NOW YORK, BANGSAONLINE.com – Lima anak terpaksa mendekam dalam penjara. Selama lima tahun. Ini gara-gara polisi salah melakukan identivikasi pelaku pemerkosaan. Anak-anak itu bahkan mengaku diintimidasi saat diperiksa polisi.
Untung kemudian pelaku pemerkosaan itu – bukan lima anak yang terlalunjur dipenjara – iba. Ia mengaku bahwa dialah yang memperkosa gadis itu.
Pengadilan pun membebaskan lima anak itu. Setelah – sekali lagi – mendekam dalam penjara selama llima tahun.
Lalu apa hubungannya dengan Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat itu? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di BANGSAONLINE edisi Ahad 9 April 2023 di bawah ini. Selama membaca:
“KARMA”, katanya.
Maka lanjutan serial Safari Ramadan pun kalah dengan artikel ini.
Ia tidak akan lupa Donald Trump. Peristiwanya sendiri sudah berlalu hampir 35
tahun. Waktu itu Trump sudah jadi konglomerat real estate di New York. Ia sudah
punya Trump Tower, gedung 58 lantai di Fifth Avenue yang iconic itu. Dari lantai
atas gedung ini Trump bisa melihat keindahan taman luas di bawahnya: Central
Park nan hijau. Anda sudah tahu: itulah taman hutan terluas di Manhattan.
Di tengah taman itu terjadi pemerkosaan. Korbannya gadis 28 tahun. Kulit putih.
Namanya Trisha Meili.
Kulit putih perlu disebut karena Meili terasosiasi dengan gadis cantik Tionghoa. Kulit
putih juga perlu disebut karena opini sudah terbentuk: kalau korbannya kulit putih
asosiasi langsung menuju ke kulit hitam sebagai pelakunya.
Sejumlah remaja kulit hitam pun ditangkap. Mereka dari kampung dekat taman.
Sepuluh hari kemudian Donald Trump pasang iklan satu halaman penuh. Di empat
koran New York. Isinya: Hukum mati! Kembalikan kekuasaan polisi!
Trump mengeluarkan uang lebih Rp 25 miliar untuk biaya iklan itu (USD 186.000).
Trump begitu simpati kepada Meili. Gadis itu tidak hanya diperkosa. Dia juga
dipukuli sampai kepalanya retak. Dia juga diseret ratusan meter. Sampai
punggungnya penuh luka kena rerumputan dan bebatuan. Dan dia juga dirampok.
Sempurna sekali kejahatan terhadap Meili.
Dia ditemukan dalam keadaan koma: sudah pukul 01.00 dini hari. Dan Meili tetap
koma sampai iklan itu terbit. Begitu berat penganiayaan terhadap gadis Meili.
Ditemukanlah rambut kemaluan laki-laki, sidik jari dan sisa sperma di dalam vagina
Meili. Itulah bukti kuat untuk membawa perkara ini ke pengadilan.
Malam itu, pukul 20.30, Meili jogging di Central Park. Di taman ini memang banyak
orang berolah raga. Jalan kaki, jogging, bersepeda.
Akhir April adalah bulan yang sangat nyaman di New York. Udara sejuk. Sudah tidak
dingin tapi belum panas. Pukul 20.00 juga belum terasa terlalu gelap. Daun-daun di
Central Park sudah hijau sempurna. Bunga-bunga berkembang lagi endel-endel-
nya. Musim semi sudah membuahkan hasil kesempurnaannya.
Meili jogging di dalamnya.
Malam itu segerombolan remaja juga berlarian di Central Park. Sekitar 20 remaja.
Semuanya kulit hitam –kecuali satu keturunan Spanyol. Mereka dari kampung tidak
jauh dari Central Park.
Seorang pesepeda dipukul. Terjengkang. Makanannya diambil. Minumannya
dirampas: bir. Mereka tertawa-tawa. Usia mereka 14 dan 15 tahun. Pesepeda inilah
yang lari dan kemudian melapor ke polisi.
Ketika polisi tiba. Gerombolan remaja itu sudah tidak ada di Central Park. Polisi
terus menyisir taman yang begitu luas: 3,5 km2. Di dalam Central Park polisi justru
menemukan Meili yang tergeletak. Terkulai. Pingsan. Sampai tiga hari kemudian
belum tahu kalau yang pingsan itu bernama Meili.
Peristiwa ini sangat menarik perhatian: Central Park, gadis 28 tahun diperkosa,
segerombolan remaja kulit hitam, pingsan belum siuman pun setelah 10 hari, luka-
luka di sekujur badan, kepala retak.
Media mem-blow up habis-habisan. Karena melibatkan anak di bawah umur dan
pemerkosaan, media membuat istilah sendiri untuk peristiwa itu: Kegilaan Central
Park Lima.
Polisi lantas melakukan serangkaian penangkapan. Sekitar 20 remaja diciduk.
Akhirnya ditetapkan: lima anak sebagai pelaku Kegilaan Central Park Lima.
Satu di antara lima itu mengaku berumur 16 tahun. Namanya Yusef Salam. Dengan
pengakuan itu Salam dianggap sudah dewasa. Iapun ditahan di rumah tahanan
umum. Sedang lainnya ditahan di tempat pendidikan anak.
Salam ternyata berumur 15 tahun juga. Mungkin awalnya ia kurang peduli dengan
umur. Tapi itu sangat merugikan dirinya. “Salam pernah berbohong”. Ini menjadi
salah satu kelemahannya dalam proses sidang berikutnya.
Peristiwa ini tidak hanya dramatis, tapi juga sensitif. Teknologi juga belum begitu
maju. Terutama teknologi DNA. Masalah ras, masalah agama, masalah keamanan
dan kesenjangan campur jadi satu.
Seorang pendeta gereja ortodok Abisinia membuat pernyataan: setiap kali ada gadis
kulit putih yang diperkosa pikiran orang langsung pada pelakunya pasti anak muda
kulit hitam. Itulah Amerika.
Pengadilan membuat langkah yang ke arah objektif. Dewan juri untuk perkara ini
pun disusun berdasar keseimbangan ras: 4 kulit putih, 4 kulit hitam, 2 keturunan
Spanyol, dan 1 orang keturunan Asia.
Penentuan hakimnya juga tidak biasa. Di New York penentuan hakim dibuat sangat
adil. Tidak ada istilah “perkara A diadili oleh hakim A”. Di sana “hakim siapa yang
menangani perkara apa”; ditentukan lewat undian.
Bisa jadi hasil undian itu tidak memuaskan publik: misalnya jatuh ke hakim kulit
hitam. Atau hakim kulit putih. Maka khusus untuk perkara Central Park Lima ini
hakim langsung ditunjuk yang reputasinya sudah diakui oleh publik.
Jaksa membacakan dakwaan. Saksi dihadirkan. Bukti disajikan. Termasuk hasil tes
DNA.
Dewan yuri memutuskan lima remaja itu bersalah. Tapi ada yang dinyatakan tidak
ikut memerkosa. Hukuman pada mereka antara 5 sampai 7 tahun. Satu orang
sampai 12 tahun.
Klik Berita Selanjutnya