Pemimpin Non-Muslim dan Pengkhianatan sebagai Illat, Tanggapan untuk Dr Nadirsyah Hosen
Jumat, 14 Oktober 2016 21:09 WIB
Oleh: KH Afifuddin Muhajir
Kaidah ushul fiqh populer mengatakan:
BACA JUGA:
Politikus PDI Perjuangan Ungkap Alasan Ahok Layak Maju di Pilgub Sumut 2024
Viral Ahok Bilang Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja, PAN pun Bereaksi
Ketum PBNU Didesak Klarifikasi soal Konsesi Tambang dan Dukungan pada Prabowo-Gibran
Gus Nadir Sebut PBNU Makin Parah, Rais Aam-Ketum Terlibat Politik Kumpulkan PWNU-PCNU Dukung 02
الحكم يدور مع علٌته وجودا وعدما
Kaidah yg semakna dengan kaidah tersebut dengan redaksi yang berbeda mengatakan:
العلة تدور مع المعلول وجوداو وعدما
Maksudnya: hukum itu berputar mengikuti illat (kausa)nya; bila illat ada hukum ada, bila illat tidak ada hukum tidak ada.
Sedang ada dan tidak adanya illat dipengaruhi oleh perubahan situasi dan kondisi. Maka hukum bisa berubah dengan berubahnya situasi dn kondisi.
Dalam soal keharaman umat muslim memilih pemimin/pejabat non muslim, saya tidak keberatan dengan pendapat Prof Dr. Nadirsyah Hosen yang menjadikan pengkhianatan, bukan kekufuran sebagai illatnya.
Mengapa saya tidak keberatan? Karena dengan demikian saya bisa sedikit memahami fenomena tampilnya non-muslim sebagai gubernur atau jenderal di masa kekhalifahan Umawiyah dn Abbasiyah.