Nama Cak Imin Disebut dalam Dakwaan Kasus Suap Anak Buahnya

Nama Cak Imin Disebut dalam Dakwaan Kasus Suap Anak Buahnya Muhaimin Iskandar. Foto: sorotnews.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Nama mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi disebut dalam berkas dakwaan mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jamaluddien Malik.

Jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir mengatakan, Jamal bersama Muhaimin dan sejumlah pejabat Ke melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Oktober 2013.

"Terdakwa bersama-sama dengan , Achmad Said Hudri dan beberapa pejabat membahas mengenai usulan Ke yang mengusulkan tambahan anggaran sejumlah Rp 610 miliar untuk Optimalisasi Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2014," ujar jaksa Abdul saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Nama Muhaimin hanya disebut satu kali dalam dakwaan kedua Jamal. Dalam kasus ini, Jamal diduga menerima suap dari sejumlah penyedia jasa dan kepala dinas sejumlah daerah dengan total Rp 14,65 miliar.

Pemberian uang tersebut ditujukan agar Jamal mengusulkan atau memberikan Dana Tugas Pembantuan kepada Provinsi Sumatera Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Banyuasin, Sumba Timur, Aceh Timur, Bellu, Rote Ndao, Mamuju, Takalar, Sigi, Tojo Una Una, Kayong Utara, Toraja Utara, Konawe dan Teluk Wondama.

Jamal mengatakan kepada anak buahnya, Achmad Said Hudri, bahwa daerah yang akan mendapatkan dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2014 hanya daerah yang dia tunjuk.

Daerah tersebut juga harus bersedia memberikan sejumlah uang kepada Jamal sebesar 9 persen dari dana optimalisasi yang akan diterima setiap provinsi atau kabupaten/kota.

Untuk tahun 2014, Ditjen P2KTrans mendapatkan alokasi anggaran untuk Tugas Pembantuan daerah sejumlah Rp 175 miliar yang kemudian berubah menjadi Rp 150 miliar.

"Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, kemudian para Kepala Dinas yang membidangi transmigrasi atau calon rekanan yang akan dimenangkan dalam pengadaan barang/jasa yang akan dibiayai dari dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2014 secara bertahap menyetorkan kepada Terdakwa yang seluruhnya berjumlah Rp 14,65 miliar," ucap jaksa.

Setelah menerima uang tersebut, kemudian Achmad memerintahkan Sudarti untuk membuat usulan alokasi anggaran tugas pembantuan yang dialokasikan kepada daerah-daerah yang telah menyetorkan sejumlah uang kepada Jamal.

Kemudian dibuatlah usulan alokasi anggaran untuk pemberian dana tugas pembantuan terhadap 18 daerah tersebut dengan total anggaran Rp 150 miliar.

Pada akhir bulan November 2013, Jamal menyetujui usulan tersebut dan memerintahkan Achmad mengusulkan ke Kepala Biro Perencanaan Setjen Ke daerah tersebut sebagai penerima dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2014.

Dalam dakwaan terungkap bagaimana cara Jamaluddien dan Achmad Said Hudri (Setditjen) memeras para pejabat pembuat komitmen (PPK) di Ditjen P2KT layaknya preman. Kata-kata kasar kerap diungkapkan keduanya ketika ’’perintah terlarangnya’’ tak bisa dipenuhi anak buah.

’’Kalau begitu Pak Darso tidak loyal sama saya. Kalau ada dana taktis yang dikeluarkan itu kan tanggungjawabnya bagian umum,’’ ucap Jaksa M. Wiraksajaya menirukan pernyataan Jamaluddien pada Sudarso, Kabag Umum dan Kepegawaian Setditjen P2KT. Ketika itu Sudarso menolak perintah menjadi pengepul uang pemotongan anggaran di Ditjen P2KT.

Tak hanya itu, pernyataan kasar lainnya juga pernah disampaikan Achmad Said Hudri pada para PPK di Ditjen P2KT. ’’Untuk itulah kalian diangkat menjadi PPK, kalau PPK jalannya normal-normal saja, cleaning service juga bisa jadi PPK’’. Ucapan itu disampaikan ketika para PPK menolak melakukan pengaturan pemotongan anggaran 2 persen – 5 persen. Achmad Said memang ditunjuk Jamaluddin untuk mengkondisikan para PPK.

Achmad Said pernah berkata, ’’Jika kamu tidak mau melaksanakan apa yang diperintahkan, kamu nanti saya habiskan sekalian”. ’’Pernyataan itu disampaikan pada Mamik Riyadi yang menolak menjadi PPK karena dibebani pemotongan anggaran,’’ ujar jaksa.

Dalam dakwaan memang terungkap para PPK di Ditjen P2KT selama ini menjadi sapi perahan Jamaluddien. Pemerasan itu dilakukan dengan mewajibkan PPK melakukan pengaturan pemotangan angaran 2 persen – 5 persen dari Anggaran Belanja Jasa Konsultan, Belanja Perjalanan Dinas, serta Anggaran Belanja Swakelola pada 2013 dan 2014.

Selama kurun waktu tersebut, Jamaluddien meraup uang haram Rp 6.734.078.000. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi Jamaluddien. Misal saja membiayai ulang tahun, pengajian rutin, hingga membeli treadmill. Uang juga dibagikan ke Achmad Said Hudri, I Nyoman Suisnaya dan Dadong Ibarelawan. Entah uang itu juga sampai ke Menakertrans saat itu atau tidak, namun Cak Imin sempat diperiksa dalam perkara ini.

Selain melakukan pemerasan, Jamaluddien juga didakwa menerima uang Rp 14.650.000.000 dari pejabat daerah yang ingin mendapatkan dana Tugas Pembantuan. Jaksa menilai pemberian uang itu bertujuan menggerakkan Jamaluddien agar mengusulkan atau memberikan dana Tugas Pembantuan.

Atas perbuatannya, Jamal dijerat Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Sumber: Kompas.com/Indopos

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO