"Ketika seseorang buang hajat, air kencing jelas nyiprat ke dalam ember atau wadah air, karena perbedaan ketinggian. Ini sering terjadi, terutama di tempat-tempat umum," ujarnya.
Menurut Gus Nasrul, desain arsitektur yang kurang tepat juga menyebabkan pembuangan air dari WC mengalir masuk ke kobokan cuci kaki di depan tempat wudhu, yang kemudian kobokan digunakan oleh orang-orang yang habis berwudhu.
“Hal ini menyebabkan lantai yang seharusnya suci menjadi najis kembali,” jelasnya.
Oleh karena itu, Gus Nasrul menekankan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran tentang fikih thaharah di kalangan pengurus masjid dan petugas kebersihan.
“Agar tidak melakukan kesalahan yang berakibat pada najisnya masjid atau tidak sahnya salat orang banyak," tegasnya.
Alumnus Pesantren Sarang, Rembang tersebut memberi saran agar posisi masjid dan WC di fasilitas umum termasuk rest area, rumah makan, dan lainnya lebih baik berjauhan, sebagai upaya menjaga kesucian masjid atau mushola.
Gus Nasrul berharap, ada upaya serius dari semua pihak untuk menjaga kesucian masjid dan mushola. Mulai dari DKM, pengurus masjid, arsitek, hingga seluruh umat Islam perlu bekerja sama untuk memastikan masjid-mushola tetap suci dan sah sebagai tempat ibadah.
"Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kesucian umat Islam. Kebersihannya harus dijaga dengan baik agar ibadah yang dilakukan di dalamnya sah diterima oleh Allah SWT. Dengan edukasi yang tepat dan kesadaran yang tinggi, kita bisa menjaga kesucian masjid dan meningkatkan kualitas ibadah umat Islam di Indonesia,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News