KASUM Duga Ada Rekaman Pejabat BIN yang Disembunyikan, Antara Polly dan Muchdi

KASUM Duga Ada Rekaman Pejabat BIN yang Disembunyikan, Antara Polly dan Muchdi Aktivis KASUM membentangkan poster saat menghadiri sidang pembacaan putusan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus di PTUN, Jakarta pada 29 Juli 2015 silam.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Komite Aksi Solidaritas untuk (KASUM) mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum agar tidak menyembunyikan hasil temuan Tim Pencari Fakta kasus kematian .

Sekretaris Eksekutif KASUM Choirul Anam mengatakan ada temuan tim yang saat persidangan tidak muncul dalam persidangan. "Ada rekaman yang ketika di pengadilan tidak ada," ucap Anam di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (30/10).

Menurut Anam, rekaman itu diduga berisi percakapan antara Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Prawiro dengan Pollycarpus. Rekaman itu tak pernah muncul di pengadilan. Yang ada di persidangan, ucapnya, hanya berupa call data record. Padahal, ia menilai, adanya rekaman itu akan menunjukkan indikasi keterlibatan oknum BIN dalam kematian aktivis .

Anam menjelaskan, rekaman percakapan diperoleh setelah ketua tim kasus Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri pulang dari Seattle, Amerika Serikat. Saat itu Bambang menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Anam menjelaskan, pada saat Komisaris Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pulang dari Seattle, dia menemukan sebuah bukti baru. Bukti baru tersebut berupa sebuah chip telepon milik Polycarpus.

"Waktu itu komjen BHD datang ke Seattle hanya membawa potongan tubuh untuk melihat asenikumnya. Yang kami ketahui dan kami konfirmasi tidak hanya tubuh tapi juga chip telepon Polycarpus. Nah ketika beliau pulang dari Seattle, ketemu KASUM ada beberapa orang termasuk saya, itu dia mengakui bahwa mendapat sesuatu yang besar," jelasnya.

"Lalu sesuatu yang besar itu apa? Salah satunya rekaman suara yang mengatakan 'Siap, laksanakan, selesai' itu komnikasi antara Polycarpus dan Muchdi PR," tandasnya.

Sebelum persidangan kasus akan digelar, Anam melanjutkan, kepolisian dan Kejaksaan Agung menyatakan akan membawa temuan rekaman itu ke persidangan. Namun upaya itu ternyata tidak direalisasi hingga persidangan berakhir. KASUM meminta aparat penegak hukum saat ini untuk menemukan rekaman percakapan dan menjadikannya sebagai alat bukti baru untuk melanjutkan kasus .

Menurutnya, rekaman tersebut merupakan bukti penting yang berisi koordinasi antara Deputi V BIN Muchdi PR dengan Polycarpus. Choirul Anam mengatakan, keinginan tersebut semakin kuat ketika Sudi Silalahi juga menyebut jika dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) sudah ditindaklanjuti. Padahal, menurutnya, rekaman ini justru belum diungkap.

"Kenapa kami terfokus pada rekaman? Karena kami ada miss leading yang dilakukan oleh Sudi Silalahi ketika penjelasan di Puri Cikeas, yang mengatakan bahwa betul dokumen TPF sudah ditindaklanjuti," ujarnya.

Dia menambahkan, rekaman pembicaraan bisa menjadi bukti baru lantaran banyak mengungkap fakta.

"Rekaman suara tersebut adalah pembicaraan dari 41 hubungan telepon antara Pollycarpus dan Muchdi PR yang menjadi temuan ketua TIM saat sepulang dari Seattle, Amerika Serikat. Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri dan pihak Kejaksaan Agung mengakui itu baik secara langsung kepada KASUM maupun Publik," ujarnya.

"Rekaman ini walaupun ada dan dikuasai oleh polisi dan Kejaksaan Agung serta disampaikan kepada KASUM, namun itu tidak pernah digunakan dalam proses pengadilan terhadap Muchdi PR. Rekaman suara ini juga menjadi salah satu bukti kunci keberadaan pejabat BIN dalam operasi pembunuhan Cak ," tambahnya.

Langkah kedua, lanjut Anam, adalah dengan membentuk Tim baru bernama Tim Kepresidenan. Anam berpendapat, sulit untuk mengandalkan keberadaan Tim Pencari Fakta (TPF) yang dinilai belum memiliki perkembangan yang cukup baik.

"Pembunuhan Cak adalah pembunuhan sempurna, tidak hanya menghilangkan nyawa dilakukan secara profesional namun menutup kasus ini hingga tahun ke-12. Untuk itu perlu Tim Kepresidenan yang memiliki mandat kuat dan independen. tanpa mandat yang kuat dan independen, kasus ini akan sulit untuk diungkap. Presiden Jokowi harus segera membentuknya," tuturnya.

Tidak hanya itu, kata Anam, pihaknya juga mendesak agar Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memberi penjelasan lebih dalam atas statement yang disampaikan oleh mantan Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi di Puri Cikeas. Sudi menyatakan bahwa telah ada penyidikan atas keterlibatan mantan Kepala BIN Hendropriono.

Pihaknya menilai pernyataan tersebut sebagai indikasi awal usaha penutupan kasus pembunuhan agar tidak sampai ke aktor intelektual oleh mantan Presiden SBY.

"Alasannya apa? karena banyak fakta dan bukti yang menggambarkan pembunuhan ini melibatkan oknum-oknum pejabat BIN pada saat itu. Fakta dan bukti ini ditemukan dalam berbagai proses termasuk dalam kasus Pollycarpus dan Muchdi PR," pungkasnya. (tic/mer/det/lan)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO