Siang Panas Terik, Malam Dingin Banget? BMKG Jelaskan Fenomena Bediding yang Melanda Jawa Timur

Siang Panas Terik, Malam Dingin Banget? BMKG Jelaskan Fenomena Bediding yang Melanda Jawa Timur Cuaca panas terik di siang hari Kota Surabaya. Foto: Novandryo/BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Seakan sudah menjadi fenomena di setiap memasuki musim kemarau di Pulau Jawa. Siang terasa panas menyengat. Namun malam lebih dingin dari biasanya.

Termasuk . Apalagi di Kota yang terkenal dengan panas 'nyelekit' di siang hari.

Baca Juga: Kanwil Kemenkumham Jatim Gelar Penguatan Tugas dan Fungsi Intelijen Keimigrasian

Fenomena ini disebut bediding. Berasal dari kata serapan Bahasa Jawa "Bedhidhing" yang merujuk pada perubahan suhu yang mencolok. Khususnya di awal musim kemarau.

Suhu siang hari melonjak panas menyengat, malam dan pagi hari justru sebaliknya, dengan suhu yang turun drastis hingga terasa sangat dingin.

Bahkan di malam hari rasanya lebih dingin. Ketimbang dingin yang dirasakan saat musim hujan di malam hari.

Baca Juga: Komunitas Perempuan Relawan ‘Prokem’ Deklarasi Menangkan Khofifah-Emil

Menurut penjelasan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, fenomena suhu udara dingin ini merupakan kejadian alamiah yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yaitu antara Juli hingga September.

Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Ida Pramuwardani menjelaskan fenomena bediding yang akan dirasakan oleh warga Jatim.

Baca Juga: Jelang Hari Jadi Provinsi Jatim, Pj Gubernur Adhy Ziarah dan Tabur Bunga di Makam Proklamator RI

mengidentifikasi empat faktor utama penyebab terjadinya fenomena "bediding":

1. Udara Kering: Musim kemarau ditandai dengan kurangnya curah hujan, menyebabkan udara menjadi lebih kering. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah, sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari

2. Langit Cerah: Minimnya awan pada musim kemarau menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan

Baca Juga: Disambut Doa, Khofifah Ajak Santri Ponpes Al Anwar Bangkalan untuk Tempuh Pendidikan yang Tinggi

3. Topografi: Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung mengalami suhu yang lebih rendah karena tekanan udara yang lebih rendah dan kelembapan udara yang lebih sedikit.

4. Ketiadaan Angin: Kurangnya pergerakan angin menghambat percampuran udara, menyebabkan udara dingin terperangkap di dekat permukaan bumi.

"Pada musim kemarau, udara cenderung lebih kering karena kurangnya uap air. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari," papar Ida.

Baca Juga: Korban Begal di Surabaya Tolak Ajakan Damai Pelaku

terus memantau perkembangan cuaca dan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta mengikuti informasi terbaru terkait kondisi cuaca dari sumber resmi. (van)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Mobil Angkot Terbakar di Jalan Panjang Jiwo, Sopir Luka Ringan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO