Jokowi Sukses Robohkan PSSI, FIFA Tak Hukum Indonesia

Jokowi Sukses Robohkan PSSI, FIFA Tak Hukum Indonesia Dahlan Iskan

JAKARTA, BANGSAONLINE.comTernyata dianggap sebagai salah satu problem persepakbolaan Indonesia. Buktinya, baik Presiden SBY maupun Presiden jengkel dengan . Hanya saja yang sukses merobohkan adalah Presiden .

Tapi kenapa tak menghukum Indonesia dalam tragedi Kanjuruhan?

Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA, hari ini, Selasa 11 Oktober 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini:

AJAIB. tidak menghukum Indonesia. Ada yang bilang itu karena Pak hebat. Ada yang berpendapat ini karena tidak dianggap kerusuhan sepak bola. Ini murni masalah aparat keamanan.

Presiden memang menelepon presiden . Cepat sekali. Yakni hanya tiga hari setelah tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 suporter Arema FC.

Presiden kelihatannya memberikan banyak konsesi untuk perbaikan ke depan. Termasuk mengubah banyak stadion; agar sesuai dengan ketentuan organisasi induk sepak bola dunia itu. Juga berkomitmen untuk mengadopsi protokol pengamanan pertandingan yang ditetapkan . Menurut Presiden , bulan depan atau depannya lagi presiden akan datang sendiri ke Indonesia. Untuk bertemu pemerintah.

Pokoknya Indonesia aman dari sanksi. Hebat sekali.

Saya mencatat Presiden memang punya keinginan besar untuk memperbaiki sepak bola Indonesia. Sejak dulu. Di masa jabatan periode pertama, Presiden berhasil merobohkan lama. Presiden SBY pun, menurut catatan saya, juga jengkel dengan saat itu. Beliau juga turun tangan untuk mengganti . Agak berhasil. Kongres dilakukan. Tapi yang terpilih tidak seperti yang dikehendaki Presiden SBY. Otonomi –tidak boleh dicampuri pemerintah– membuat pemerintah saat itu merasa sulit ikut campur.

Di zaman Pak , berhasil dirobohkan. Caranya sangat canggih. Tanpa bisa dianggap mencampuri . Tapi ketika membangun kembali rupanya tidak juga bisa tuntas.

Maka kalau Presiden memberikan banyak komitmen kepada , itu bukan hanya karena agar tidak kena sanksi. Beliau memang punya keinginan sepak bola maju. Mungkin dengan berkomitmen pada itulah jalan untuk memaksa sepak bola Indonesia bisa maju.

Tentu melarang aparat keamanan menggunakan gas air mata di stadion. Tapi penonton yang meloncat pagar juga dilarang. Hanya, apa saja hukuman bagi peloncat pagar belum ada. Yang jelas bukan ditendang atau dipukul. Apalagi disemprot gas air mata.

Sebenarnya ada bentuk hukuman administratif: dilarang masuk stadion. Bisa setahun, dua tahun, dan bahkan bisa seumur hidup. Berarti yang loncat pagar di Kanjuruhan, di Sidoarjo, di Gelora Bung Tomo Surabaya dan di mana saja harus ditangkap: untuk ditanya identitasnya. Lalu diserahkan ke klub setempat. Nama itu tidak bisa lagi beli karcis/gelang masuk stadion.

Sepanjang pengetahuan saya di Surabaya, pembeli karcis Persebaya harus mengisi nomor KTP. Identitas itu masuk ke barcode yang ada di gelang. Kemajuan teknologi bisa dipakai menghukum secara administrasi para peloncat pagar.

Polisi juga tidak perlu menahan mereka. Atau menginterogasi mereka. Mereka itu bukan penjahat. Mereka itu nakal. Ada yang sekadar kenakalan remaja –meski banyak orang dewasa ingin dimasukkan kategori remaja.

Polisi terlalu repot kalau harus mengurus anak-anak nakal itu. Kalau harus ditahan hanya akan menghabiskan jatah makanan. Kalau harus diinterogasi dan dibuatkan BAP, hanya ngabisin kertas. Dan menguras emosi polisi.

Jadi kalau ada yang loncat pagar dilihat saja mau apa ia. Paling ia hanya lari-lari muter lapangan. Biar dilihat penonton. Mereka mau show: "Nih. Saya. Jagoan. Bisa masuk lapangan"! Lalu minta selfie dengan pemain. Selesai.

Setelah itu baru KTP diminta. Suruh ambil di kantor polisi. Datanya diserahkan ke klub. Agar dimasukkan daftar hitam pembelian karcis.

Kenakalan loncar pagar sih mudah ditangkap. Yang agak sulit mungkin menerapkan sanksi untuk ujaran kebencian. Terutama kebencian kepada wasit. Atau kebencian pada tim lawan atau suporter tamu.

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO