Pembobolan 279 Data WNI di BPJS, ​Gimana Jika Terjadi di Data Militer, Harus Rajin Ganti Password

Pembobolan 279 Data WNI di BPJS, ​Gimana Jika Terjadi di Data Militer, Harus Rajin Ganti Password Para pembicara dalam Gelora Talk 'Sistem Keamanan Nasional di Era Digital' di Gelora Media Centre, Jakarta, Sabtu (29/5/2021) petang. foto: Ist./ BANGSAONLINE.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) meminta pemerintah Indonesia segera merumuskan sistem dan strategi pertahanan baru di era digital. Hal ini menyangkut keamanan nasional pasca pembobolan 279 juta data WNI di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Sekarang baru kebobolan data BPJS, kita belum kebayang kalau data militer, kepolisian, dan seterusnya itu semua bobol. Ini yang kita belum kebayang," kata Anis Matta dalam Gelora Talk 'Sistem Keamanan Nasional di Era Digital' di Gelora Media Centre, Jakarta, Sabtu (29/5/2021) petang.

Baca Juga: Pascaterpilih Anggota DPD RI, Ning Lia Bolak-Balik Jadi Sasaran Hacker

Dalam diskusi yang juga dihadiri Menkominfo 2014-2019 Rudiantara, serta pakar intelijen dan keamanan Andi Wijayanto itu, Anis Matta menegaskan, dengan sistem pertahanan baru tersebut, maka akan cepat diketahui kelemahannya di mana, apabila keamanan digitalnya berhasil dibobol.

"Kalau kita bicara keamanan digital, ini hulu masalahnya di mana, kita tidak tahu. Sehingga di sisi pertahanan, kita perlu rumuskan sistem dan strategi pertahanan yang baru, serta independen dalam teknologi seperti," katanya.

Menurut Anis Matta, dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional, Indonesia bisa mencontoh China dan Rusia yang paling jarang mengalami kebobolan, karena independen dalam teknologi.

Baca Juga: Waspada Penipuan Digital, ini Cara-Cara Mengenali Website Palsu!

"Mungkin karena kita nggak punya negara yang jadi musuh secara spesifik, kita jadi abai. Musuh kita di era digital, bukan negara, tapi korporasi kecil-kecil. Yang kerjaannya memang nge-hack, mencuri data," tegas Anis Matta.

Mantan Menkominfo Rudiantara mengungkapkan, Indonesia memang kerap menjadi sasaran serangan siber. Indonesia menjadi negara ketiga yang paling banyak mendapat serangan siber.

Baca Juga: Jatim Dominasi Kota/Kabupaten Predikat 10 Terbaik Digital Government Award SPBE Summit 2024

"Hari ini Indonesia masuk nomor 3 negara, setelah Mongolia dan Nepal, negara yang jadi target attack. Sampai jam hari ini sudah ada 8 juta attack di dunia, Jadi setiap detik ada malware, bukan hacking, bukan phising," kata Rudiantara.

Malware adalah perangkat lunak yang ditujukan untuk memanipulasi hingga mencuri data digital. Sedangkan hacking merupakan aktivitas penyusupan ke dalam sebuah sistem komputer ataupun jaringan dengan tujuan untuk menyalahgunakan ataupun merusak sistem.

Sementara phising adalah sebuah upaya menjebak korban untuk mencuri informasi pribadi, seperti nomor rekening bank, kata sandi, dan nomor kartu kredit.

Baca Juga: Dorong Layanan Digital, Bupati Gresik Adakan Nawakarsa Award Desa SIAP

Aksi phising bisa dilancarkan melalui berbagai media seperti e-mail, media sosial, panggilan telepon, dan SMS, atau teknik rekayasa sosial dengan memanipulasi psikologis korban.

"Ini terjadi ini dunia nyata kita, ini bukan menakut-nakuti. Ini memberi awarenesses betapa attack itu secara global terus menerus terjadi," jelasnya.

Baca Juga: Waspada Penipuan dengan Metode Link Undangan Nikah, Berikut Tips Menghindarinya

Rudiantara meminta masyarakat rajin mengganti pin atau password secara rutin dalam menjaga keamanan data sehari-hari di era digital. Ia menganalogikan menjaga keamanan data seperti menjaga dompet.

"Siapa yang berani simpan dompet di restoran tanpa diawasi? Semua kan disimpan di kantong baik-baik. Nah, sama seperti di keamanan digital kita harus selalu ikhtiar. Ikhtiarnya apa? Dengan disiplin, dengan konsisten, menjaga kerahasiaan pin, password," ujarnya.

Sementara itu, pakar intelijen dan keamanan Andi Wijayanto mengatakan, Indonesia sudah saatnya memperkuat teknologi di era digital untuk keamanan nasionalnya.

Baca Juga: Uang di Rekening Hilang Gara-Gara Link Palsu, Istri Anggota DPRD Kediri Lapor Polisi dan OJK

"Untuk amankan siber kita, untuk memperkuat keamanan nasional kita, kuncinya teknologi," kata Andi.

Namun, penguatan teknologi digital Indonesia saat ini terhambat, karena pandemi Covid-19. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang terbentuk pada 2017 lalu, tidak dalam kondisi ideal untuk membangun infrastruktur, karena keterbatasan pengalokasian anggaran.

"Kepalanya sedang berupaya transformasi BSSN. Tiba-tiba 'boom', Covid-19. Jadi tertunda yang direncanakan. Karena harus prioritaskan Covid-19. Moga-moga pandemi segera berakhir," pungkasnya

Baca Juga: Lantik ISNU Kediri, Prof Mas'ud Said Ingatkan Kekuatan Media Digital untuk Dakwah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO