Terpisah, Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Imam Mubarok, menjelaskan HAKI yang diterima ini untuk perlindungan ekspresi budaya tradisional (EBT). Hal itu mengacu pada UU nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.
Jaranan jowo, menurut Mubarok, memiliki kekhasannya tersendiri yang tidak dapat ditemui di kesenian jaranan yang berada di daerah lain. Pembeda jaranan jowo dengan kesenian jaranan lainnya karena di dalamnya ada cerita rakyat, musik instrumental, gerak tarian, upacara adat, hingga sandiwara rakyat.
Terkait pematenan kesenian dan budaya asli Kabupaten Kediri yang lain, Mubarok menyampaikan tengah memproses seni tiban yang tumbuh pesat di Kecamatan Ngadiluwih, wayang krucil, hingga makanan asli Kabupaten Kediri.
“Kita sedang proses pematenan kesenian tiban, warongko keris, hingga makanan seperti cenil dan sebagainya,” katanya.
Ia menjelaskan, upaya-upaya pematenan kekayaan seni budaya asli Kabupaten Kediri ini tak lepas dari perhatian dan dorongan Bupati Dhito.
Menurutnya, kebijakan yang diambil bupati dalam merawat seni budaya sangat bagus. Tak hanya halam mematenkan kesenian, sebelumnya Dhito juga mencetuskan pakaian khas Kabupaten Kediri, Ken dan Wdihan Kadiri.
“Ini tak terlepas dari dorongan Mas Bup (Dhito) pada DK4. Mas Bup juga memberikan peluang DK4 untuk mengawal seni dan budaya Kabupaten Kediri,” pungkas pria yang juga jurnalis senior di Kediri itu. (tia/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News