Bukan Main! Punya 16 Ribu Santri, Ulama Besar Miliarder ini Sempat Ditolak 3 Cewek karena Miskin

Bukan Main! Punya 16 Ribu Santri, Ulama Besar Miliarder ini Sempat Ditolak 3 Cewek karena Miskin Para pembicara dalam acara budah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Gedung DRPD Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan, Kamis (19/10/2023). Foto: bangsaonline

, BANGSAONLINE.com - Siapa sangka, Kiai miliarder yang sukses dan memiliki 16 ribu santri dulunya orang miskin. Bahkan cintanya sempat ditolak 3 wanita.

Ketum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, bertemu dengan Walikota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin, Rabu (18/10/2023).

Pertemuan pentolan PP Pergunu dengan Walikota Banjarbaru tersebut juga diikuti rombongan.

Ada tokoh sepak bola Habib Abu Bakar, Sekjen OPOP Muhammad Ghofirin, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE M Mas’ud Adnan, Ketua PW Pergunu Kalsel Hj Halimatus Sa’diyah dan pengurus lainnya.

Acara pertemuan tersebut berlangsung di Kantor Pemerintah Banjarbaru, Kalimatan .

Walikota Aditya bercerita bahwa Kota Banjar Baru sangat kecil. Bahkan seperti kecamatan.

“Tapi ada 70 pesantren di Banjar Baru,” kata Walikota Aditya.

Kiai Asep tertarik dengan informasi yang disampaikan oleh sang Walikota. Bahkan Kiai Asep langsung minta pengurus Pergunu Kalsel mengundang para pimpinan pesantren itu pada acara bedah buku Tapi Dermawan yang ditulis M Mas’ud Adnan, CEOHARIAN BANGSA danBANGSAONLINE.

Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu memang sangat peduli terhadap para pimpinan pesantren. 

Kiai Asep aktif melakukan bedah buku di berbagai provinsi dan kabupaten serta kota seluruh Indonesia.

Ia bertujuan untuk memberikan motivasi dan inspirasi agar lembaga pendidikan pesantren berkembang.

Ia berharap pesantren yang ia datangi bisa maju dan modern seperti pesantren Amanatul Ummah yang kini memiliki sekitar 16 ribu santri.

Selain menggelar acara pengesahan PAW Ketua PW Pergunu Kalsel dan pelantikan PC Pergunu Kota dan Kabupaten ada juga acara bedah buku.

Bedah buku Tapi Dermawan yang diselanggarakan oleh Pergunu Kalsel itu digelar di kantor DPRD Kota Banjarbaru.

Dalam acara yang dihadiri sekitar 150 orang itu hadir sebagai pembahas Prof Dr H Ahmad Muradi, Guru Besar UIN Antasari Banjarmasin, Drs KH M Syarbani Haira, M.Si, Dewan Penasehat PW Pergunu Kalsel dan Drs KH Humaidi Ibnu Sami, M.Ag pengurus PWNU Kalsel.

Juga tampil sebagai nara sumber Kiai Asep Saifuddin Chalim, Muhammad Ghofirin dan M Mas’ud Adnan sebagai penulis.

Para pembahas itu mengapresiasi terbitnya buku biografi Kiai Asep.  Menurut Prof Ahmad Muradi, secara teoritis buku biografi Kiai Asep ini terbagi dalam tiga kategori. 

Yaitu biografi jurnalistik, politik dan intelektual. Ini juga berarti bahwa Kiai Asep punya kekuatan politik dan intelektual, disamping tentu saja secara ekonomi.

Menurut dia, mukmin yang kuat sangat dicintai Allah SWT. Ia mengutip Hadits dari Abu Hurairah. “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah ketimbang mukmin yang lemah,” katanya.

Prof Ahmad Muradi memuji buku setebal 520 halaman itu.

“Buku ini sangat tebal dan lengkap. Covernya sangat menarik, seorang kiai dermawan. Buku ini bisa jadi inspirasi, mencerahkan dan mencerdaskan” katanya.

Syarbani Haira dan Humaidi Ibnu Sami juga berpendapat sama. 

Menurut dua tokoh dan ulama Kalsel itu, ulama sekarang, selain harus menguasai ilmu agama juga harus punya kemampuan ekonomi agar bisa mandiri. 

Menurut mereka, Prof Kiai Asep adalah ulama mandiri.

Kiai Humaidi mengutip Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim: Adun-ya sijnul mu’min, wajannatul kafir (dunia penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir) bukan berarti orang Islam tak boleh kaya. 

Hadits tersebut untuk mengingatkan manusia bahwa dalam kehidupan ada norma sehingga tak boleh hidup bebas tanpa batas mengumbar nafsu.

Justru orang Islam harus kaya agar bisa punya kekuatan dalam berbuat baik dan berdakwah memperbaiki masyarakat.

Muhammad Ghofirin yang juga dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) memberikan testimoni bahwa Kiai Asep memang luar biasa. 

Menurutnya, Kiai Asep sangat kaya sekaligus gemar bersedekah. Santrinya juga banyak. Bahkan aset tanah untuk pesantrennya mencapai 100 hektar.

Padahal saat remaja Kiai Asep sangat miskin. Bahkan untuk makan saja susah. “Kalau di sini ada yang miskin Pak Yai Asep lebih miskin lagi,” kata Ghofirin.

Sedemikian miskinnya sampai tak ada orang tua yang mau menerima jadi menantu.

“Seperti ditulis Pak Mas’ud dalam buku itu, Pak Yai Asep sempat ditolak 3 cewek,” kata Muhammad Ghofirin. Ratusan peserta bedah buku yang terdiri dari para guru dan dosen itu tertawa.

Kiai Asep mengakui saat muda sangat miskin. “Saya ditinggal abah saya saat umur 17 tahun,” kata Kiai Asep. Saat itu ia kelas 2 SMA. Ia pun terpaksa drop out dari sekolah.

“Saya harus keluar dari sekolah karena secara rasional sudah tak ada yang membiayai saya,” tutur Kiai Asep. Meski demikian Kiai Asep tetap mondok di pesantren di Sidoarjo.

"Saat itu mondok tidak bayar seperti sekarang. Untuk makan, saya kalau malam pergi ke dapur pondok untuk cari kendil (wadah masak nasi untuk masak) yang telungkup. Sisa-sisa nasi yang ada di kendil itu yang saya makan,” ungkap putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama pendiri NU itu.

Kiai Asep mengaku berusaha cari pekerjaan. Ia pernah melamar jadi tukang parkir sepeda.

“Tapi saya tak diterima,” kata Kiai Asep. Namun ia mengaku bersyukur ditolak. “Kalau diterima (jadi tukang parkir) bisa jadi saya terus di situ karena merasa enak mendapatkan uang,” tambahnya.

Meski demikian Kiai Asep sempat menjadi kuli bangunan agar bisa mendapatkan uang untuk mendaftar kuliah. Lulus kuliah tak langsung enak.

“Pekerjaan terakhir saya guru SMP di pojok gang,” tutur Kiai Asep.

Namun ia tak putus asa. Ia mengaku sukses setelah menemukan salat hajat 12 rakaat sekaligus doanya dalam Kitab Ihya Ulumiddin karya Hujjatul Islam Imam Ghazali. Salat hajat 12 rakaat dengan 6 salam itu ia amalkan tiap pukul 3 malam sampai Subuh.

Sejak itu, tutur Kiai Asep, semua usahanya berhasil. “Saya coba, berhasil, kemudian berhasil, dan berhasil, sampai sekarang,” kata Kiai Asep.

Kini Kiai Asep bukan hanya sukses mendirikan dan mengelola pondok pesantren. Tapi juga sukses secara ekonomi dan akademik. Secara akademik ia kini menyandang gelar profesor.

“Saya satu-satunya guru besar yang dikukuhkan oleh Presiden Jokowi,” kata Kiai Asep.

Banyak peserta bedah buku yang penasaran dengan doa dan salat 12 rakaat yang telah mengubah nasib Kiai Asep dari miskin menjadi kaya raya itu. Maka waktu dialog mereka pun minta doa itu diijazahkan.

Kiai Asep pun mengijazahkan doa mustajab itu. Ia membaca doa itu di depan peserta. “Karena untuk ijazah saya bacakan doa itu,” kata Kiai Asep.

Menurut Kiai Asep, doa dan tata cara salat hajat 12 rakaat itu ditulis lengkap di bagian akhir buku Tapi Dermawan itu. (van)

Lihat juga video 'Usai Diperiksa Bareskrim, Edy Mulyadi: Saya Minta Maaf Sedalam-dalamnya':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO