SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pelaku teror, Imam Mustofa, melakukan aksinya dengan cara membacok Aiptu Agus Sumarsono, anggota SKPT Polsek Wonokromo Surabaya, Sabtu (17/8/2019). Ia meneror polisi tidak pakai bom, tapi pakai senjata tajam, yaitu parang dan celurit.
Loh, kok kayak carok? Kenapa tidak menyerang dengan bom yang menggelegar? Lalu kenapa ia beraksi sendirian?
BACA JUGA:
- Tiga Napi Tindak Pidana Terorisme di Lapas Kediri Nyatakan Ikrar Setia pada NKRI
- Napiter Asal Semarang Bebas di Lapas Tuban
- Densus 88 Libatkan PPATK dan Stakeholder untuk Telusuri Transaksi Terduga Teroris DE
- Dampingi Presiden Tinjau Pasar Wonokromo, Khofifah: Stabilkan Harga Beras, Gencarkan Operasi Pasar
Untuk menjawab itu semua, BANGSAONLINE.com mewancarai mantan pelaku teror, Nasir Abbas, yang kini telah tobat.
Menurut Nasir Abbas, senjata teroris sangat tergantung pada kemampuannya masing-masing. ”Bentuk teknis sebuah aksi teror itu tergantung kemampuan yang ada,” kata Nasir Abbas menjawab pertanyaan BANGSAONLINE.com, Senin (19/8/2019).
Ia menyebut tiga unsur. “Keuangan yang cukup, peralatan yang dimiliki, dan pengetahuan yang dibutuhkan,” kata Nasir Abbas yang mantan pimpinan Jamaah Islamiyah.
Ia menjelaskan, berdasarkan latar belakang dan keadaan sehari-hari si pelaku (Imam Mustofa), bisa disebut bahwa si pelaku tidak memiliki tiga unsur yang disebut di atas. “Makanya pelaku menggunakan senjata tajam,” tegasnya.