Ritual Mepe Kasur, Tradisi Awal Dzulhijah Suku Osing Kemiren Banyuwangi

Ritual Mepe Kasur, Tradisi Awal Dzulhijah Suku Osing Kemiren Banyuwangi Warga Using Kemiren kompak mepe (menjemur) kasur di sepanjang jalan desa setempat.

Listen to this article

Hang sun rasakaken, sak bare ngetokaken kasur teko umah, umah katon rumyang lan rijig. Mulo iku awak kroso sehat lan ati adem,” kata Serat, warga Kemiren dengan logat Usingnya yang khas.

Menurut Ketua Adat Using Kemiren, Suhaimi, warga Osing beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur. Karena kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat dengan manusia, sehingga wajib dibersihkan agar kotoran yang ada di kasur hilang. Dengan demikian, mereka akan terhindar dari segala macam penyakit.

Dijelaskan Suhaimi, kasur berwarna kombinasi hitam dan merah ini, memiliki filosofi yang sarat makna. Merah memiliki arti berani dan warna hitam diartikan simbol kelanggengan rumah tangga. “Biasanya tiap pengantin baru dibekali kasur warna ini. Harapan orang tua, agar rumah tangganya langgeng dan tentrem,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, tradisi mepe kasur di kampungnya itu ada aturannya, tidak dilakukan dengan asal-asalan. "Proses menjemur kasur berlangsung sejak pagi hingga menjelang sore hari," kata Suhaimi.

Begitu matahari terbit, lanjutnya, kasur segera dijemur di depan rumah masing-masing sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. Tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit.

Setelah matahari melewati kepala alias pada tengah hari, semua kasur harus digulung dan dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan hingga mata hari terbenam, kebersihan kasur ini akan hilang dan khasiat untuk menghilangkan penyakit pun tidak akan ada hasilnya.

Sesudah memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga Using pun meneruskan tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung Desa menuju ke batas akhir desa yang ada di atas. Usai arak-arakan Barong, kemudian masyarakat Using berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai penjaga desa.

Sebagai puncaknya, ketika warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua warga mengeluarkan tumpeng dengan lauk khas warga Osing, yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah akan dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga. (bw1/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO