Guru Besar Ini Dua Minggu Makan Mie Instan, Demi Uang Rp 100 Juta untuk Beli Peralatan Penelitian

Guru Besar Ini Dua Minggu Makan Mie Instan, Demi Uang Rp 100 Juta untuk Beli Peralatan Penelitian Dahlan Iskan

Sel kanker dari pasien dimasukkan ke ikan zebra. Diteliti. Ikan itu diobati dengan berbagai pilihan obat kanker. Yang lama maupun temuan baru. Dilihat mana yang punya pengaruh.

Maka ketika pandemi Covid melanda Indonesia terpikir ikan zebra. "Carinya sulit. Terutama yang memenuhi syarat untuk ," katanya. "Kami harus menunggu mereka kawin dulu dan beranak. Lebih tiga bulan," tambahnya.

PNF lantas membuat tiga kelompok . Masing-masing kelompok 15 ikan zebra. Kelompok pertama: yang insangnya ditetesi virus Covid-19. Kelompok kedua: yang perutnya dimasuki virus lewat suntikan. Kelompok ketiga: yang airnya saja yang diberi virus.

Di kelompok terakhir pasti: airnya menjadi positif. Hasil PCR terhadap air seperti itu. Namun di kelompok satu maupun dua sama: airnya pun positif. Dan ikan-ikan di situ positif Covid.

Berarti, kata Nidom ikan zebra di aquarium juga bisa menularkan Covid. PNF belum melakukan ke ikan lainnya.

Ia pernah terpikir melakukan di ikan hiu. Yakni untuk penyembuhan HIV.

Waktu itu Nidom akan mencoba menularkan HIV ke hiu. Lalu akan dicoba disembuhkan lewat pengembangan sel dendritic. Seperti yang belakangan dilakukan Prof Dr Terawan lewat Vaksin Nusantaranya.

"Saya batalkan karena bisa terkena pidana," ujar Nidom. "Kami terbentur UU satwa yang harus dilindungi," katanya.

Seperti itu pun tidak bisa berjalan. Apalagi kalau harus menjadikan babi sebagai donor transplantasi jantung. Yang Anda masih ingat: berhasil dilakukan di Maryland, USA, beberapa bulan lalu. Pasiennya baru meninggal dua bulan setelah itu –sedang diteliti mengapa meninggal.

Juni kemarin transplantasi serupa berhasil dilakukan lagi. Sekaligus untuk dua orang. Kali ini di New York, USA. Di New York University. Yang melakukan: Dr Nader Moazami. Sampai tulisan ini dibuat belum ada tanda-tanda gagal.

Metodenya sama: jantung babi itu dimodifikasi. Yakni di peternakan khusus babi untuk . Gen tertentunya dibuang. Misalnya gen yang membuat jantung tumbuh membesar, melebihi rongga jantung di dada. Juga delapan modifikasi lainnya.

Nidom menyayangkan Prof Mikra di satu hal: mengapa tidak berani mengungkapkan soal penghayatan agama sebagai salah satu penyebab terhambatnya .

"Mestinya ungkapkan saja. Meskipun sensitif," katanya.

Tapi itu memang benar-benar sensitif.

Lalu soal minimnya dana Riset. Nidom mengakui. Setuju. Tapi peneliti yang sungguh-sungguh tidak boleh menyerah.

Nidom pernah mengalami sendiri. Saya sampai merinding membaca tulisannya.

Suatu saat ia terbentur persoalan: tidak punya uang. Padahal harus membeli beberapa alat . Ia tidak menyerah. Ia luncurkan surat ke satu lembaga di Jepang. Ia menawarkan diri untuk mengajar di sana. Gajinya akan digunakan untuk membeli alat .

Permohonan Nidom dikabulkan. Ia pun mengajar di Jepang selama dua minggu. Agar menghemat, ia membawa dari Indonesia. Tiap hari ia makan . Setelah dua minggu Nidom pulang bisa membawa uang sekitar Rp 100 juta. Ia beli peralatan yang dibutuhkan. Ia puas. Penelitiannya bisa berjalan.

Membaca kisah itu mestinya para peneliti yang demo. Tapi Nidom demo dengan caranya sendiri. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO