​Awalnya Kandang Sapi, Kini Jadi Madrasah Ibtidaiyah di Sumenep

​Awalnya Kandang Sapi, Kini Jadi Madrasah Ibtidaiyah di Sumenep Gedung sekolah yang dimiliki Yayasan Hadirur Rahman, berupa kelas 6 lokal masing-masing dua lantai.

SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Di Dusun kecil di pedalaman Desa Aeng Panas Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep, Nongmalang sebutannya, terdapat sebuah lembaga yang diasuh seorang kiai muda dan inspiratif, Ustadz Hadiri.

Sekitar tahun 1990-an, setelah menyelesaikan di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Hadiri merintis nonformal untuk anak-anak di kampungnya. Saat itu, hanya ada lima anak yang belajar mengaji. Dengan amat telaten, Hadiri terus mengajar al Quran dan ilmu tajwid.

Sangat beruntung, kala itu bapak dan ibunya menghibahkan sebuah kandang sapi untuk dibangun mushala kecil di atasnya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman ketika nyantri di pondok, akhirnya pada tahun 2003, Hadiri memutuskan untuk mendirikan sekolah formal, yaitu Sekolah Ibtidaiyah.

Di bawah naungan Yayasan Hadirur Rahman, saat ini lembaga ini sudah berkembang cukup pesat. Saat ini telah dibuka formal mulai Paud, RA dan Madrasah ibtidaiyah.

Saat berbincang dengan BANGSAONLINE.com, Hadiri yang menuntaskan program S-1 nya di IDIA al Amien Prenduan, mengungkap latar belakang mengapa dia sangat bersemangat untuk menebarkan ilmu pengetahuan. 

"Ada hadits kanjeng nabi, "Likulli syai-in thariqun, wa thariqul jannah, al ilmu," Setiap sesuatu ada jalannya. Dan jalan menunggu surga adalah ilmu," paparnya.

Perjuangan dan kegigihan Hadiri berbuah manis. Saat ini, jumlah siswa yang menimba ilmu di lingkungan Madrasah Hadirur Rahman sebanyak 150 orang, dengan jumlah guru 7 orang untuk RA dan 15 orang Madrasah Ibtidaiyah.

Namun demikian, Hadiri juga bercerita tentang suka duka dalam mengelola lembaga . Pada awal dia merintis Madrasah, itu terjadi pada tahun pertama melaksanakan Haflatul Imtihan (2004), ia digelandang satuan Polsek Prenduan dengan tuduhan yang tidak jelas dan tidak ada bukti apapun.

"Saat itu, keesokan hari setelah Imtihan, ada tiga orang polisi dan tiga orang anggota Koramil hendak menangkap saya," urainya.

Dengan ekspresi wajah kesal dan emosionsl, Hadiri melanjutkan, "Saya menolak, saya tanya sama petugas, salah saya apa, kapan dan dimana. Tetapi saya tetap digiring ke kantor Polsek. Akhirnya, setelah jam 05 sore saya dilepas, karena memang tidak ada bukti apa-apa," lanjutnya.

Saat ini, gedung sekolah yang dimiliki Yayasan Hadirur Rahman, berupa kelas 6 lokal masing-masing dua lantai. Ditambah sebuah musala, yang pada mulanya kandang sapi berukuran 6x8 m untuk kegiatan mengaji dan salat berjamaah.

Pada akhir perbincangan, Hadiri juga berkisah tentang dua sosok guru panutannya sewaktu di Pesantren Annuqayah, yaitu KH Ishamuddin Abdullah Sajjad dan KH Tsabit Khazin. 

"Setiap kali saya ada kesulitan, saya langsung sowan menemui beliau untuk minta doa barakah," pungkas Hadiri. (bkl1/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO