Bank Runs dan Tindakan Preventif yang Harus Dilakukan

Bank Runs dan Tindakan Preventif yang Harus Dilakukan Ilustrasi Rush Bank di India.

Oleh Mada Sabtandhari*

Baru-baru ini marak beredarnya isu tentang bank runs atau yang lebih dikenal dengan rush money yang menghebohkan masyarakat. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan bank runs? Apa bahaya yang dapat ditimbulkannya? Simak penjelasannya berikut ini!

Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Era Revolusi Industri 4.0 dalam Hal Komunikasi

Bank runs merupakan sebuah kejadian di mana terdapat banyak nasabah bank yang berbondong-bondong untuk menarik uang mereka dari bank dalam waktu yang bersamaan. Hal ini memicu semakin berkurangnya cadangan bank, mengingat bahwa bank tidak menyimpan cadangan cash dalam jumlah yang banyak, atau hanya menyimpan dalam porsi sedikit di setiap cabangnya. Jika penarikan ini terjadi terus-menerus, maka bank akan kehabisan uang.

Bank runs ini akan menyebabkan pailit kepada bank yang bersangkutan, dan jika terdapat banyak bank yang terlibat, maka akan terjadi pergolakan dalam dunia perbankan yang nantinya akan mengacu kepada keadaan resesi. Bank runs ini diduga juga mampu untuk menghancurkan perekonomian suatu negara apabila terjadi secara besar-besaran.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bank runs menimbulkan kerugian yang jika terus dibiarkan maka akan merusak sistem perekonomian negara yang bersangkutan. Akibat yang pertama yaitu dapat menyebabkan bank menjual asetnya secara besar-besaran yang akan menimbulkan kerugian bagi bank tersebut. Hal ini dikarenakan sedikitnya cash yang disiapkan oleh bank untuk penarikan uang nasabah.

Baca Juga: Edukasi Keuangan Digital di PRS Pandaan 2023, BRI Dorong Pelaku UMKM Manfaatkan QRIS dan BRImo

Jadi, apabila jumlah uang yang ditarik oleh nasabah melebihi dari jumlah uang yang disiapkan oleh bank, maka bank akan menggunakan bank reserves untuk menalangi uang tersebut. Dan jika bank reserves mulai menipis, bank akan melakukan penjualan aset jangka panjangnya. Jika bank runs terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dan bank terpaksa harus menjual asetnya, maka bank akan mengalami kerugian karena dalam waktu tersebut terjadi krisis keuangan yang bukan merupakan waktu yang tepat untuk menjual aset. Jika hal ini terus terjadi, maka nantinya bank akan benar-benar kehabisan cadangan dan asetnya yang akan memicu terjadinya akibat kedua, yaitu keadaan bank gagal (bank failures).

Kondisi bank runs ini sangat krusial, karena jika benar-benar terjadi akan menimbulkan dampak negatif seperti yang sudah dijelaskan di atas. Oleh karena itu, ketika bank memperkirakan bahwa akan menghadapi bank runs, bank harus segera melakukan tindakan-tindakan pencegahan hal ini agar tidak terjadi kepada bank.

Tindakan preventif yang pertama yaitu slow it down yang berarti melambatkan segala proses yang berkaitan dengan nasabah untuk memungkinkan bank melakukan kegiatan perbankan dengan uang nasabah sebelum mereka benar-benar menariknya. Hal ini terjadi di Amerika Serikat pada saat terjadi resesi, bank yang memperkirakan terjadinya bank runs menginstruksikan kepada para pegawainya dan keluarga pegawai untuk mengantre panjang di depan teller dan melakukan penarikan uang secara lambat dan dalam jumlah yang relatif kecil.

Baca Juga: Output Sekolah Rendah, Salah Siapa?

Namun seiring waktu berjalan, metode ini dirasa kurang efektif karena teknologi e-banking dan/atau m-banking sudah menjamur di dunia perbankan saat ini, yang memungkinkan para nasabah untuk melakukan kegiatan banking di manapun dan kapan pun dengan waktu yang sesingkat mungkin.

Tindakan yang kedua, bank dapat menyediakan pelayanan asuransi untuk deposito nasabah yang apabila terjadi sesuatu di luar kendali bank, maka para nasabah akan tetap mampu untuk melakukan penarikan uang nasabah.

Tindakan yang ketiga, yaitu bank dapat mendorong para nasabahnya untuk membuat ketentuan deposito, dan nantinya akan mendapatkan bunga dari uang yang didepositokan. Salah satu kententuan ini ialah, para nasabah tersebut hanya akan mampu untuk melakukan penarikan depositonya di akhir periode yang sudah ditentukan. Apabila nasabah melakukannya sebelum jatuh tempo, maka akan dikenai pinalti.

Baca Juga: Mengapa Permintaan untuk Data Scientist Semakin Meningkat di Indonesia?

Apabila bank sudah benar-benar dalam kondisi bank runs, maka tindakan yang dapat dilakukan oleh bank ialah melakukan pinjaman, apabila cadangan bank sudah tidak bisa meng-handle besarnya jumlah penarikan uang. Bank dapat meminjam uang kepada bank-bank umum lain maupun bank sentral. Jika bank mendapatkan pinjaman yang terpaut besar, maka bank tidak akan perlu untuk mengambil cadangannya untuk menalangi uang yang ditarik oleh para nasabah. Hal ini akan memungkinkan bank untuk tetap melakukan kegiatannya dan secara otomatis mencegah bank dari kondisi pailit.

Di Indonesia, istilah bank runs ini cukup jarang didengar, karena orang-orang mengistilahkannya dengan sebutan rush money. Isu rush money belakangan ini booming di sosial media yang dilatarbelakangi oleh keadaan pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang ini. Walaupun begitu, masyarakat Indonesia diimbau untuk tidak panik berlebihan sampai melakukan penarikan uang secara besar-besaran dari rekening bank mereka.

Menurut Pengamat Paul Sutaryono, kesehatan perbankan di Indonesia masih cukup kuat, sehingga masyarakat bisa tetap menyimpan uangnya di bank dengan tenang. Apalagi setelah pemerintah menyiapkan bank jangkar untuk memperkuat likuiditas perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyampaikan bahwa saat ini rasio keuangan perbankan berada dalam batas atas (threshold).

Baca Juga: BRI Cabang Kaliasin Bangun Sinergi dengan Pesantren Luhur Al Husna Surabaya

Hal ini dapat dilihat dari permodalan (CAR) yaitu 22,13 persen, kredit bermasalah yaitu 2,89 persen untuk NPL Gross, dan 1,09 persen untuk NPL Net, serta kecukupan likuiditas yang meliputi rasio alat likuid (non-core deposit) sebesar 117,8 persen dan alat likuid (DPK) sebesar 25,14 persen yang terlampaui jauh di atas threshold-nya, yakni masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Data ini merupakan data yang didapat pada April 2020. Kemudian, OJK juga melakukan pengawasan keuangan untuk mengawasi kesehatan bank-bank agar selalu up-to-date terhadap kesehatan bank di masa pandemi Covid-19 ini. Selain itu, Pemerintah juga telah mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan berita bohong (hoax), terlebih mengenai isu bank runs atau rush money ini yang merupakan salah satu isu sensitif saat ini. Para penyebar hoax ini akan dikenai sanksi dalam Undang-Undang ITE yang dapat terancam hukuman penjara ataupun denda. Jadi dengan demikian, masyarakat diharapkan tetap tenang dalam menyimpan uangnya dalam bank karena memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai isu bank runs ini.

*Penulis adalah Mahasiswa PKN STAN

Baca Juga: Bank Jatim Raih Penghargaan Bank dengan Kinerja Sangat Bagus 20 Tahun Berturut-Turut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO