Tafsir Al-Isra’ 36: Al-Imam Dawud Al-Dzahiry | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra’ 36: Al-Imam Dawud Al-Dzahiry

Editor: Redaksi
Jumat, 19 April 2019 22:28 WIB

Ilustrasi

Bagi al-Dzahiry, ayat ini mengisyaratkan larangan menggunakan qiyas sebagai pijakan dalam menetapkan hukum. Jadi, hukum islam atau syari’ah itu ya terbatas pada apa yang sudah ditera oleh Syari’, al-qur’an atau al-Hadis saja. Yang tidak tertera, maka tidak termasuk dan tidak boleh dimasuk-masukkan, dianalogikan, disamakan, atau diqiyaskan. Walaa taqfu maa laysa laka bihi ‘ilm. Jangan sok tahu, berkomentar terhadap apa-apa yang anda tidak tahu. Bagi Dawud, qiyas itu sama halnya dengan mengada-ada atas hukum sesuatu yang memang oleh Allah sengaja tidak dibahas. Tujuannya untuk memberi kejembaran, keleluasaan bagi hamba-Nya.

Dawud adalah seorang ilmuwan besar, bukan bodoh, dan bukan tumpul otaknya, melainkan memilih pola pikir, bahwa hukum syari’ah itu harus berdasar nash, bukan hasil rekayasa akal seenaknya. Jadi, jika anjing (al-kalb) tidak disebut dalam ayat pengharaman mengomsumsi hewan, maka anjing hukumnya halal. Jika babi tidak disebut dalam kenajisan binatang, maka babi tidak najis. Tidak bisa disamakan dengan kenajisan anjing, karena anjing bukan babi, dan babi bukan anjing. Masing-masing punya hukum sendiri-sendiri yang sudah ditegaskan oleh al-Syari’.

Tentu saja pola pikir macam ini tidak diterima oleh ulama pengguna qiyas sebagai dasar hukum. Mereka berdalil beberapa ayat al-Qur’an yang nadanya perintah bernalar dan bercerdas-cerdas, termasuk di dalamnya berqiyas. Nalar qiyas dianggap lebih melebarkan hukum hingga luwes.

Jadinya, dengan pola qiyas, anjing itu haram dimakan karena diidentikkan dengan babi. Tapi dengan hanya melihat dhahir ayat, maka anjing itu halal dikonsumsi karena tidak disebut dalam ayat al-qur’an. Allah a’lam.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video