Gerindra: Stop Proyek Kereta Cepat! Pengamat: Investasi Model Kolonial

Gerindra: Stop Proyek Kereta Cepat! Pengamat: Investasi Model Kolonial Menteri BUMN Rini Soemarno disebut-sebut sebagai orang paling berperan dalam proyek kereta cepat Bandung-Jakarta. Foto: liputan6.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Fraksi Partai Gerindra menyampaikan penolakannya atas proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, megaproyek yang ditangani Tiongkok itu masih menyisakan sejumlah persoalan baik dari sisi perizinan atau pun kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya memang sudah mendapat penjelasan dari para menteri yang terkait dengan proyek itu. Namun, setelah proses berjalan, ada perbedaan penjelasan di antara para menteri dan bahkan ada hal yang ditutup-tutupi.

Baca Juga: Tingkatkan Layanan, PT KAI Daop 7 Madiun Mulai Penataan Stasiun Kediri

Salah satu hal yang terkesan ditutupi dari proyek kereta cepat itu adalah pendanaan. Muzani mengatakan, Menteri BUMN Rini Soemarno mengklaim proyek itu murni bisnis yang tidak melibatkan pemerintah.

Namun, nyatanya ‎anggaran proyek itu harus mendapat jaminan dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). "Bagaimana penjelasan yang mengatakan ini B to B (business to business, red) tidak membebani uang negara?" kata Muzani saat menggelar konferensi pers di ruang Fraksi Gerindra DPR, Kamis (4/1).

Menurut dia, proyek yang bakal menelan anggaran lebih dari Rp 70 triliun itu lebih baik dialihkan untuk investasi yang lebih produktif. Karenanya, anak buah Prabowo Subianto di Gerindra itu meminta pemerintah menghentikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca Juga: Perkenalkan Dunia Kereta Api, PT KAI Daop 7 Madiun Gelar Edutrain

"Gerindra ingin agar presiden tidak perlu malu walaupun sudah meletakkan batu pertama. Untuk selamatkan anggaran negara, hentikan proyek ini," tegasnya.

Sementara pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng ‎menyatakan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan bentuk investasi model kolonial. Menurutnya, proyek senilai lebih dari USD 5,5 miliar itu seolah menjadikan Indonesia sebagai provinsi bagian Tiongkok.

Menurut Salamuddin, proyek kereta cepat yang dikerjakan konsorsium BUMN itu justru untuk menyelamatkan bisnis industri kereta Tiongkok yang dililit utang. "Kontrak proyek kereta cepat yang telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia akan menjadi jualan perusahaan China untuk menumpuk utang baru dari pasar keuangan global," ujarnya di Jakarta, Rabu (3/2).

Baca Juga: Diduga Bunuh Diri, Pria di Kota Malang Tewas Mengenaskan Tertabrak Kereta Api

‎Selain itu, katanya, proyek yang telah memasuki tahap groundbreaking tersebut menggunakan bahan baku, barang modal dan tenaga kerja dari Tiongkok. Karenanya Salamuddin menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan menggerakkan lagi industri Tiongkok karena industri bajanya yang tengah lumpuh bisa menggeliat lagi.

Persoalannya, kata Salamuddin, proyek kereta cepat itu akan membuat Indonesia terjerat utang jangka panjang dengan Tiongkok. Sebab, Tiongkok menggelontorkan dana USD 5,5 miliar untuk proyek itu sebagai pinjaman ke konsorsium BUMN sebesar dengan usia kelayakan proyek selama 40 tahun.

Pada tingkat bunga 5 persen dan kurs USD setara Rp. 13.800, maka Indonesia akan membayar utang dalam bentuk bunga saja senilai Rp. 180 triliun. Sedangkan pengembalian pokok utangnya senilai Rp 75 triliun sehingga secara keseluruhan rakyat Indonesia akan membayar kepada China senilai Rp 255 triliun.

Baca Juga: Mau Naik Kereta Secara Rombongan? Ini Syarat dari KAI Daop 8 Surabaya

Karenanya, menurut dia, proyek itu sama sekali tidak memberikan keuntungan langsung maupun tidak langsung kepada industri nasional, keuangan nasional dan kesejahteraan rakyat. "Justru sebaliknya, proyek ini akan menciptakan ketergantungan dalam jangka panjang Indonesia kepada China," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menengarai bahwa proyek kereta cepat ini terkait dengan ditutupnya pabrik elektronik asal Jepang, Panasonic dan Toshiba di Indonesia. Ini akibat tersingkirnya Jepang dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Said Iqbal mengatakan menduga hengkangnya dua pabrik raksasa asal Jepang itu karena menangnya Tiongkok dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca Juga: Tekan Angka Kecelakaan KA, Kemenhub Berencana Tutup Perlintasan Sebidang

"Kita bukan anti Tiongkok, tapi melihat data yang ditemukan di lapangan, bahwa investasi ini membawa efek negatif bagi para buruh," katanya dalam acara konferensi pers KSPI, di Hotel Mega, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (2/2).

Ia menambahkan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dibiayai empat BUMN dan pinjaman dari Tiongkok akan mempekerjakan tenaga-tenaga dari Tiongkok.

Pastinya mereka akan membawa banyak tenaga kerja terampilnya asal mereka dan serapan tenaga kerja buruh asal indonesia sedikit yang dilibatkan," ujar Said menambahkan.

Baca Juga: Satlantas Polres Ngawi Berikan Imbauan Kepada Masyarakat Sekitar Perlintasan Kereta Api

Said mengungkapkan, pihaknya sempat bertemu dengan Gubernur Banten Rano Karno sendiri membenarkan bahwa di Pulogadung dan Padeglang, Banten sudah 30.000 pekerja asal Tiongkok masuk.

"Sedangkan di Sulawesi Tengah pembangunan proyek mercusuar saja banyak melibatkan tenaga kerja asal tiongkok. Seharusnya proyek-proyek mercusuar ini harus melibatkan tenaga kerja asal Tiongkok," tegasnya.

Sebelumnya, pabrik Toshiba di Cikarang, Bekasi dan Panasonic di Pasuruan, Jawa Timur dan Cikarang tutup. Dampaknya, sebanyak 2.500 karyawan kedua perusahaan tersebut mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Baca Juga: Tiga Penumpang Mobil Tewas Akibat Kecelakaan Kereta Api di Ngawi, Kapolda: Ada Kelalaian Petugas

Sumber: jawa pos/merahputih.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Terobos Perlintasan Kereta Api, Honda Brio di Cilegon Ringsek':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO