Bangunan Masjid Lautze terdiri dari empat lantai. Lantai satu dan dua difungsikan sebagai masjid, sedangkan lantai tiga dan empat digunakan sebagai kantor yayasan.
Seperti tampilan luarnya, interior masjid itu ternyata juga tidak terlalu muluk. Selain kaligrafi Islam yang dipadukan dengan huruf kanji, dinding masjid hanya dihiasi oleh sedikit unsur-unsur ketimuran.
(Kaligrafi Cina di Masjid Lautze)
Sejak 1997, tercatat sudah ribuan warga etnis Tionghoa berucap syahadat di Masjid Lautze. Jumlahnya secara rinci dituliskan di sebuah papan yang dipasang dekat pintu masuk Masjid. Dari tahun 1997 hingga 2017, tercatat sudah 1.339 orang menjadi mualaf di Masjid Lautze.
(Data mualaf di Masjid Lautze)
Bisa dibilang, Masjid Lautze adalah masjid yang ramah mualaf. Sejumlah kegiatan di masjid ditujukan untuk pembimbingan dan pendalaman agama untuk mualaf. Meski begitu, kegiatan umum seperti pengajian dan salat berjamaah tetap berlangsung di sini.
“Kegiatan masjidnya, ada pengajian, salat Jumat. Cuma memang lebih fokus ke mualafnya, seperti membimbing mereka mungkin baru belajar salat, belajar ambil air wudu, baca iqra, baca Al-Qur'an, seperti itu,” terang Yusman.
Selain itu, pengelola masjid juga memberikan kepercayaan bagi para mualaf untuk menjadi imam-imam salat tarawih saat bulan Ramadhan. Hal itu menurut Yusman, agar mereka merasa dihargai dan semakin termotivasi untuk belajar agama Islam.
Lalu pada saat Ramadhan, jam buka Masjid Lautze mengalami sedikit perubahan. Setiap Ahad malam, para mualaf bimbingan Yayasan H. Karim Oei melaksanakan shalat tarawih di masjid itu. Pelaksanaan shalatnya juga berbeda dari masjid-masjid lain.
“Setiap Minggu malam kita mengadakan tarawih di sini. Kita melakukannya empat kali dua rakaat. Setiap dua rakaat, imamnya kita ganti. Tujuannya adalah untuk melatih para mualaf tersebut agar bisa menjadi imam.” pungkas Ali. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News