Tafsir Al-Isra' 61-62: BMKG Bisa Apa (?)

Tafsir Al-Isra ILUSTRASI: Petugas BMKG sedang memantau cuaca.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag

61. Wa-idz qulnaa lilmalaa-ikati usjuduu li-aadama fasajaduu illaa ibliisa qaala a-asjudu liman khalaqta thiinaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu semua kepada Adam,” lalu mereka sujud, kecuali Iblis. Ia (Iblis) berkata, “Apakah aku harus bersujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?”

62. qaala ara-aytaka haadzaa alladzii karramta ‘alayya la-in akhkhartani ilaa yawmi alqiyaamati la-ahtanikanna dzurriyyatahu illaa qaliilaan

Ia (Iblis) berkata, “Terangkanlah kepadaku, inikah yang lebih Engkau muliakan daripada aku? Sekiranya Engkau memberi waktu kepadaku sampai hari Kiamat, pasti akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

TAFSIR AKTUAL

Kini kita sedang mengaji soal Malaikat, Iblis, dan Adam ketika mereka masih tinggal di surga sono, dulu. Seperti dikisahkan, pada ayat sebelumnya, komunitas malaikat protes soal rencana Tuhan yang hendak mencipta Adam. Mereka berprasangka buruk, bahwa Adam kelak menjadi makhluk perusak, penumpah darah, dan seterusnya. Meski begitu, mereka mau bersujud dan menghormat Adam. Beda dengan Iblis, dia merasa elitis dan membangkang.

Yang dipetik dari kisah ini adalah prediksi mereka. Kemampuan malaikat memprediksi sifat dan perilaku anak Adam kelak. Dan benar, memang merusak dan menumpahkan darah sesama, entah atas nama apa. Kritik malaikat ini penting kita ambil sebagai pelajaran, sebagai pitutur, agar kita tidak jatuh seperti dugaan mereka. Sedangkan si Iblis malah bersumpah hendak menjerumuskan kita. Ini yang wajib kita lawan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Dunia prediksi dan ramal-meramal sudah dimulai sejak awal sejarah manusia dan kita bisa pilah dan pilih. Ada ramalan mistik yang tidak berdasar sehingga hasilnya tidak definitif. Seperti ramalan dukun tentang nasib seseorang. Siapa percaya pol dengan ramalan itu, maka kufur, karena menafikan peran Tuhan. Tapi jika berserah total, hanya kepada Tuhan, maka tidak.

Andai anda diramal, enaknya disikapi enak saja. Bila diramal baik, maka kita berusaha, berdoa dan yakin bahwa Allah SWT akan mewujudkan. Tapi bila diramal buruk, maka kita buang jauh-jauh dan berlindung diri kepada-Nya serta memohon yang terbaik. Kayak petunjuk bermimpi. Bila mimpi baik, maka beroptimislah terjadi. Bila mimpi buruk, maka berlindung diri. Baca al-mu'awwidzatain, surah al-Falaq, dan al-Nas, lalu menengok ke kiri sambil meludah ringan tiga kali, isyarat membuang sial.

Dan ada juga ramalan rasional. Ini lebih cocok disebut sebagai konsekuensi dari hukum sebab akibat. Misalnya, ada mendung menggelap, pertanda akan hujan, insya Allah. BMKG bisa membaca tanda-tanda alam lebih detail dan memprediksi akibatnya. Itu berdasar ilmu, maka bukan ramalan yang diharamkan, melainkan informasi dini yang bermanfaat dan berpahala.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Seperti Malaikat, tidak semua prediksinya benar. Tidak semua anak Adam perusak dan penumpah darah. Yang shalih juga banyak, seperti para nabi, bahkan kesalehan mereka melampaui derajat malaikat.

BMKG itu manusia, bukan Tuhan. Jadi, hanya bisa memprediksi hal-hal kecil yang mudah terbaca saja. Seperti gelombang laut, angin kencang, cuaca, erupsi dan sebangsanya. Bencana alam besar yang sangat menghancurkan dan sifatnya dadakan sungguh rahasia Tuhan demi realisasi iradah-Nya sendiri. Maka belum pernah ada peringatan pasti dari BMKG tentang akan adanya tsunami nanti sore, besok pagi, atau lusa.

Paling-paling memberi peringatan samar dan tidak pasti, seperti perlu diwaspadai ada tsunami susulan, gempa susulan, tanah longsor susulan. Ya, tapi kapan?. Dan yang sering dan panjang justru menganalisis setelah kejadian, setelah korban bergelimpangan. Tsunami terjadi karena ini dan itu, bergesernya lempengan bumi dan seterusnya. Dan itu semua tidak berguna bagi terdampak bencana. 

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO