Kiai Asep, Kiai Besar Berpikiran Besar, Selamat Prof

Kiai Asep, Kiai Besar Berpikiran Besar, Selamat Prof Dahlan Iskan. foto: istimewa

Oleh: Dahlan Iskan

BANGSAONLINE.com - Inilah kiai besar bin kiai besar yang berpikiran besar: Prof. DR. KH Asep Saifuddin Chalim, MA. Saya beberapa kali bertemu beliau. Beliau tidak banyak bicara tapi seperti lebih banyak berpikir. Dan lebih banyak lagi berbuat nyata. Banyak sekali orang besar yang berpikir besar dan omong besar. Tapi kalau sudah diajak bicara detail terlihat ketidakpeduliannya. Ups... Bukan tidak peduli tapi tidak tahu. Atau tidak tahu dan tidak peduli.

(Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA saat menerima silaturahim Prof Dr Mahfud MD di kediamannya di Pondok Pesantren Jl Siwalankerto Surabaya. foto: M. Mas'ud Adnan/ bangsaonline.com) 

Tapi Kiai Asep tidak seperti itu. Beliau berpikir besar, melakukan hal-hal yang besar, namun juga memperhatikan yang kecil-kecil. Sampai detail. Itulah kunci sukses Kiai Asep. Di bidang pendidikan. Sukses dalam bentuk kualitas, kwantitas sampai ke stratanya. Pondok pesantrennya besar sekali. Luas sekali. Di daerah yang sangat cocok untuk pendidikan: Pacet. Dataran tinggi di pangkuan gunung Arjuno, Mojokerto.

(Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (paling kanan) saat menerima kunjungan Presiden RI Joko Widodo di lantai atas kediamannya di Pondok Pesantren Pacet Mojokerto Jawa Timur. foto: M Mas'ud Adnan/ bangsaonline.com)

Saya beberapa kali ke pesantren tersebut. Itu pesantren ketiga. Sudah ada dua pesantren sebelumnya. Yakni di Surabaya Utara dan Surabaya Selatan. Yang di Pacet ini luasnya 50 hektare. Lengkap: sampai perguruan tinggi. Yang mahasiswanya ada yang dari negara-negara mana. Suatu saat saya ke sana. Tanpa memberitahu siapa pun. Jam 3.30 pagi saya berangkat dari rumah saya di Surabaya. Saya ingin salat subuh berjamaah di masjid utama di komplek pesantren. Tepat sekali waktunya. Ups... Agak telat dua-tiga menit dari yang saya inginkan. Saya masih sempat ikut sebagai jamaah sejak rakaat pertama salat subuh. Tapi masjid sudah penuh sesak. Saya tinggal mendapat tempat di emperan masjid. Bersama beberapa santri di situ.

Habis salat saya tidak beranjak. Saya ingin ikut acara setelah subuh: pengajian kitab Ikhya Ulumiddin. Beberapa santri di sebelah saya membuka kitab yang lagi dibahas. Seorang santri menyerahkan kitabnya ke saya: tulisannya Arab gundul -- huruf Arab yang tidak disertai tanda baca. Setelah pembahasan berjalan setengah jam, saya berbisik kepada santri sebelah. Saya bertanya siapa yang lagi mengajar hari itu.

Posisi saya yang di emperan masjid tidak bisa melihat siapa yang lagi mengajar di depan sana. Sesekali saya melongok kan pandangan ke dalam masjid. Yang terlihat hanya lautan kepala para santri. Yang lagi menyimak pelajaran sepagi itu. "Yang mengajar itu Kiai Asep," ujar santri di sebelah saya itu. Saya pun manggut terkagum. Kok kiai besar di situ masih sempat mengajar. Turun tangan sendiri. Tidak mewakilkan kepada ustadz yang begitu banyak.

Dalam kasus seperti ini sang kiai bisa menyelami sendiri kondisi paling riel di pesantrennya. Ibarat pengusaha beliau itu sudah tingkat konglomerat. Tapi masih mau menjaga toko, masih bisa bertemu langsung para pembelinya. Itulah yang membuat Pesantren ini terkelola dengan baik. Kiainya tidak pernah tercabut dari akarnya. Bahkan masih terus menumbuhkan akar baru. Manajemen di pesantren ini berjalan begitu bagusnya.

Mungkin karena beliau tidak tergoda terjun langsung ke politik. Memang beliau menjadi salah satu kunci kemenangan telak Pak Jokowi di Jatim. Yang membuat Pak Jokowi terpilih kembali menjadi presiden Indonesia periode kedua. Tapi itu tidak membuat perhatiannya pada berkurang. Apalagi sampai mengabaikannya.

Maka ketika beliau akhirnya mendapat gelar guru besar (profesor) dari UINSA Surabaya, saya menilai itu sudah pada tempatnya. Selamat Pak Kiai. Ups... Selamat Prof. Semoga berkah.

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO