Keluhkan Limbah dan Getaran Mesin, Puluhan Warga di Probolinggo Lurug PT KTI

Keluhkan Limbah dan Getaran Mesin, Puluhan Warga di Probolinggo Lurug PT KTI IBU-IBU: Puluhan warga saat nglurug ke pabrik PT KTI karena terganggu getaran mesin tiap malamnya. foto: andi/BANGSAONLINE

PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Merasa terganggu dengan limbah berupa debu dan getaran mesin dari PT. Kutai Timber Indonesia (KTI), warga kampung Dok, Kelurahan/Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, mendatangi Pabrik Play Wood siang tadi (7/10). Warga yang berasal dari RT 1 dan RT 2 RW 6 itu resah lantaran keluhan mereka soal getaran mesin pabrik dan debu yang ditimbulkan, tidak digubris pihak KTI. Beberapa kali laporan warga tak direspon. "Ditelpon, sudah. Di SMS, sudah. Tapi gak ditanggapi," kata Rukmini salah satu warga dengan nada ketus.

Diceritakannya, gangguan getaran pabrik yang bersebelahan langsung dengan Kampung Dok ini sudah berlangsung cukup lama. Namun dalam 2 bulan terakhir ini, getaran terasa semakin kuat seperti gempa. "Dalam 2-3 minggu ini makin terasa. Setiap hari kita khawatir. Kalau malam, kita tak bisa tidur nyenyak. Khawatir rumah roboh," ujar Rukmini diamini ibu-ibu yang lain.

Baca Juga: Formad Poros Timur Demo Kantor Maincont Pembangunan Tol Probowangi di Paiton

Hal senada ditegaskan Rasad, salah satu tokoh warga setempat. Bahkan, diakuinya keluhan itu sudah disampaikan langsung ke pihak KTI maupun ke Pemkot Probolinggo, tapi belum ada respon memuaskan. "Akhirnya warga bergerak sendiri karena setiap malam khawatir akan getaran itu," kata Rasad.

Pantauan BANGSAONLINE.com, puluhan ibu rumah tangga bersama beberapa orang laki-laki dan anak-anak, berjalan kaki dari kampungnya menuju kantor partikel board yang berjarak sekitar 300 meter. Mereka kemudian gerudukan masuk ke halaman kantor, yang biasanya tak sembarangan orang bisa masuk. Di depan kantor itu, ibu-ibu berteriak menyampaikan keluhannya. Petugas keamanan dalam KTI sempat kuwalahan menahan gerak warga yang sporadis itu. Mengantisipasi emosi massa yang bisa tak terkendali, pihak KTI kemudian meminta perwakilan laki-laki untuk berdialog di dalam kantor.

Ketika perwakilan warga keluar menyampaikan hasil pertemuannya, para kaum hawa itu pun berteriak menolak batas waktu 30 Oktober yang dijanjikan KTI sebagai akhir perbaikan mesin. "Nggak bisa, kita tiap malam sudah ketakutan karena getarannya. Kalau sampai lama begitu, siapa yang menjamin kalau terjadi musibah pada kami. Buat pernyataan saja," kata warga.

Baca Juga: Nilai Kepemimpinan Timbul Prihanjoko Gagal, PMII Probolinggo Gelar Demo di Kantor Bupati

Setelah dibuatkan pernyataan oleh pihak pabrik, warga akhirnya mau pulang.

Sebelumnya, sempat terjadi ricuh saat warga menunggu perwakilan keluar kantor. Sebab, saat itu awak media dihambat satpam untuk melakukan konfirmasi ke pihak manajemen. Para wartawan media cetak dan elektronik tersinggung karena satpam hanya menunjuk satu media elektronik saja. Meski sudah dijelaskan tentang posisi media yang tak bisa diwakilkan, satpam itu justru melakukan 'provokasi' dengan menempelkan wajahnya ke kamera wartawan. Mengetahui gegeran itu, warga pun ikut membela wartawan.

Sementara surat pernyataan pihak KTI yang diberikan kepada warga berbunyi bahwa KTI akan melakukan pengurangan jam kerja mesin partikel board dan memodifikasi mesin-mesin yang menimbulkan getaran. Pernyataan itu menjadi tidak jelas karena tidak ada batas waktunya, dan ditandatangani oleh pihak yang tidak disebutkan jabatannya dengan atas nama M. Firdaus D.

Baca Juga: GERTANU dan KAHMI Curigai Postingan PMII di Medsos Politis

Sebagai bukti 'gempa' mesin yang dirasakan, warga menunjukkan tembok rumahnya yang retak-retak. Bahkan sesaat sebelum demo berlangsung, warga sempat menunjukkan goyangan ketika mesin masih hidup.

"Kalau didemo begini, mesin dimatikan. Kalau ada peninjauan, mesin dimatikan. Tapi setelah itu, gempa lagi. Goyang, bikin kita takut," tandas warga.

Terkait kompensasi atau ganti rugi dari pabrik sendiri, ternyata tidak ada sama sekali. Pemberian beras 10 kg dari pabrik, bukanlah kompensasi tapi adalah kewajiban pabrik yang harus dikeluarkan sebagaimana diatur oleh UU (Corporate Social Responsibility/CSR). (ndi/rev)

Baca Juga: Minta RUU KUHP Dicabut, Demo Mahasiswa di Probolinggo Ricuh, 4 Orang Diamankan Polisi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO