ungkap Totok, sudah banyak sekali tenaga kerja tergantikan oleh robot. “Dengan tenaga robot, produksi berjalan lebih produktif,” katanya.

Namun, kata dia, tidak semua tenaga kerja bisa digantikan robot. Karena robot tidak mempunyai hati, maka pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan hati tidak dapat tergantikan robot.

“Salah satunya adalah profesi guru,” katanya.

(Istighosah dalam rangkaian acara "120 Tahun " di makam Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari di Jombang Jawa Timur, Ahad malam (25/8/2019). foto: BANGSAONLINE.com)

Menurut dia, peran guru dalam pendidikan bukan hanya pengajar tapi juga penanam karakter. “ semacam itulah yang penting karena untuk mempersiapkan anak-anak yang sekarang masih dalam usia sekolah untuk menjadi pemimpin di masa depan,” tegas Totok.

Hanya saja para santri, menurut dia, perlu kreatif. “Yang perlu dikuasai oleh murid-murid kita di sekolah dan santri-santri di pesantren untuk mengambil peluang di masa adalah hal-hal kreatif, berpikir analitik, inovasi, aktif dalam belajar, desain, dan lain sebagainya,” katanya mengutip Future Job Survey yang diterbitkan oleh World Economic Forum.

Totok menyayangkan para guru yang banyak menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai standar. Padahal, kata dia, ciri soal UN itu dangkal. “Cirinya soal UN itu ya dangkal, jadi kalau guru menggunakan tipe soal UN yang dangkal itu untuk ulangan harian dan ujian lain, maka kemampuan siswa akan dangkal,” katanya.

Menurut dia, jika UN itu multiple choice yang hanya punya satu jawaban benar, maka guru harusnya membuatkan soal untuk para siswa, soal-soal yang membuat mereka berpikir dan tidak hanya punya satu jawaban benar saja.

Sementara Prof. H. Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, menyatakan pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan terbanyak dan termasif di Indonesia. Di dunia, kata dia, tidak ada negara selain Indonesia yang memiliki jumlah lembaga pendidikan Islam terbanyak dan termasif.

Menurut dia, madrasah di Indonesia kini mencapai angka 52.000. berjumlah 30.000, Perguruan Tinggi Islam berjumlah 796, dengan jumlah santri mencapai 4 juta dan 7 juta siswa-siswi TPQ.

“Karena itu, karakter keberagaman di Indonesia tergantung karakter schoolarship pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia,” katanya. Tantangan kita, tegas dia, bukan hanya memperkuat bidang kognitif. “Tantangan terbesar kita adalah pendidikan karakter, dan karakter memiliki distingsi ,” tambahnya.

Menurut dia, pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam saat ini merupakan salah satu rujukan pendidikan karakter. Sebab, salah satu distingsi pesantren adalah proses pendidikan yang bukan hanya transfer ilmu, melainkan melalui interaksi penuh yang terjalin selama di pesantren. “ tak lagi dibatasi oleh bangku sekolah, melainkan setiap saat ada pelajaran yang dapat diambil dari setiap figur yang ada di pesantren,” kata Kamaruddin Amin yang menggantikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Sementara Mohammad Zahri, Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia yang tampil pada hari kedua (24/8/2019) mengungkapkan bahwa pesantren merupakan salah satu pendidikan terbaik di Indonesia. Menurut dia, kiprah pesantren telah nyata. Faktanya, menghasilkan para ulama, tokoh nasional, bahkan presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat penting lainnya.

Ia mengapresiasi terhadap pendidikan model pesantren, khususnya pondok .

“Terlebih pondok pesantren dengan salah satu karya pendirinya, yaitu kitab ‘Adabul ‘Alim Wal Muta’alim’, karya KH.Hasyim Asy’ari yang sangat layak dijadikan referensi pendidikan modern saat ini,” kata Muhammad Zahri.

Pada hari kedua juga hadir Menristek Dikti Muhammad Nasir. Ia mengingatkan agar pendidikan yang ditanamkan pada siswa dibarengi dengan rasa nasionalisme. “Jadi dalam pendidikan itu supaya muncul rasa nasioalisme, harus saling bersinergi. Kalau orang religious, pasti nasionalis, begitu sebaliknya,” katanya.

Acara “120 Tahun ” ini dipungkasi dengan istitghotsah dan testimoni para santri Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. (tim)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO