JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) nekat memutuskan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seluruh Indonesia. Bahkan harga BBM di Papua yang biasanya sampai Rp 100.000 per liter karena biaya transportasi yang tinggi, kini disamakan dengan harga BBM di Jawa.
Keputusan Jokowi itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Papua. Tapi kebijakan penyetaraan harga bahan bakar minyak di Papua dengan harga BBM di Jawa itu akan menjadi beban bagi pemerintah Indonesia dalam jangka panjang.
“Presiden harus hati-hati betul untuk berhitung karena kalau pemerintah tidak bisa memenuhi kan dianggap ingkar janji,” kata Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR).
Saat ini, harga BBM di Papua rata-rata mencapai tujuh hingga 14 kali lipat dibandingkan harga di Pulau Jawa. Di Kabupaten Puncak, misalnya, harga BBM berkisar antara Rp 50.000-Rp100.000 per liter.
Kondisi tersebut, menurut Fabby, dipengaruhi biaya transportasi. Apalagi daratan di Papua dipenuhi pegunungan dan lembah. “Untuk membawa dan mendistribusikan BBM di Papua biayanya cukup besar,” kata Fabby.
Demi menyetarakan harga BBM di Papua dengan harga BBM di Pulau Jawa, Pertamina harus menanggung biaya logistik dan distribusi BBM di Papua yang tidak sedikit.
Dirut Pertamina, Dwi Soetjipto, mengaku kebijakan 'satu harga BBM' akan menyebabkan Pertamina merugi Rp 800 miliar.
Kerugian itu, kata Fabby Tumiwa, akan bisa tertutup melalui subsidi pemerintah. Namun, dia mewanti-wanti apabila kebijakan itu dipertahankan dalam jangka panjang.
“Kita harus ingat bahwa begitu harga BBM dibuat rendah, saya kira konsumsi BBM akan cukup melonjak. Sehingga dikhawatirkan akan membuat beban subsidi yang perlu dialokasikan pemerintah akan melonjak juga,” ujarnya.
Fabby memperkirakan beban subsidi kepada Pertamina yang harus ditanggung pemerintah tidak akan mencapai puluhan triliun rupiah. “Kalau misalkan diberi subsidi Rp 2 triliun-Rp 3 triliun, tetap bebannya akan terasa,” ujar Fabby.
Beban ini akan bertambah mengingat ada wilayah selain Papua yang juga mengalami kesulitan BBM karena masalah logistik dan distribusi. Wilayah-wilayah itu, kata Fabby, pun mesti mendapat perhatian.
“Ketika presiden mengatakan harga BBM di Papua harus sama dengan di Jawa, konsekuensinya adalah ada ekspektasi bagi daerah lain yang selama ini membeli BBM dengan harga yang lebih mahal. Di daerah Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, daerah-daerah di sana juga masih kesulitan mendapatkan BBM,” ujarnya.
Ketimbang memberi subsidi BBM ke wilayah terpencil dalam jumlah besar, Fabby menyarankan pemerintah Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan untuk jangka panjang.
“Harusnya mulai dikembangkan produksi bahan bakar alternatif atau membangun fasilitas, misalnya, kilang mini. Ada juga bahan bakar nabati, biomassa, dan sumber-sumber energi terbarukan di wilayah setempat,” kata Fabby.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi mencanangkan kebijakan ‘Satu Harga BBM’ di Kabupaten Yahukimo, pada Selasa (18/10).