Mengintip Aktivitas Warga Gayam Bojonegoro dalam Merajut Ekonomi di Tengah Pandemi

Mengintip Aktivitas Warga Gayam Bojonegoro dalam Merajut Ekonomi di Tengah Pandemi Siti Nurul Hidayati sedang merajut sebuah tas.

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Pandemi Covid-19 selain menimbulkan masalah kesehatan, juga berdampak serius pada perekonomian masyarakat. Dampak pandemi ini juga mengakibatkan tersumbatnya nadi perekonomian.

Pandemi Covid-19 ini juga memaksa kita harus beradaptasi. Mereka yang mempunyai inovasi dan menguasai keterampilan tentu akan mampu bertahan dari terjangan badai pandemi yang menghantam jantung perekonomian negeri ini.

Siti Nurul Hidayati, satu dari sekian ibu rumah tangga di Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro yang mampu bertahan dan terus produktif di bidangnya, yakni merajut benang menjadi aneka macam suvenir bernilai tinggi seperti tas, dompet, gantungan kunci, kaver tisu, masker, dan barang menarik lain-lain.

Aktivitas itu mampu dia lakukan di sela-sela tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak. Kepada BANGSAONLINE.com, ibu berusia 28 itu menjelaskan, ilmu keterampilan merajut benang menjadi aneka ragam suvenir menarik itu awalnya dia dapatkan dari mengikuti pelatihan yang diselenggarakan perusahaan Migas ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) yang sedang beroperasi di desanya.

"Tahun 2018 lalu, saya ikut pelatihan dari ExxonMobil Cepu. Satu desa diambil empat orang. Karena tahu peluangnya besar, apalagi ibu-ibu kerjanya di rumah, akhirnya saya ikut. Kemudian bulan Januari 2019 saya coba mulai praktikkan sendiri di rumah," ujarnya, Senin (4/1/21).

Nurul Hidayati setiap hari terus belajar merajut, hingga puncaknya pada bulan Februari 2019, sebuah perusahaan di Yogyakarta melirik dan meminta tenaganya untuk merajut benang menjadi aneka macam barang.

"Awalnya cuma berani order 100 buah tas jadi (dari benang dirajut sampai jadi tas). Alhamdulillah sekarang sudah sampai 1.000 buah tas jadi dalam sekali order," jelasnya.

Pekerjaan yang digeluti Nurul Hidayati ini semakin hari semakin berkembang. Bahkan para ibu rumah tangga di sekitarnya banyak yang tertarik dan ikut belajar merajut di rumahnya.

"Karena sudah banyak ibu-ibu yang bisa merajut, akhirnya kita bentuk kelompok bersama pemerintah desa. Namanya Kelompok Rajut Bumi Pertiwi. Sekarang anggotanya 50, ibu-ibu semua," ujar Nurul yang juga sebagai ketua kelompok rajut tersebut.

Para ibu rumah tangga yang dibawahinya itu melakukan pekerjaan merajut di rumahnya masing-masing. Namun dalam waktu 10 hari sekali diharuskan hadir di rumahnya untuk mengumpulkan hasil rajutannya serta evaluasi.

"Per orang rata-rata bisa mengerjakan 10 sampai 15 buah tas dalam waktu pengerjaan 10 hari. Lumayan sih karena bisa dikerjakan sambil santai di rumah, daripada menganggur ibu-ibu dapat pemasukan," ujarnya.

Nurul menambahkan, upah dari merajut itu lebih dari cukup dibandingkan dengan tingkat kesulitannya. Dalam waktu sepuluh hari mereka bisa memperoleh pemasukan senilai Rp 600 ribu, bahkan bisa lebih tergantung sedikit banyaknya mengambil orderan.

"Lumayan upahnya karena tidak menyita waktu banyak. Untuk kesulitannya sih tidak ada kalau sudah belajar, karena ada rumus patennya dalam merajut ini," paparnya.

Selain mengerjakan pesanan rajut dari perusahaan di Yogyakarta, Nurul dan kawan-kawan juga sering mendapat pesanan dari ExxonMobil Cepu Limited seperti membuat masker dan suvenir lainnya.

"Kadang juga dapat pesanan khusus dari orang-orang migas, misalnya membuat tas dengan motif-motif tertentu," ujarnya menambahkan. (nur/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO