Usut Kasus 'Papa Minta Saham', Jaksa Agung: Saya sudah Perintahkan Panggil Novanto

Usut Kasus Jaksa Agung M. Prasetyo. foto: tempo

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan akan memanggil Setya Novanto pekan depan. Ia memastikan tak perlu izin Presiden untuk meneruskan penyelidikan pada bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat tersebut.

"Saya sudah perintahkan panggil, mungkin minggu depan," ujar Prasetyo di Istana Negara, Jumat (8/1).

Menurut Prasetyo, kasus Novanto dapat digolongkan sebagai tindak pidana khusus karena merupakan dugaan tindak pidana korupsi. Selain itu, pada saat Setya Novanto bertemu dengan Presiden Direktur Indonesia Maroef Sjamsoeddin untuk lobi perpanjangan kontrak karya tak ada kaitan dengan jabatannya sebagai Ketua DPR kala itu.

"Sehingga tidak perlu izin Presiden," katanya.

Menurut dia, hal tersebut dikuatkan keterangan dari Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti bahwa yang dilakukan Setya tidak terjadwal dalam agenda dinas Ketua DPR. "Tidak ada sangkut-pautnya dengan jabatan sebagai Ketua DPR, karenanya tidak ada izin Presiden."

Sedangkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan belum mengirim surat panggilan terhadap Ketua Fraksi Golkar itu. "Kami belum tentukan waktu permintaan keterangan," ujar Arminsyah.

Sebelumnya, Prasetyo berkeras pemanggilan Setya Novanto dalam kasus dugaan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Indonesia harus dengan izin Presiden Jokowi. Menurut dia, itu karena Setya Novanto adalah anggota DPR.

Adapun Saldi Isra, Ahli Hukum dari Universitas Andalas, berpendapat pemanggilan tak perlu izin Jokowi karena kasusnya tindak pidana khusus. Aturan itu jelas tertulis dalam Pasal 245 Ayat 3 huruf C Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Sementara soal pengusaha Riza Chalid, Prasetyo mengatakan akan berkoordinasi dengan kepolisian. "Nanti ada waktunya kami menyatakan sikap (terkait Riza)," kata dia.

Tim penyelidik telah meminta keterangan 16 saksi. Mereka di antaranya Maroef, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Deputi I Bidang Pengendalian Pembangunan Program Prioritas Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo, dan anggota staf Setya Novanto bernama Dina. Kejaksaan juga telah meminta keterangan Komisaris sekaligus mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman, dan Sekjen DPR Winantuningtyastiti.

Kasus Setya Novanto ini terungkap setelah Sudirman Said melaporkan lobi itu kepada Mahkamah Kehormatan DPR. Dalam lobi-lobi di Hotel Ritz-Carlton Jakarta pada Juni 2015, hadir pula Riza Chalid.

Dalam lobi itu, Setya Novanto meyakinkan Maroef bahwa Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan bisa membantu dan perlu 20 persen saham untuk Jokowi dan Wakil Presiden Kalla. Setya Novanto bahkan meminta investasi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Urumuka, Papua.

Majelis Kehormatan Dewan memutuskan, Setya Novanto melakukan pelanggaran sedang tapi tak ada sanksi yang dijatuhkan. Setelah putusan itu, Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR. Namun, Golkar mendapuk dia menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Di sisi lain, Firman Wijaya, pengacara Setya Novanto menyatakan Kejaksaan Agung belum bisa memanggil kliennya. Menurut dia, pemanggilan Setya selaku anggota legislatif sesuai undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mesti mensyaratkan izin Presiden.

"Dan sebaiknya Kejagung menunggu hasil penyidikan Mabes polri terkait laporan illegal recorder dan pelanggaran ITE yang diadukan Pak Setya," kata Firman seperti dilansir Tempo. (det/kcm/tmp/rev)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO