Isi Rekaman Percakapan Setya Novanto: Bicarakan Pribadi Jokowi, sampai PSSI

Isi Rekaman Percakapan Setya Novanto: Bicarakan Pribadi Jokowi, sampai PSSI Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. (Foto: istimewa)

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memanggil sejumlah pihak terkait atas rekaman percakapan seputar kasus yang dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.

Pada kesempatan itu, Direktur Utama (Dirut) PT Indonesia, Maroef Sjamsoeddin dikonfirmasi mengenai asal rekaman tersebut. Maroef mengaku merekam pembicaraan antara dirinya dengan Ketua DPR Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak melalui HandPhone (HP).

Baca Juga: Tim Melek Industri Bedanten Gresik Gelar Giat Religi

"Dari pertemuan kedua saya udah memikirkan ada apa ini? Kenapa saya rekam, karena saya sendirian. Saya perlu ini bagian dari nilai-nilai akuntabilitas menjaga marwah saya yang dapatkan mandat dari perusahaan ini," ujar Maroef dalam persidangan di ruang rapat MKD di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12).

Dia mengaku tidak ada pihak ketiga yang menyuruhnya untuk merekam percakapan tersebut. Menurutnya tindakan merekam percakapan itu atas inisiatif sendiri.

"Dalam pembicaraan itu HP saya taruh di atas meja dan dalam posisi merekam," jelasnya.

Baca Juga: Smelter Freeport di Gresik Resmi Beroperasi, Telan Anggaran hingga Rp58 Triliun

Maroef Sjamsoeddin mengaku sempat asik mendengarkan pembicaraan Ketua DPR RI Setya Novanto dan Riza Chalid dalam pertemuan ketiga pada 8 Juni 2015.

"Menjelang pertengahan sampai akhir saya mendengar saja, asik sekali. Apa sih pembicaraan ini," ujar Maroef.

Dia juga sempat bingung lantaran pertemuan itu membicarakan banyak hal. Selanjutnya mulai mengarah kepada permintaan jatah saham dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Baca Juga: Bikin Macet, Warga Hadang dan Sweeping Bus Pekerja Smelter Freeport di Gresik

Dari transkrip rekaman lengkap pertemuan 8 Juni 2015, jelas bahwa pembicaraan sudah melebar. Misalnya, Setya Novanto sempat berbicara tentang pribadi Presiden Jokowi yang koppig (kopeh, bahasa belanda) yang artinya keras kepala.

"Kadang-kadang dia (Presiden) kalau egonya ketinggian, ngerusak Pak. Ngono Pak. Makanya pengalaman-pengalaman saya sama dia, begitu dia makin dihantam makin kenceng dia. Nekat Pak. Waah," kata Novanto.

Kemudian, Riza Chalid juga sempat membahas sikap keras kepala Presiden. Bahkan, Riza mengatakan, Presiden Jokowi sempat dimarahi oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri lantaran menolak pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri saat itu.

Baca Juga: Pemerintah Perpanjang Kontrak hingga 2061, Menteri ESDM: Cadangan Freeport Bisa Sampai 100 Tahun

"Di Solo ada, ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati," ucap Riza.

Selain itu, Setya Novanto dan Riza juga sempat membicarakan kekisruhan di PSSI, pembagian saham, bicara pertemuan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dengan Bos Mcmoran James Moffet, dan lain-lain.

Sementara mengenai diperkenalkanya Riza Chalid oleh Setya Novanto kepada dirinya, Maroef Sjamsoeddin menilai tidak etis Ketua DPR Setya Novanto membawa seorang pengusaha untuk bertemu dirinya. Dia pun curiga ada kepentingan bisnis yang ingin dilakukan oleh Setya Novanto. Ditambah lagi, penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh seorang pengusaha di depannya seorang Ketua DPR.

Baca Juga: Wakil Menteri BUMN Optimis Smelter di Gresik Beroperasi Sesuai Rencana

"Ada upaya untuk melakukan kegiatan bisnis. Keinginan berbisnis karena membawa seorang pengusaha," ujarnya.

Hal itu disampaikannya menjawab pertanyaan Politikus NasDem Akbar Faisal terkait rekaman pertemuan dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid pada 8 Juni 2015.

"Iya benar sepertinya ada upaya berbisnis, karena ada seorang pengusaha di situ," jawabnya kemudian.

Baca Juga: PT Freeport Indonesia Beri Penghargaan untuk Kontraktor Proyek Smelter

Hal itu juga kata dia, terlihat ketika ada upaya untuk meminta 20 persen saham, yakni 20 persen dengan rincian 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres. Juga meminta bisnis PLTA.

"Itu dalam meminta untuk melakukan bisnis," jelasnya (det/kcm/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO