KontraS Tolak Hukuman Kebiri, Dewan Usulkan Bentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual Anak

KontraS Tolak Hukuman Kebiri, Dewan Usulkan Bentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual Anak ilustrasi

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah diminta segera tanggap dengan maraknya kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Pemerintah diminta segera membentuk Satuan Petugas (Satgas) anti kekerasan seksual anak. Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi E DPRD Jatim, Mochamad Eksan. Menurut politisi yang akrab disapa Eksan, satgas ini untuk koordinasi, advokasi, eksekusi, dan rehabilitasi terhadap korban kekerasan seksual terutama di bawah umur.

“Pemerintah harus segera bentuk Satgas. Kita sangat prihatin, jangan sampai menjadi potret gunus es kasus kekerasan seksual,” tegas Eksan, dihubungi, Jumat (13/5).

Wakil Sekretaris PCNU Jember ini menambahkan dalam prakteknya nanti, satgas harus melibatkan semua instansi, seperti halnya Dinsos, lembaga pemberdayaan perempuan, LSM perempuan. “Maka akan ada titik temu. Mencari solusi terbaik untuk menangani kedaruratan kekerasan seksual pada anak,” ujar dia.

Politisi asal Partai Nasdem tersebut meminta pemerintah tidak terus mengabaikan kasus ini. Jika terus dibiarkan, maka moral genarasi muda akan rusak. Agar kasus ini tidak meluas. Upaya lain yang harus dilakukan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika harus segera memblokir situs-situs yang menyediakan film porno. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi menjadi surga film porno dan pornografi.

“Situs porno sekarang mudah diakses. Maka pemerintah harus memblokirnya agar tidak dinikmati lagi oleh masyarakat terutama anak-anak,” pungkas dia.

Terpisah, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan penolakannya terhadap wacana pemberlakuan hukuman kepada pelaku kekerasan seksual. Hal itu diungkapkan Koordinator KontraS, Haris Azhar Azis. pihaknya menilai, hukuman yang berat tidak selalu selaras dengan turunnya angka kekerasan seksual terhadap anak. Haris mencontohkannya dengan beberapa kasus yang terjadi di sejumlah negara.

"Misalnya seperti di India. Di sana hukuman sudah diterapkan, tapi kekerasan seksual terhadap tinggi," papar Haris dalam sebuah seminar dan bedah buku tentang eksaminasi putusan kasus Jakarta International School (JIS) di Unair.

Menurut dia, selama ini masyarakat terlalu terbawa emosinya terhadap para pelaku kejahatan seksual. Selain itu, pendekatan yang dilakukan juga dianggap terlalu patriarki. Dirinya mengakui memang jarang sekali orang yang menyuarakan penolakan terhadap hukuman , karena arus utama masyarakat mendukung hal itu. Sehingga, banyak yang takut kalau menolak hukuman itu, karena sama dengan melawan arus besar.

"Benteng utama sebenarnya adalah keluarga, jangan sampai orang tua hanya mengedepankan kepentingannya, tapi melupakan kepentingan anaknya sendiri," tandas Haris. (mdr/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO