VATIKAN CITY, BANGSAONLINE.com - Paus Fransiskus, pimpinan gereja Katolik tertinggi di dunia menyerukan agar gereja berubah untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya pastor yang menikah untuk ditugaskan di kawasan Amazon Brasil. Seruan itu disampaikan Paus dalam misa pembukaan Sidang Para Uskup di Vatikan hari Minggu (6/10/2019) lalu.
Seruan Paus itu mengejutkan banyak pihak. Maklum, praktik selibat (tidak menikah) di kalangan pastor sudah menjadi doktrin dan keyakinan berabad-abad para penganut Katolik. Namun pada sisi lain, selibat juga diduga menimbulkan kekerasan seksual di berbagai belahan bumi. Banyak pastor yang justru berzina, main perempuan, baik dengan pekerja seks, biarawati, bahkan menikah diam-diam hingga memiliki anak.
Setidaknya ini terbaca dari laporan Komisi Respons Institusi terhadap Pelecehan Seksual Anak Australia. Komisi itu menuliskan bahwa anak-anak menjadi korban pelecehan seksual di berbagai instansi di Australia, termasuk organisasi keagamaan. Dari para korban kekerasan seksual di instansi keagamaan yang diwawancarai komisi tersebut, 61,4 persen di antaranya mengatakan bahwa pelecehan itu terjadi di organisasi Katolik.
Seperti dilaporkan CNN Indonesia, salah satu temuan terbesar tersebut dilansir pada Februari 2017 lalu, yaitu fakta bahwa 7 persen persen pastor Gereja Katolik di Australia diduga melakukan pelecehan seksual di dalam institusi keagamaan.
Yang menarik, Komisi itu mengusulkan agar pihak gereja mau memodifikasi ajaran Katolik. "Ini harus mencakup pertimbangan apakah model kehidupan keagamaan dapat dimodifikasi untuk memfasilitasi bentuk lain dari asosiasi, jangka yang lebih pendek untuk komitmen selibat, dan/atau kehidupan selibat secara sukarela," bunyi salah salah satu rekomendasi tersebut.
Faktanya, banyak sekali korban kejahatan seksual para pastor itu justru anak-anak di bawah umur. Seperti dilansir AFP, Selasa (18/9/2019), salah satu korban kekerasan seksual pastor di Amerika Serikat bernama Joe Iacono. Ia menjadi korban skandal seks pastor yang ada di lingkungan tempat tinggalnya saat berusia 11 tahun.
Di India, seorang biarawati terang-terangan melaporkan seorang uskup setempat kepada polisi, yang disebutnya telah memperkosa dirinya sebanyak 13 kali selama dua tahun. Sang uskup telah ditangkap pada September 2018 setelah dinonaktifkan oleh Paus Fransiskus.
Kasus lainnya terjadi di Chile. Sejumlah biarawati menyampaikan langsung kepada publik melalui televisi nasional tentang kisah-kisah mereka dilecehkan secara seksual oleh para pastor. Ironisnya, pihak gereja sama sekali tak tergerak hatinya untuk menghentikan praktik asusila itu.
Belakangan para biarawati di berbagai negara mulai berani mengungkap kasus-kasus kekerasan seksual yang mereka alami -- khususnya karena gerakan antikekerasan seksual #MeToo. Kebanyakan kekerasan seksual dilakukan para pastor dan uskup di satu lingkungan gereja dengan mereka.
Seperti dilansir detik.com (7/2/2019), penyelidikan The Associated Press menunjukkan kasus kekerasan seksual pastor muncul di Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. Kasus serupa telah menjadi masalah global dan menyebar luas, yang menurut The Associated Press, turut dipicu oleh tradisi universal status kelas dua para biarawati di lingkungan Gereja Katolik dan kepatuhan mereka pada para pria yang menjadi atasan mereka.
Isu kekerasan seksual terhadap biarawati mencuat saat dunia dikejutkan oleh banyaknya skandal kejahatan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh para pastor dan uskup
Sayangnya, para korban enggan melapor karena takut tidak dipercaya. Sedangkan para pemimpin Gereja Katolik enggan mengakui kejahatan seksual yang dilakukan para pastor dan uskup mengabaikan sumpah selibat, karena tahu rahasia mereka akan aman.
Hasil kajian yang dilakukan mendiang biarawati Maura O'Donohue tahun 1994, salah satunya mengungkapkan ada sekitar 29 biarawati di satu lingkungan gereja yang hamil. Kajian itu dilakukan selama enam tahun di 23 negara di Afrika. Laporan O'Donohue menyebut para biarawati dianggap sebagai mitra seksual yang 'aman' bagi para pastor yang khawatir terinfeksi HIV jika mereka melakukan hubungan intim dengan para pekerja seks atau wanita lain di luar gereja.
Empat tahun kemudian, laporan lain yang disusun biarawati Marie McDonald menyebut tindak pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap para biarawati di Afrika oleh para pastor 'cukup umum' terjadi. Bahkan terkadang, sebut laporan McDonald, para biarawati sampai hamil dan dipaksa aborsi oleh para pastor.