Suami Tidak Pernah Salat, Zinakah Saya Setiap Suami Minta Dilayani?

Suami Tidak Pernah Salat, Zinakah Saya Setiap Suami Minta Dilayani? Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said.

>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<

Pertanyaan:

Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Assalamualaikum KH Imam yang saya hormati. Saya ingin menayakan keraguan dalam kehidupan rumah tangga yang saya alami.

Apakah benar punya suami yang tidak pernah sembahyang, ketika berhubungan badan dihukumi ?

Saya sendiri sudah menikah dengan suami dengan cara Islam. Mohon penjelasannya agar saya tidak ragu dalam kehidupan berumah tangga. Terima kasih jawabannya.

Baca Juga: Skema Murur, Mabit di Muzdalifah Wajib atau Sunnah Haji? Ini Kata Prof Kiai Imam Ghazali Said

Wassalamualaikum.

Anna, Surabaya

Jawaban:

Baca Juga: Minta Kebijakan Murur Dievaluasi, Prof Kiai Imam Ghazali: Hajinya Digantung, Tak Sempurna, Jika...

Waalaikummussalam w.w.

Mbak Anna yang saya hormati, saya doakan semoga kehidupan rumah tangga Anda jadi rumah tangga yang sakinah mawahdah warahmah. Aamiin.

Perlu Mbak ketahui, pernikahan dalam Islam memiliki ketentuan hukum sendiri yang tidak terkait dengan ketaatan seseorang dalam menjalankan ibadah salat. Seseorang tersebut menjalankan salat atau tidak, pernikahan yang Mbak jalani tetap sah adanya.

Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

Asal, sepenjang proses pernikahan Mbak dulu secara Islami sudah memenuhi syarat rukun nikah yang ditentukan dalam Islam.

Rukun adalah bagian pokok dari suatu perbuatan yang membuat perbuatan tersebut dinyatakan sah. Contohnya, salat tidak akan sah tanpa takbiratul ihram, karena takbiratul ihram merupakan bagian pokok dari shalat tersebut.

Demikian juga dengan pernikahan, rukun nikah berarti bagian dari nikah itu sendiri jika ketiadaan salah satu diantaranya akan menjadikan nikah tersebut menjadi tidak sah.

Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut

Dikutip dari Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 41, rukun nikah tersebut ialah: فَصْلٌ: فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا. " أَرْكَانُهُ " خَمْسَةٌ " زَوْجٌ وَزَوْجَةٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيغَةٌ

Artinya: “Pasal tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima, yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat. "

Dari pemaparan di atas bisa kita pahami bahwa rukun nikah ada lima, yakni:

Baca Juga: Peletakan Batu Pertama Perpustakaan Khofifah, Prof Kiai Imam Ghazali Berharap seperti Al-Azhar Mesir

Pertama, mempelai pria. Mempelai pria yang dimaksud di sini adalah calon suami yang memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42: و شرط في الزوج حل واختيار وتعيين وعلم بحل المرأة له 

Artinya: “Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya.”

Kedua, mempelai wanita. Mempelai wanita yang dimaksud ialah calon istri yang halal dinikahi oleh mempelai pria. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.

Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah

Ketiga, wali. Wali di sini ialah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek maupun pamannya dari pihak ayah (‘amm), dan pihak-pihak lainnya. Secara berurutan, yang berhak menjadi wali adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak lelaki paman dari jalur ayah.

Keempat, dua saksi. Dua saksi ini harus memenuhi syarat adil dan terpercaya. Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), hal. 31 mengatakan, wali dan dua saksi membutuhkan enam persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil.”

Kelima, shighat. Shighat di sini meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria.

Baca Juga: Pembubaran Pengajian di Surabaya, Prof Kiai Imam Ajak Bagi Tugas Dakwah, Syafiq Basalamah Wahabi?

Perkawinan dalam Islam secara global pasangan calon kemanten itu adalah muslim dan muslimah. Soal taat salat atau belum, itu soal proses yang tak merusak hukum perkawinannya. Demikian jawaban saya. Wallahu a'lam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO