Resolusi 2019, Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Meningkat?

Resolusi 2019, Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Meningkat? Ilustrasi

Oleh: Winda Ayuningtiyas*

Mayoritas penduduk Indonesia masih dalam kemiskinan. Pengangguran dan kesenjangan sosial juga masih menjadi isu perekonomian di negeri ini. Ketiga hal tersebut menjadi problematika bangsa, dengan tak mengesampingkan banyak lagi permasalahan lainnya. Lalu, bagaimana Indonesia bisa dikatakakan merdeka?

Banyaknya permasalahan yang dihadapi suatu negara menjadikan perekonomian suatu negara sulit tumbuh. Permasalahan muncul tidak hanya dari luar negara (eksternal), tetapi juga dari permasalahan bangsa sendiri (internal).

Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Era Revolusi Industri 4.0 dalam Hal Komunikasi

Pengangguran Merajalela

Permasalahan utama dari dalam negeri yaitu kemiskinan dan kekayaan yang tidak merata. Hal tersebut merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia belum bisa dikatakan negara maju. Indonesia akan tetap dikatakan sebagai negara berkembang apabila angka pengangguran tinggi. Padahal, sumber daya manusia di Indonesia memiliki jumlah yang sangat banyak. Tingginya angka pengangguran ini berimbas pada pendapatan masyarakat sehingga menjadi penyebab timbulnya kemiskinan.

Sumber Daya Manusia Non-kritis

Baca Juga: Output Sekolah Rendah, Salah Siapa?

Akar dari permasalahan ekonomi dalam negeri adalah sumber daya manusia. Sebagian besar penduduk Indonesia mengenyam bangku pendidikan yang rendah sehingga kemungkinan besar menghasilkan kemampuan yang rendah pula. Hal itu yang membuat penduduk indonesia sebagian besar hanya pekerja, bukan pemilik dunia usaha. 

Lain dari itu, mereka yang mampu mencapai pendidikan tinggi terkadang hanya sebatas meraih jabatan. Beberapa di antaranya tidak menghiraukan moral dan memiliki sikap toleransi yang rendah, kurangnya sikap disiplin, sehingga membuat budaya KKN marak. Tidak hanya di kalangan pejabat negara, namun di masyarakat bawah pun yang pungli dan sogokan sudah menjadi budaya. 

Sedangkan permasalahan yang berkaitan dengan luar negeri adalah gencar-gencarnya pembangunan infrastruktur yang harus meraup dana yang besar. Dana yang dibutuhkan tidak cukup dari APBN, sehingga pemerintah mensiasati hutang pada world bank untuk pembangunan infrastruktur. Peminjaman dana yang sangat besar membuat masyarakat khawatir. 

Baca Juga: Mengapa Permintaan untuk Data Scientist Semakin Meningkat di Indonesia?

Inflasi yang Berkelanjutan

Permasalahan selanjutnya yaitu tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, menyebabkan tingkat permintaan atas barang dan jasa tinggi. Hal itu salah satu faktor yang menyebabkan proses kenaikan pada harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian atau biasa disebut inflasi. Inflasi dapat disebut rendah apabila mencapai di bawah 2 atau 3 persen. Di atas itu, inflasi bisa disebut dengan inflasi moderat dan inflasi yang sangat serius. 

Adapun faktor-faktor penyebab inflasi yaitu tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang-jasa dan pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah.

Baca Juga: Covid-19 Menyerang Pendidikan Indonesia, Efektifkah Pembelajaran Daring?

Inflasi berakibat buruk kepada individu, masyarakat, dan kegiatan perekonomian. Inflasi cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang bertambah serius mengurangi investasi, mengurangi ekspor, dan menaikkan impor. Akibat tersebut akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

Depresiasi Rupiah

Kemerosotan yang terus menerus terjadi pada mata uang domestik (rupiah) membuat masyarakat gelisah. Berkaitan dengan ketidakseimbangan neraca pembayaran pada perekonomian terbuka. Perekonomian terbuka sendiri berarti sesuatu perekonomian yang mempunyai hubungan ekonomi dengan negara-negara lain dan juga dalam melakukan kegiatan ekspor dan impor.
Merujuk pada keburukan perekonomian terbuka, yaitu impor yang berlebihan berimbas pada modal dalam negeri akan lebih banyak mengalir ke luar negeri. Hal ini dapat disebut dengan defisit neraca pembayaran. Hal tersebut cenderung menurunkan nilai mata uang domestik.

Baca Juga: Potensi Malpraktik Pilkada 2020 di Tengah Covid-19

Pertumbuhan Ekonomi 

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam mengelola suatu negara. Tiga faktor pencapaian dalam pertumbuhan ekonomi yaitu peningkatan persediaan barang, kemajuan teknologi, serta pengunaan teknologi secara efisien dan efektif.

Awal 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun lalu. Belum bisa mencapai target melebihi pada masa pemerintahan Soeharto, yakni menembus 10 persen. Namun, perekonomian Indonesia tetap pada kestabilan. 

Baca Juga: Menjadi Guru Virtual Menyenangkan Buat Siswa dan Menenangkan Orang Tua

Di awal pemerintahan, Jokowi berambisi membawa ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7 persen. Target tersebu tidak terealisasi, akibat berbagai hambatan mulai dari tekanan internal maupun eksternal. Pemerintah melihat potensi pertumbuhan ekonomi tinggi dari kondisi ekonomi global yang meyakinkan. 

Berkaitan dengan revolusi industri 4.0, Indonesia dituntut menjadi negara yang berhasil dalam mengelola apapun yang ada di dalamnya, dari segmen sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Menghapuskan segala macam permasalahan, tantangan dan hambatan perkenomian Indonesia. 

Langkah Indonesia menjadi negara maju, juga bias dilakukan dengan peningkatan sektor pendidikan dan kesehatan, karena pendidikan adalah kunci keberhasilan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Berikutnya, peningkatan lapangan pekerjaan, semisal dengan mengeluarkan kebijakan yang dapat menciptakan kesempatan kerja baik pemerintah maupun swasta. Selain itu dengan pelatihan skill kepada masyarakat.

Baca Juga: Bank Runs dan Tindakan Preventif yang Harus Dilakukan

Kemudian, tak kalah penting adalah pembenahan moral dan etika. Suatu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk memperbaiki generasi muda, karena generasi muda adalah aset terpenting bangsa Indonesia. Indonesia tidak melulu digembleng dengan sekolah akademik saja, tentunya harus bersamaan dengan pelajaran atau perilaku yang mengedepankan etika. 

Lalu, bagaimana dengan resolusi 2019 dalam pertumbuhan perekonomian? Tahun 2019 sendiri adalah awal tahun yang baik dalam menghadapi masalah perekonomian. Mengurangi jumlah pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial melalui pendidikan berkarakter dan berkualitas, tetap menjadi fokus utama. 

Melihat realita, pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi pada 2019 hingga 5,4 persen. Tantangan pada tahun-tahun mendatang diperkirakan tidak berkurang dan lebih berat. Berbagai persoalan-persoalan dasar yang selalu bermunculan. Persoalan industri yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, nilai impor yang selalu lebih tinggi daripada nilai ekspor, dan jas-pariwisata masih menjadi tumpuan bersanding dengan konsumsi. Di luar perdagangan, sektor-sektor ekonomi lain diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan perekonomian.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Diprediksi Hingga 2021: BPR Boleh Tak Acuhkan Peraturan OJK ini, Asalkan...

Di sisi lain, kepada pemimpin bangsa yang baru pada pemilu 2019 diharapkan untuk mendorong meningkatnya persentase nilai pertumbuhan perekonomian meskipun dihadapkan dengan tantangan perekonomian yang sama. Itu pun, pertumbuhan ekonomi seperti apa yang hendak ditargetkan juga masih terus menjadi dialektika bangsa, hanya sekadar angka atau kinerja yang menyejahterahkan warganya

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Manajemen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO