GRESIK, BANGSAONLINE.com - Ada fakta menarik dalam sidang lanjutan perkara korupsi pemotongan jasa insentif pegawai BPPKAD Gresik dengan terdakwa Sekda Gresik, Andhy Hendro Wijaya yang digelar di PN Tipikor Surabaya, Jumat (31/1) malam kemarin.
Agenda sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan itu mendengarkan keterangan saksi. Tim Jaksa Pidsus Kejari Gresik yang terdiri Kasi Pidsus Dymas Adji Wibowo, Alifin N. Wandah, AA. Ngurah, dan Esti menghadirkan 10 saksi.
BACA JUGA:
- Sidang Kasus Korupsi Hibah UMKM Gresik: Jaksa Tuntut Farda 1,5 Tahun dan Ryan 1 Tahun Penjara
- Kasus Korupsi Diskoperindag Gresik: Siska dan Joko Belum Ditahan, Ryan Kembalikan Rp860 Juta
- Pansus 1 DPRD Gresik Tuntas Bahas Raperda SOTK Pemecahan BPPKAD
- Usai Penggeledahan KPK di Gresik, Beredar 21 Nama Tersangka Korupsi Hibah Pokmas DPRD Jatim
Mereka di antaranya, Mantan Kepala BPPKAD Yetty Sri Suparyanti, Mantan Sekretaris BPPKAD Agus Pramono, Mantan Plt Kepala BPPKAD M. Mukhtar. Juga para Kabid, di antaranya, mantan Kabid Perbendaharaan Anis Nurul Aini, Ahmad Haris Rahman, Herawan, Andriana, Nurika Handayani, Sekretaris Pribadi terdakwa Sekda Andhy Hendro Wijaya Lilis Setyowati, dan saksi Dewi Wulandari.
Kesepuluh saksi diperiksa bersamaan di depan Majelis Hakim. Dalam keterangan saksi, terungkap fakta bahwa potongan jasa insentif tidak hanya dinikmati oleh terdakwa Sekda. Akan tetapi juga dinikmati beberapa pejabat, termasuk para petinggi Pemkab Gresik.
JPU Alifin N. Wanda membeberkan hasil kloning di hardisk milik saksi Muhktar, disebutkan bahwa terdakwa Sekda pernah meminta uang potongan insentif pada saksi Muhktar sebesar Rp 30 juta.
"Ya benar, waktu itu terdakwa Sekda pernah meminta uang Rp 30 juta untuk keperluan biaya tiket kegiatan Bupati ke Bali, juga Wabup, dan Sekda Gresik yang waktu itu dijabat Kng. Djoko Sulistiohadi. Terdakwa Sekda perintahkan ke saya untuk segera menyiapkan dana Rp 30 juta dengan rincian untuk Bupati 10 juta, Wabup 10 juta, dan Sekda 10 juta, sehingga totalnya 30 juta," ujar M. Muhtar menjawab pertanyaan Jaksa.
Kesaksian Muktar tersebut juga dibenarkan oleh saksi Nurika yang waktu itu menjabat sebagai Bendahara. Hal ini juga diamini terdakwa Sekda.
Tidak hanya itu, tiap 3 bulan sekali ketika tunjangan insentif dicairkan, uang yang dipotong dari masing-masing pegawai hanya sebagian diperuntukkan untuk tenaga harian lepas (THL), satpam, dan petugas kebersihan. Sisanya, digunakan oleh ketubutuhan eksternal, yakni asisten I, II, dan III Sekda dan Kabag Hukum, Kasubag Hukum, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Ajudan Bupati, Ajudan Wabup, dan Ajudan Sekda.
Sementara saksi mantan Sekretaris BPPKAD Agus Pramono mengatakan, praktik pemotongan jasa insentif di BPPKAD sudah berlangsung lama. Yakni sejak Kepala BPPKAD dijabat oleh Yetty Sri Suparyanti.
"Waktu ada peralihan Kepala Badan dari Bu Yety ke terdakwa Andy Hendro Wijaya pernah dilakukan rapat antara Kabid, Kasubag, dan terdakwa Andhy di ruang kerja terdakwa. Rapat itu membahas tentang teknis pemotongan dari tunai ke non tunai," ungkap Agus Pramono.
Sementara dalam rapat bulan April 2018, Mukhtar dalam kesaksiannya mengatakan terdakwa (sekda) memerintahkan agar potongan ini terus dilakukan, akan tetapi teknisnya Mukhtar mengaku disuruh terdakwa mengatur dengan kata-kata. "Aturen cak yo opo enak e," ujar Mukhtar menirukan perkataan terdakwa sekda.
Setelah dana potongan itu terkumpul, saksi Mukhtar yang mengatur pendistribusiannya, baik untuk THL, satpam, maupun eksternal.