Kisah Pilu Imigran Rohingya di Laut, Demi Makanan, Saling Bunuh di atas Kapal

Kisah Pilu Imigran Rohingya di Laut, Demi Makanan, Saling Bunuh di atas Kapal Kapal yang mengangkut ratusan imigran rohingya. (foto: capebanget)

BANGSAONLINE.com - Matahari terasa sangat terik di sebuah daerah di ujung timur Provinsi Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Tamiang. Tempat ini menjadi salah satu penampungan para imigran dari Myanmar dan Bangladesh. Mereka ditampung di rumah singgah.

Ada sekitar 50 imigran yang ditampung, sebagian berasal adalah warga Myanmar. Minggu (24/5), rombongan Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengunjungi salah satu tempat penampungan di Aceh Tamiang. Saat tiba, beberapa imigran baru saja selesai menjalankan ibadah salat.

Baca Juga: PWNU Jatim Nobatkan Khofifah Jadi Governor of East Java with Best Devotion

Semua imigran laki-laki mengenakan kain sarung, sedangkan imigran perempuan mengenakan kerudung. Badan mereka terlihat sangat kurus. Di pergelangan tangan para imigran melingkar gelang warna kuning sebagai penanda identitas mereka.

Sangat sulit berkomunikasi dengan para imigran . Hanya ada sedikit dari mereka yang bisa berbahasa Melayu dan Inggris. Salah satu imigran yang bisa berbahasa Melayu, Amin (28) bersedia menceritakan kisah mereka hingga sampai ke Indonesia. Amin menjelaskan kisahnya menggunakan bahasa Melayu yang terbata-bata.

Imigran dari Myanmar memutuskan untuk meninggalkan negaranya sekitar 4 bulan yang lalu. Diskriminasi yang mereka rasakan dan tidak diakuinya kewarganegaraan mereka menjadi penyebab utama mereka ingin meninggalkan Myanmar.

Baca Juga: ​Perahu Pengungsi Rohingya Terbalik, 16 Tewas, Lusinan Hilang

Menurut Amin, saat itu ada seorang agen asal Thailand yang menjanjikan bisa membawa mereka ke tempat baru, yakni sebuah pulau di perairan Malaka. Namun, para imigran itu harus membayar sejumlah uang untuk bisa ikut pergi menggunakan perahu.

"Agen dari Thailand menjanjikan kami tempat yang baru, yang bisa kami tinggali tanpa ada kekerasan," ungkap Amin dengan mimik wajah sangat serius.

Sang agen menyiapkan tiga kapal kayu untuk para warga etnis Myanmar. Masing-masing kapal bisa diisi 300 orang.

Baca Juga: Khofifah Lepas Kapal Kemanusiaan Berisi 2 Juta Kilogram Beras untuk Rohingya

Akhirnya, para imigran mulai berangkat berlayar dari ujung wilayah Myanmar. Sebulan pertama di kapal, kehidupan mereka normal dengan mendapat jatah makan sehari dua kali.

Petaka mulai datang ketika pelayaran memasuki bulan kedua. Awak kapal tiba-tiba dibunuh orang tak dikenal di perairan dekat Thailand.

Setelah itu, para imigran diminta untuk berpindah ke sebuah kapal yang lebih besar. Sehingga, satu kapal besar itu diisi sekitar 900 orang.

Baca Juga: Aksi Bela Rohingya, Ribuan Muslim Sidoarjo Galang Dana Kemanusiaan

"Di kapal itu tak ada nahkoda, salah satu dari kami yang pernah jadi nelayan hanya disuruh mengarahkan kapal ke arah 220 ke timur," jelas Amin penuh emosi.

Ternyata, di kapal besar itu juga sudah ada sekitar 300 imigran asal Bangladesh. Imigran asal Bangladesh itu bertujuan ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, satu kapal diisi 1200 orang.

Persediaan makanan di kapal itu sangat sedikit, sehingga para imigran hanya makan sehari sekali. Merekapun hanya makan bubur agar beras bisa bertahan lebih lama.

Baca Juga: Ratusan Anak SD di Situbondo Sumbangkan Uang Jajannya untuk Muslim Rohingya

Konflik mulai datang ketika persediaan makanan mulai menipis, perkelahian untuk berebut makanan tak bisa dihindarkan. Dua kelompok , Myanmar dan Bangladesh harus berkelahi untuk memperebutkan makanan.

Tak sedikit dari mereka yang mati akibat perkelahian memperebutkan makanan. Mayat imigran yang mati langsung dibuang ke laut.

Memasuki bulan ketiga, bahan bakar kapal habis, sehingga mereka hanya mengandalkan arus laut agar kapal bisa berjalan. Kain terpal yang ada di kapal dibuat menjadi layar sekedarnya. Mereka terkatung-katung di laut.

Baca Juga: Ansor dan Ketua Vihara Avalokiteswara Pamekasan Kutuk Tragedi Rohingya

Imigran lain yang kebetulan bisa berbahasa Inggris, Nuzumul (25) menceritakan bagaiman cara mereka bertahan hidup. Di bulan ketiga, persediaan makan sudah habis, bahkan air minum pun tidak ada.

"Kami harus mengumpulkan air hujan untuk diminum, makanan sudah tidak ada sama sekali. Jadi kami hanya makan sisa-sisa yang ada. Tentu saja harus berebutan dan berkelahi," kata Nuzumul dengan Bahasa Inggris yang sangat sederhana.

Akhirnya, seorang nelayan Aceh Timur menemukan mereka. Saat ditemukan, para imigran yang berada di atas kapal dalam keadaan terlentang tanpa tenaga, tubuh mereka sangat kurus dan keadaan kapal yang rusak parah.

Baca Juga: Lintas Agama Jombang Bahas Konflik Rohingya, Pandita Budha: Kami Tidak Mengajarkan Kekejaman

Kini, mereka sudah ditampung sementara di Aceh Timur. Namun, imigran asal Myanmar dan Bangladesh dipisahkan tempat penampungannya karena rawan perkelahian. (det/ns)

Sumber: detik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO