I​nilah Jenis Berita yang Berpotensi di-Remove Facebook

I​nilah Jenis Berita yang Berpotensi di-Remove Facebook Webinar Memahami Aspek Ekonomi Platform Digital, yang digelar dalam rangka Konferensi Wilayah Asosiasi Media Siber Indonesia Jawa Timur, Jumat (23/10/2020). (foto: ist)

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Platform media sosial memiliki standar komunitas yang ketat, kendati ada kebebasan berbicara sebagai konsekuensi demokrasi. Standar komunitas ini juga menyeleksi berita-berita yang diunggah di .

Yos Kusuma, Indonesia Strategic Partner Manager-News Indonesia and Malaysia mengatakan, komitmen terhadap ekspresi sangat penting. "Namun untuk menghindari penyalahgunaan kami membatasi ekspresi untuk satu atau beberapa nilai untuk mendukung terciptanya keaslian, keamanan, privasi, dan martabat," katanya dalam acara webinar bertema Memahami Aspek Ekonomi Platform Digital, yang digelar dalam rangka Konferensi Wilayah Asosiasi Media Siber Indonesia Jawa Timur, Jumat (23/10/2020).

Baca Juga: Konferwil AMSI Jatim, Ainun-Amir ​Terpilih Sebagai Ketua dan Sekretaris Periode 2024-2028

Beberapa nilai berita yang dilarang diunggah di adalah tindak kekerasan dan kriminal yang menyangkut kekerasan dan hasutan, individu dan organisasi berbahaya, mengoordinasi bahaya dan mempublikasikan tindakan kriminal, barang dengan izin khusus, serta penipuan dan pengelabuan.

"Yang dicari di sini adalah kita tidak meng-glorify atau membesar-besarkan kejadian kriminal, atau menyanjung organisasi berbahaya, misalkan organisasi teroris," kata Yos.

juga sangat ketat terhadap unggahan berita menyangkut keamanan, yang meliputi bunuh diri dan melukai diri. "Boleh memberitakan, tapi jangan menunjukkan korban, bentuk foto maupun video. Ada banyak cara memberitakan kasus bunuh diri, seperti foto pihak berwenang yang memberikan keterangan atau foto saksi mata," kata Yos.

Baca Juga: Pria di Gresik Nekat Akhiri Hidup dengan Gantung Diri Sambil Disiarkan di Facebook

Mengapa sangat ketat? "Karena bunuh diri dan melukai diri membawa penderitaan bagi keluarga dan teman korban," kata Yos.

juga tidak menoleransi eksploitasi seksual, pelecehan, ketelanjangan anak, eksploitasi seksual orang dewasa, perundungan dan pelecehan, eksploitasi manusia, serta pelanggaran privasi dan hak privasi gambar.

Yos mengatakan, akan menghapus konten yang menyinggung berupa ujaran kebencian. "Memberitakan tidak apa-apa, tapi tidak usah manifestonya disertakan dalam berita tersebut," katanya.

Baca Juga: [HOAKS] Presiden Jokowi sedang Menatap Hidangan Babi yang Ada di Depannya

Sementara untuk konten kekerasan dan sadis, tak bisa menerima berita yang mendetail menggambarkannya. Begitu juga dengan ketelanjangan orang dewasa dan aktivitas seksual, ajakan seksual, dan konten yang kejam dan tidak sensitif.

sangat memperhatikan integritas dan keaslian, dan melarang adanya identitas palsu maupun spam. "Spam cukup luas. Tapi untuk media berita, kami belum menemukan case untuk spam ini," kata Yos.

Sementara terkait keamanan cyber, termasuk doxing. "Kalau ada pemberitaan mengenai kasus doxing ya jangan dipajang lagi informasi privasinya," kata Yos.

Baca Juga: 15 Kata-kata Ucapan Terbaru Maulid Nabi Muhammad SAW 2023 Cocok untuk Caption Medos dan WA

menghormati hak kekayaan intelektual. "Kalau ada yang bikin video dan lagu, pastikan Anda memiliki hak atas karya tersebut," kata Yos.

bisa melayani permintaan terkait konten dari permintaan pengguna dan perlindungan tambahan untuk anak bawah umur.

Standar komunitas melarang perilaku tidak asli atau impersonasi dan mengunggah pesan yang tidak benar. juga melarang berita palsu maupun media yang dimanipulasi. "Tapi bukan yang menentukan keaslian sebuah berita," katanya.

Baca Juga: Merasa Tertipu saat Transaksi lewat Facebook, Warga Gampeng Kediri Lapor Polisi

Siapa yang menilai? "Yang menilai adalah pemeriksa fakta pihak ketiga. bekerja sama dengan International Fact Checking Network. Di Indonesia, bekerja sama dengan Tempo, Liputan6, Kompas, Masyarakat Anti Hoax, Mafindo, dan beberapa nonmedia," kata Yos.

Setelah ada laporan dari pengguna, pemeriksa fakta ini memberikan rating pada konten. "Setelah rating di konten muncul, yang menyelesaikan bukan kami. Kami di menghindari ikut campur di proses dialog antara tim cek fakta dengan si pemilik konten. Di situ harus ada dialog," kata Yos. (tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO