ICMI Tolak Hukuman Kebiri, Desak Penjahat Seksual Dihukum Mati

ICMI Tolak Hukuman Kebiri, Desak Penjahat Seksual Dihukum Mati Terdakwa kasus kejahatan seksual terhadap anak, Sony Sandra, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (19/5). foto: ANTARA

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wacana penerapan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan seksual, terutama dengan korban anak-anak terus muncul. Kali ini Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mendesak pemerintah memberikan sanksi hukuman mati kepada pelaku kejahatan seksual.

Sebab, hukuman lain seperti kebiri tidak akan memberikan efek jera dan membuat pelaku menjadi pendendam. Wakil Ketua Umum ICMI Sri Astusti Bukhari mengatakan, ICMI menolak pemberlakukan hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual. Kasus itu hanya bisa ditangani dengan hukuman mati.

"Kami tidak merekomendasikan hukuman kebiri karena mempunyai efek panjang secara medis. Kami meminta agar pelaku dihukum mati saja," kata Wakil Ketua Umum ICMI Sri Astusti Bukhari di Gedung HM Suseno, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/5) seperti dilansir dari metrotvnews.com.

Menurut Sri, hukuman kebiri berdampak pada psikologi dan sosial. Bahkan, hukuman kebiri bisa membuat pelaku menjadi pedendam.

Ketua Koordinator ICMI Bidang Perlindungan Perempuan, Anak, dan Remaja Andu Yuliani Paris mengatakan, fenomena massal umumnya disebabkan pengaruh alkohol dan narkotika. "Kami meminta Pemerintah memberangus pengedaran narkoba dan minuman keras. Itu adalah sumber dari kekerasan seksual," ujar Andi.

Mantan anggota DPR Komisi II periode 2004-2019 itu mengatakan, tayangan pornografi menjadi pemicu kekerasan seksual. Ia meminta, Kementerian Kordinator Komunikasi dan Infomatika memblokir konten pornografi secara keseluruhan. "Kami meminta Menkominfo untuk memblokir situs-situs media sosial dan tayangan televisi yang memiliki konten pornografi," ujar Andi.

Di sisi lain, kasus kejahatan seksual di Indonesia kerap dilakukan pelaku di bawah umur. Melihat fenomena tersebut, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) meminta hukuman untuk penjahat seksual diklasifikasi berdasarkan umur.

Penanganan kasus anak-anak, remaja, dan dewasa tidak bisa disamaratakan. "Usia anak yang bisa dipidanakan mulai dari delapan hingga 18 tahun. Tapi, hukumannya jangan disamakan antara anak usia delapan tahun dengan yang 18 tahun," kata ketua Bidang Perlindungan Perempuan, Anak dan Remaja ICMI Andi Yuliani Paris, di Gedung H.M. Suseno, Jakarta Pusat, Kamis (19/5).

Ia menambahkan, penanganan psikologi anak di bawah 12 tahun berbeda dengan anak di atas 12 tahun. Bila penanganan kasus disamakan, ia khawatir psikologi anak di bawah 12 akan terganggu.

"Hukumannya juga harus dibedakan. Misalnya, hukuman untuk pemerkosa yang dilakukan bersama akan beda dengan pemerkosa yang juga membunuh," terang Andi.

Menurut anggota DPR Komisi II priode 2004-2009, hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan seksual adalah hukuman mati. Ia tak setuju bila hukuman kebiri diberlakukan. "Kami tidak merekomendasikan hukuman kebiri, karena mempunyai efek panjang secara medis. Kami meminta agar pelaku dihukum mati saja," kata Andi.

Kasus kekerasan seksual mencuat saat media sosial ramai-ramai membicarakan YY. Dia diperkosa 14 pria, tujuh di antaranya di bawah umur.

Setelah diperkosa, YY dibunuh. Jenazah YY ditemukan pada Senin 4 April, di pinggiran Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rajang Belong, Bengkulu. Polisi sudah menangkap 13 pelaku.

Selain kasus YY, kasus kekerasan seksual dan pembunuhan juga terjadi di Tengerang. EN, 19, meninggal dengan kondisi mengenaskan di kamar mess karyawan PT Polyta Global Mandiri di Jalan Raya Perancis Pergudangan 8, Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat 13 Mei 2016.

Sebelumnya, pengusaha asal Kediri, SS alias Koko diduga memperkosa 58 anak di bawah umur. Namun, pelaku hanya divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Pelaku adalah Direktur Utama PT Triple`S Kediri. Koko beraksi mulai 2012. Korban Koko rata-rata berusia 11 hingga 14 tahun, tersebar di Kota dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Kekerasan seksual ini dilakukan secara sadar, terencana, dan berulang. Koko selalu beraksi di sebuah hotel di Kediri.

"Kalau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anaj (hukuman) hanya 15 tahun penjara. Kami mendorong untuk hukuman mati. Untuk memutus rantai penjahat seksual itu yang pantas hukuman mati," kata ketua KPAI Asrorun Niam kepada Metrotvnews.com saat ditemui di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta, Rabu (18/2/2015).

Perihal penambahan hukuman terhadap penjahat seksual kambuhan untuk dipotong saraf libidonya sudah sejalan dengan semangat dan cara pandangan untuk menghentikan kejahatan seksual di Indonesia.

"Kita memiliki semangat dan cara pandang yang sama dengan Menteri Sosial, yang menilai penjahat seksual itu sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam masa depan bangsa dan secara khusus anak Indonesia," jelas Niam.

Selama ini, menurut dia, hukuman penjahat seksual tidak membuat efek jera. Malah Indonesia kini berada dalam keadaan darurat kejahatan seksual. Usulan Mensos itu lumrah karena jika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 hukumannya hanya 15 tahun dan tak membuat efek jera.

"Selama ini hukuman 15 tahun penjara belum membuat efek jera. Untuk itu perlu ada terbosan yang bersifat radikal, untuk mencegah menjadi dan memicu kejahatan seksual," tegasnya. (mtrv/dtc/mer/rol/rif/sta)

Lihat juga video 'Mahasiswi Baru Asal Banyuwangi Diperkosa 2 Kali oleh Pemilik Kos di Bangkalan Saat Sedang Haid':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO