​Di PP Amanatul Ummah, Alwi Shihab Bicara Ikhlas Kunci Sukses dan “Janji Suci” Berbangsa

​Di PP Amanatul Ummah, Alwi Shihab Bicara Ikhlas Kunci Sukses dan “Janji Suci” Berbangsa Dr Alwi Shihab (kanan) dan Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA (kiri) dalam acara Rapat Kerja Yayasan Amanatul Ummah Pacet Mojokekrto Jawa Timur, Senin (8/7/2019). foto: bangsaonline.com

MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerjasama Islam (UKP-TTOKI), Dr Alwi Shihab, menegaskan bahwa faktor berkah dan keikhlasan membuat Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA, sukses mendirikan dan mengembangkan Pondok menjadi pesantren besar hanya dalam jangka waktu 12 tahun.

“Banyak orang baru perencanaan saja memakan waktu 4 tahun,” kata Alwi Shihab saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Yayasan Tahun Ajaran 2019-2020 bertema “Satu Tekad untuk Hebat” di Guest House Pondok , Kembang Belor, Pacet Mojokerto Jawa Timur, Senin (8/7/2019).

Dalam jangka 12 tahun, tutur Alwi Shhihab, sulit dan tak mungkin seseorang bisa sukses mengembangkan pondok pesantren sebesar . Sukses Kiai Asep, kata Alwi Shihab tak lepas dari faktor ikhlas.

“Ada berkah dalam waktu,” kata mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

“Kita doakan semoga Pak Kiai panjang umur,” kata Alwi Shihab yang diamini ratusan guru yang hadir.

(Dr Alwi Shihab dan Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA berfoto dengan latar belakang para guru peserta Rapat Kerja Yayasan Amanattul Ummah di Kembang Belor Pacet Mojokerto Jawa Timur, Senin (8/7/2019). foto: BANGSAONLINE.COM)

Menurut Alwi Shihab, banyak sekali contoh ulama sukses karena faktor ikhlas. Ia menceritakan kisah Habib Idrus Al-Jufri di Sulawesi yang sukses juga karena faktor ikhlas dan berkah. Menurut dia, Habib Idrus memulai usahanya dari pengajian kecil.

“Memulai dari majelis taklim kecil,” kata Alwi Shihab. Tapi karena dilandasi ikhlas rintisan Habib Idrus itu kemudian berkembang dan diikuti ribuan orang. Kini Habib Idrus, tutur Alwi Shihab, tidak hanya sukses mendirikan pesantren dan peguruan tinggi, tapi juga rumah sakit dan usaha lainnya.

Dalam acara yang dihadiri ratusan guru itu, Alwi Shihab juga mengingatkan pentingnya sikap “ausathiyah” yakni tengah-tengah. Sebab Indonesia sekarang diwarnai kelompok ekstrem.

“Ya ekstrem yang keras dan ekstrem yang tak berdaya,” kata Alwi Shihab yang meraih dua gelar doktor dari Universitas Temple Amerika Serikat dan Universitas Ain Syam Mesir. “Kita (NU) berada di tengah,” kata Alwi Shihab yang juga meraih gelar master dari Universitas Al-Azhar Mesir dan Universitas Temple Amerika Serikat.

Karena itu, kata Alwi Shihab, warga NU perlu memperbanyak panggung keagamaan Aswaja (Ahlussunnah wal-Jamaah) yang handal. “Bukan hanya yang lokal tapi juga internasional,” kata ayah tiga anak yang pernah mengajar agama Islam di Hartford Seminary dan Harvard Divinity School di Universitas Harvard Amerika Serikat itu.

Menurut dia, peran perguruan tinggi Islam akan sangat menentukan arah perjalanan negara dan bangsa ke depan. Karena itu ia menawarkan peluang beasiswa santri agar bisa terus meningkatkan studinya di luar negeri. “Pemerintah sekarang memberi peluang lewat LPDP,” kata Alwi Shihab yang keturunan Arab Hadhrami dan keturunan Rasulullah SAW tapi tak mau dipanggil Habib ini. LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) adalah program beasiswa untuk S-2 dan S-3 baik perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri.

Hanya saja ia mengingatkan salah satu syaratnya adalah penguasaan bahasa Inggris. “Toefl-nya minimal 540 atau 550,” tegas tokoh kelahiran Rappang Sulawesi Selatan 19 Agustus 1946 itu.

Ia juga mengingatkan tentang pentingnya seorang muslim menghargai kesepakatan dalam berbangsa yang ia sebut “janji suci”. Menurut dia, seorang muslim tidak cukup hanya menitik beratkan pada rukun iman dan rukun Islam. Tapi harus menghargai perbedaan karena di Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam agama, yaitu Islam, Hindu, Kristen, Konghucu, dan lainnya.

“Jika seorang muslim sudah mengikat kesepakatan di Indonesia dan melanggar maka dia bukan orang muslim seperti yang digambarkan dalam al-Quran,” katanya sembari mengingatkan tentang contoh buruk negara-negara lain yang kini pecah karena warganya tak menghargai “janji suci” yang sudah disepakati bersama. Negara yang pecah itu, antara lain, Rusia, Yugoslavia, dan negara lainnya.

Sementara Kiai Asep Saifuddin Challim yang memimpin langsung acara dialog itu berharap kehadiran Alwi Shihab bisa memberi banyak masukan terhadap para guru dalam mendidik dan mengajar santri, disamping bisa memperluas jaringan PP ke luar negeri. “Kita kehadiran tamu luar biasa,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim.

Hadir dalam acara itu putra Kiai Asep Saifuddin Chalim yaitu Dr Muhamamd Barra (Gus Bara), Rektor Institut KH Abdul Chalim (IKHAC), Dr Muhiburrahman dan Dr Afif Zamroni (dua-duanya menantu Kiai Asep).

Usai acara, Kiai Asep membawa Alwi Shihab berkeliling menyaksikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di bawah Yayasan seperti Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) dan sebagainya.

Alwi Shihab ke Jawa Timur selain menjadi nara sumber di Pondok Pacet Mojokerto juga dalam rangka bertemu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Ia selain didampingi Iksan HB juga membawa Dr Immanuel, seorang investor dari Portugal yang berminat melakukan investasi di Jawa Timur tentang pengadaan air bersih. Karena itu usai dari PP Alwi Shihab dan rombongan langsung menuju ke Gedung Negara Grahadi di Surabaya. (em mas’ud adnan)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO