Tafsir Al-Isra' 58: Pemerintah Kita "Takut" Dengan China?

Tafsir Al-Isra Ilustrasi. foto: cgtn.com

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag

58. wa-in min qaryatin illaa nahnu muhlikuuhaa qabla yawmi alqiyaamati aw mu’adzdzibuuhaa ‘adzaaban syadiidan kaana dzaalika fii alkitaabi masthuuraan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dan tidak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari Kiamat atau Kami siksa (penduduknya) dengan siksa yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).


TAFSIR AKTUAL

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Memang semua akan dibinasakan total sebelum hari kiamat datang. Begitu pernyataan ayat studi ini (58). Lalu, apa tidak kasihan orang beriman yang hidup di akhir zaman itu? Jawabnya, orang yang beriman diperlakukan baik oleh Allah SWT dengan diwafatkan terlebih dahulu seperti kematian pada umumnya. Setelah tidak ada lagi yang beriman, baru Tuhan turun menghajar nonmuslim dengan azab dan bencana.

Ayat ini menyiratkan adanya perilaku bijak dari Tuhan, bahwa pada akhirnya tetap ada beda antara sikap terhadap hamba-Nya yang beriman dengan yang tidak. Hal mana sebelumnya, Tuhan selalu memakai sifat "rahman", selalu menebar rahmat kepada semua titah, lintas apa-apa.

Sifat Tuhan ini seharusnya sedikit-sedikit dimiliki oleh penguasa, pemerintah kita, mengingat negeri ini berpenduduk mayoritas muslim. Lihat, bagaimana dunia telah ramai membicarakan nasib kaum muslimin etnis Uyghur di Xin Jiang China. Lebih dari sepuluh juta diperlakukan sangat diskriminatif, dari sisi agama, sosial, hingga ekonomi.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Mereka dimasukkan dalam kamp besar dan dijaga ketat oleh tentara bersenjata. Dipaksa murtad, harus mengingkari Allah, harus mengingkari nabi Muhammad, harus mengingkari al-Qur'an, dan seterusnya. Maunya harus patuh pada ajaran komunis. Jika menolak, maka siksaan makin bertambah berat.

Meskipun pemerintah China membantah dengan berbagai alasan, tapi kami lebih percaya pengakuan mereka di banyak media. Daerah Xin Jiang memang banyak muslimnya dan termasuk pusat grosir busana Islam, semacam sajadah, mukena, jilbab, jubah, dan piranti shalat lain. Dari daerah ini China bisa mengekspor barang-barang tersebut ke negara-negara arab dan lainnya dalam jumlah besar. Bahkan ke Tanah Abang Jakarta. Harganya lebih murah ketimbang produk Tasik maupun Bandung.

Penulis saksikan sendiri ketika masuk ke pasar pusat perbelanjaan di sana. Dari jauh terlihat dua menara tinggi menjulang dan bagus yang dipasang di bagian kanan dan kiri gerbang utama. Kami kira itu masjid, ternyata pasar. Kita tahu, menara macam itu tidak lazim ada di pasar. Tapi dari menara tersebut sudah menunjukkan betapa komitmen keislaman mereka. Juga dari barang-barang yang ditawarkan dan bludak sungguh terbaca betapa pesat pertubuhan ekonomi mereka. Tahun 2018 ini, jumlah jamaah haji dari China meningkat pesat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Tetapi penguasa negeri ini nada-nadanya kurang mewarisi sifat Tuhan yang ramah terhadap muslim. Sebaliknya, malah terkesan "memanjakan" nonmuslim. Tapi kalu dikata-katain demikian, pasti mencak-mencak. Atau takut kepada raksasa China yang komunis. Atau takut pada bos-bos besar China yang punya banyak aset dan jasa di pemerintahan sekarang. Lalu, jika mereka terusik, dikhawatirkan mengganggu elektabilitas calon pasangan presiden tertentu. Pemerhati politik beken pasti sudah membaca itu, tapi mereka memilih diam.

Kami berani bersumpah, sesungguhnya pemerintah kita sudah lama mengerti betapa etnis Uyghur ditindas. Cuma pura-pura buta. Bahkan sampai sekarang, demo sudah marak, shalat jamaah di depan kantor kedutaan China, para tokoh pada angkat bicara mendorong pemerintah mengambil langkah diplomatis yang tegas. Sampai artiket ini ditulis, pemerintah tetap membisu.

Bandingkan dengan Menteri Luar Negeri ketika mengatasi tragedi yang menimpa muslimin Rohingya. Kemenlu sangat bagus dan bertindak nyata, termasuk membangun rumah sakit dan mensubsidi kebutuhan lain. Ya, karena Rohingya Myanmar hanyalah negara kecil dan tidak punya pengaruh apa-apa terhadap negeri ini. Sedangkan Uighur adalah punyaan China yang tentu saja pemerintah masih pikir-pikir. Tapi kami yakin pemerintah pasti bertindak arif walau agak terpaksa dan terlambat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Juga perhatikan sikap pemerintah terhadap muslim dan nonmuslim yang dirasa melawan atau membuat kekacauan. Sedikit saja seorang muslim diduga teroris, seperti ditemukan dokumen, majalah, bendera, bom panci, senapan angin, sudah langsung digerebek dan diringkus. Ujung-ujungnya sekadar diduga teroris, masih diduga.

Tapi kalau pemberontakan, penembakan di Papua yang notabenenya nonmuslim, mereka nyata-nyata menewaskan puluhan orang dan sudah berkali-kali melawan pemerintah, maka tidak disebut teroris. Untuk nonmuslim ini dibuatkan nama khusus yang dulu-dulu tidak pernah ada, yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) demi menghindari istilah "teroris".

Bagus, memang sudah dikerahkan banyak pasukan ke sana, tapi belum ada hasil yang memuaskan. Sekedar menemukan mayat dan tidak menyelesaikan pemberontak. Jika begitu, maka patut diduga, bahwa tentara kita ini sesungguhnya belum menguasai medan negeri sendiri. Panglimanya masih sambatan soal sulitnya medan dan lain-lain. Atau karena mereka nonmuslim, lalu beda cara menanganinya. Mudah-mudahan tidak. Kami percaya kemampuan militer, percaya kebijakan pemerintah dan mudah-mudahan yang dipercaya benar-benar terpercaya.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO