Nama Jalan di Morowali Beraksara Kanji, Fadli Zon: Ini Sangat Memprihatinkan

Nama Jalan di Morowali Beraksara Kanji, Fadli Zon: Ini Sangat Memprihatinkan Bendera China yang dikibarkan di pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, saat peresmian smelter PT Wanatiara Persada, Jumat (25/11).

MOROWALI, BANGSAONLINE.com - Setelah berita penurunan bendera RRC () di Ternate, kemarin muncul berita soal nama-nama jalan di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah, yang beraksara kanji.

Berita itu dimuat oleh SultengEkspress di bawah judul “Bupati Morowali Diminta ‘Copot’ Nama Jalan Beraksara di Kawasan Industri”, 27 November 2016.

Baca Juga: Tragedi Sosial, Tak Bisa Belikan iPhone, Seorang Ayah Berlutut Minta Maaf pada Putrinya

Disebutkan, Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, telah mengakui mendapatkan informasi ada nama jalan Beijing dan Shanghai di kawasan industri.

“Saya sudah minta bupati Morowali untuk periksa di lapangan dan bila masih ada nama jalan seperti itu supaya diimbau untuk menggunakan nama jalan yang sesuai dengan kearifan lokal dan nasional,” kata Longki, yang dikutip dari grup Telegram “Sulteng Damai”

Berita soal nama-nama jalan beraksara kanji itu muncul hanya berselang dua hari setelah Presiden Joko Widodo menyatakan di Makassar ada isu 10 juta warga RRC yang datang ke Indonesia adalah turis dan bukan pekerja.

Baca Juga: WNA asal China Tewas, Usai Terpeleset ke Jurang Kawah Ijen Banyuwangi

“Haduh yang Tiongkok itu turis, yang saya tanda tangan itu turis. Saya cek yang tenaga kerja dari Tiongkok 14 ribu. Mentang-mentang media sosial kita ini tidak kita atur mengenai isu-isu, semuanya dimasukkan dengan dipleset-plesetkan seperti itu,” kata Jokowi.

Sehari kemudian, muncul berita telah terjadi penurunan insiden bendera RRC di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Selatan oleh marinir TNI AL.

Dalam keteranganya, Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Gig Jonias Mozes Sipasulta, menjelaskan, penurunan bendera itu terjadi di dermaga pelabuhan PT Wanatiara Persada, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Jumat pekan lalu.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

“Selain itu, telah terjadi penurunan bendera RRC/Tiongkok di lokasi acara peresmian ground breaking ceremony proyek smelter PT Wanatiara Persada," ujar Jonias.

Pertengahan September silam, muncul juga berita tentang pemasangan bendera “JKT. Desa ” di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Satu dari tiga orang pemilik dan pemasang bendera itu adalah warga negara RRC bernama Yun Xun.

Kapolres Kepulauan Seribu, AKBP John Weynart, saat itu menjelaskan, Yun Xun diduga sebagai pembuat dan pemasang bendera berwarna merah dengan gambar berwarna kuning.

Baca Juga: [HOAKS] Jokowi dan Prabowo Mau Kabur ke Cina karena Panik Unjuk Rasa Pemakzulan

"Kemarin sore, sudah kami amankan. Bendera itu sudah kami copot guna mengamankan situasi lokasi. Diduga ada oknum yang memprovokasi saja. Nanti didalami," kata John seperti ditulis di halaman situs Humas Polda Metro Jaya.

Menurut anggota DPR, TB Hasanuddin, pengibaran bendera RRC seperti yang terjadi di Pulau Obi, sebetulnya masalah teknis dan tidak perlu diributkan karena bukan untuk mendirikan negara.

Dia berpendapat, bendera negara asing yang bekerja sama dengan pemerintah boleh dikibarkan dalam sebuah acara, tapi harus segera diturunkan setelah acara selesai.

Baca Juga: [HOAKS] Cina dan Israel Bekerja Sama untuk Menghapus Agama dan Pancasila di Indonesia

"Jadi tidak perlu dibesarkan, kecuali dalam rangka menyatakan bahwa wilayah tersebut wilayahnya. Tapi, dalam rangka upacara diizinkan selama upacara dilaksanakan," katanya

Namun demikian, Hasanuddin menyayangkan keputusan pihak penyelenggara acara di Pulau Obi yang mengibarkan bendera RRC dengan ukuran lebih besar daripada bendera Indonesia.

Sementara Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menganggap peristiwa tersebut sebagai hal yang sangat memprihatinkan. Sehingga insiden itu harus disikapi dengan sangat tegas. Pasalnya, hal itu bisa dinilai sebagai ancaman kedaulatan negara.

Baca Juga: Sindir Luhut, Susi: Bikin Part Pesawat Saja Bisa, Buat Sendok Garpu Undang China

"Saya kira ini suatu peristiwa yang sangat sangat memprihatinkan. Dan harus disikapi dengan sangat serius," kata Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/11).

Menurut politisi Partai Gerindra itu, tidak bisa ada bendera asing berkibar di Indonesia. Ia pun menegaskan, harus ada yang bertanggung jawab atas pengibaran bendera itu kendati Indonesia memiliki aturan untuk pengibaran bendera negara lain.

"Tapi kalau bekibar di situ dan benderanya lebih besar dari bendera Indonesia itu adalah penghinaan. Kalau perusahaan itu yang mengibarkan, perusahaan itu harus diberi sanksi. Saya kira ini masih negara Republik Indonesia tidak boleh mengibarkan bendera di situ," paparnya.

Baca Juga: Luhut Sebut China Mau Bangun Pabrik Sendok Garpu di RI, Pengamat: Jangan-Jangan Golok dan Arit juga

Meskipun informasi yang berkembang hanya sebatas seremonial, sambung Fadli, jika berbicara kenegaraan itu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Saya kira tidak bisa sembarangan kecuali ada kegiatan solidaritas Palestina itu lain cerita. Ada konteks, kalau ini kan enggak ada konteks. Membuat bendera di situ dalam perayaan swasta dan lebih besar dari kita saya kira itu menyalahi," tutupnya.

Sementara mantan staf ahli Panglima TNI, Brigjen TNI (Purn) Adityawarman angkat bicara soal pengibaran bendera serta nama jalan menggunakan nama kota di . Dia menduga hal tersebut merupakan ulah antek Partai Komunis Indonesia (PKI).

Baca Juga: Makam Saad Bin Abi Waqas di China hanya Petilasan? Laporan BANGSAONLINE dari Tiongkok

"Jadi kan memang ini banyak yang bermain, bisa saja PKI yang berada di dalam negeri," kata Adityawarman seperti dilansir Sindonews, Senin (28/11).

Dia pun membandingkan dengan peristiwa G30 S PKI. Di mana saat itu, PKI menyusup ke Partai Nasional Indonesia (PNI) dan melakukan perlawanan kepada pemerintah.

"Waktu saya diundang ke acara MKGR, saya bilang pada tahun 1965 PNI disusupi PKI jadi G30S/PKI. Sekarang makin terlihat pembiaran PKI. PDIP diduga disusupi PKI kita tak tahu nantinya seperti apa," ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Badan Pembuatan Peraturan Daerah (BPPD) DPRD Halmahera Selatan, Arsad Sadik Sangadji minta polisi maupun TNI mengusut kasus pengibaran bendera Republik Rakyat (RRC) pada peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Wanatiara Persada di Pulau Obi.

"Itu tindakan pelecehan terhadap kedaulatan negara kita, sehingga harus diusut siapa pelakunya untuk diproses secara hukum," katanya.

Menurut Arsad, apa yang terjadi di Pulau Obi tersebut tidak boleh dianggap sepele, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pihak swasta tidak boleh melakukan perbuatan yang melanggar konstitusi dan kedaulatan negara.

Anggota DPRD dua periode itu juga menilai insiden tersebut menunjukan lemahnya intelijen dalam mendeteksi dan mencegah agar hal itu tidak terjadi.

Ia lebih jauh menegaskan PT Wanatiara Persada harus diberi sanksi tegas oleh Pemerintah, apalagi perusahaan milik Tiongkok tersebut memasang simbol negaranya di hampir seluruh area operasi perusahaannya.

Sebelumnya, Pemprov Malut menyatakan pengibaran Bendera RRC di samping bendera Merah Putih pada acara peletakan batu pertama pembangunan Smelter PT Wanatiara Persada itu pada Jumat lalu (25/11) semata mata akibat kesalahan komunikasi.

Kabag Pemberitaan, Biro Humas dan Protokoler Pemprov Malut, Rahwan Suamba menyatakan, saat itu ada tiga bendara yang dikibarkan, yakni bendera Merah Putih, bendara RRC, dan bendera perusahaan Wanatiara Persada, di lokasi lokasi Pelabuhan Jeti Saguh, Pulau Obi.

"Kala itu, para wartawan yang datang bersama rombongan untuk melakukan peliputan pembangunan smelter di Pulau Obi melihat bendera RRC yang berada di samping bendera Merah Putih, yang ukurannya sama, sehingga terjadi miss-komunikasi," katanya.

Bendera RRC itu akhinya pun diturunkan oleh seorang anggota marinir AL sebelum kegiatan peletakan batu pertama dilaksanakan.

Menurut Rahwan, pengibaran dua bendera itu karena ada kerja sama Provinsi Malut dan Provinsi Guangzhou, di mana pada kegiatan tersebut diwakili Sekda Guangzhou Wu Zhi Bin bersama Atase Perdagangan RRC.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1958 tentang penggunaan bendera kebangsaan asing dalam pasal 1 ayat 3 menyebutkan, bendera kebangsaan asing dapat pula digunakan pada kesempatan-kesempatan lain dengan izin kepala daerah, jika pada kesempatan itu bendera kebangsaan asing layak digunakan seperti pada pertemuan internasional.

"Bahkan, penggunaan bendera kebangsaan asing yang dilakukan itu di tempat-tempat di mana diadakan pertemuan pada kesempatan tersebut," katanya. (rim/mer/yah/det/lan)

Sumber: rimanews.com/merdeka.com/detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO