JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan dikeluarkan oleh Presiden RI harus dipertimbangkan dan dikaji secara matang, khususnya terkait istilah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Masalah kebiri dan pasang chip bagi pelaku kalau dilakukan, siapa yang akan mengawasi.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaunan Daulay, dalam diskusi “Yuyun, Kebiri dan Hukuman Mati” di DPR, Kamis (12/5).
BACA JUGA:
- Terseret Dugaan Kasus Penyekapan dan Pemerkosaan Pada Buzzernya, Ketua PSI Jakbar Mengundurkan Diri
- Kasus Pencabulan Belasan Santri di Trenggalek, Polisi Segera Lakukan Gelar Perkara
- Bejat! Ustaz Berusia 48 Tahun Tega Cabuli Siswi SD di Pamekasan
- Perkosa Bergilir Teman Wanita saat Mabuk, 4 Remaja di Tangerang Dijadikan Tersangka
Menurut dia, kejahatan luar biasa itu menurut UU harus terkait dengan situasi dan kegentingan yang memaksa, sehingga Presiden RI berhak mengeluarkan Perppu.
“Jadi, harus dengan pertimbangan yang matang, meski itu hak Presiden. Perppu itu dikeluarkan juga harus ada UU terkait sebelumnya, seperti soal kebiri. Kebiri kan belum ada UU-nya. Kecuali, kalau yang dimaksud untuk mengganti UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (PA), maka Perppu kebiri tersebut bisa dimasukkan ke dalam revisi UU PA itu, karena Perppu itu mengadopsi UU yang sudah ada,” tegas politisi PAN itu seperti dikutip poskotanews.
Selain UU PA juga ada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU PKS masuk Prolegnas 2015-2016 di urutan ke 167 dari 169 RUU Prolegnas. Masyarakat juga mendesak segera sahkan RUU PKS tersebut.
“Jadi, jangan sampai terjadi tumpeng-tindih dengan RUU PKS dan UU PA, sehingga harus disingkronkan terlebih dulu. Yang penting ada payung hukum untuk menindak penjahat seksual,” tambahnya.
Sebab UU No.35 tahun 2014 yang sudah disahkan saja, kata Partaunan, PP (Peraturan Pemerintah)-nya belum ada. Jadi, untuk apa mengesahkan UU yang baru, kalau tidak ada PP-nya, karena UU itu nanti tidak bisa dijalankan di masyarakat.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah belum maksimal dalam merespon isu-isu kejahatan seksual anak. Tapi, kalau Perppu kebiri ini didukung secara nasional, DPR pasti mendukung,” ungkapnya.
Hanya saja kalau pemberatan itu sampai terjadi disfungsi seksual, berarti melanggar kode etik kedokteran. Sedangkan untuk suntik sekali biayanya Rp 700 Ribu – Rp 7 juta.
“Kalau dipenjara 5 tahun, setiap 3 bulan disuntik, maka membutuhkan biaya sekitar Rp 20 juta. Sementara untuk operasi testis biayanya Rp 20 – Rp 40 juta.