Mengungkap Politik Uang Pileg (3), Caleg Tokoh Agama pun Terjerambap Money Politics | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Mengungkap Politik Uang Pileg (3), Caleg Tokoh Agama pun Terjerambap Money Politics

Editor: Tim
Wartawan: Tim
Rabu, 15 Mei 2019 21:58 WIB

Ilustrasi. foto: bangsaonline.com

Bagi politikus machiavellian, realitas rakyat yang pragmatis ini justru “menyenangkan”. Apalagi bagi para politikus tak punya basis massa, tapi berkantong tebal. Ibarat perang, para politikus itu sudah tahu kelemahan rakyat dari wilayah mana harus diserang. Mereka tak perlu susah payah kampanye untuk meyakinkan rakyat dengan program dan integritas caleg karena rakyat di bawah bisa ditaklukkan dengan uang Rp 50.000,- atau Rp 100.000,-

Anehnya, rakyat yang pragmatis itu masih berharap hadirnya wakil rakyat yang bersih, tidak korupsi, dan peduli terhadap nasib mereka. Dalam beberapa dialog mereka bahkan mengecam para anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Mereka tidak sadar bahwa pragmatisme yang melanda rakyat di bawah saat pileg juga bagian dari korupsi yang masif.

Justru sikap pragmatisme rakyat di lapisan bawah itulah yang turut mempersubur korupsi para anggota DPR atau DPRD. Logikanya sederhana. Seorang anggota DPR atau DPRD Provinsi butuh suara paling sedikit 60.000 atau 80.000 suara atau bahkan 100.000 suara, baik sendirian maupun secara kolektif bersama suara partai dan caleg lain separtai. Nah, jika caleg butuh 60.000 suara saja maka kita kalikan Rp 100.000,- yang berarti Rp 6.000.000.000.

Berarti untuk jadi anggota DPR atau DPRD Provinsi butuh dana serangan fajar Rp 6.000.000.000. Ini belum termasuk dana sosialisasi, konsolidasi, operasional tim sukses, souvenir, amplop untuk orang-orang berpengaruh yang harus disowani, dan seterusnya.

Karena itu begitu dilantik semua anggota DPR, pasti langsung berpikir bagaimana segera mengembalikan uang miliaran rupiah yang telah dikeluarkan untuk membiayai pesta demokrasi – atau lebih tepatnya “pesta rakyat” - lima tahun sekali. Itu “manusiawi”. Karena para anggota DPR sadar, sangat mustahil bisa segera mengembalikan modal “pesta rakyat” hanya dengan cara mengandalkan gaji resmi bulanan yang jumlahnya tak akan mencukupi meski menjabat selama 5 tahun. Praktis mereka harus cari “kreasi” untuk segera melunasi atau menutup modal “pesta rakyat” itu dengan cara mempersentase fee program yang sejatinya hak rakyat. (bersambung)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video