Bedah Buku "Berguru Ke Sang Kiai: Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy'ari" Bersama KH. A Musta'in

Bedah Buku "Berguru Ke Sang Kiai: Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy KH A Mustain Syafi’i (kanan), Mukani (tengah) saat acara bedah buku di kampus IAI Bani Fattah Tambakberas, Jombang, Jumat (11/11). foto: ROMZA/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. Achmad Mustain Syafi’i, penulis Tafsir Aktual di Bangsaonline.com dan HARIAN BANGSA hadir dalam acara "Berguru Ke Sang Kiai, Pemikiran Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari" di auditorium lantai dua kampus Institut Agama Islam Bani Fattah (IAI Bafa) Tambakberas Jombang, Jumat (11/11) siang. Selain Kiai Mustain, sang penulis buku tersebut, Mukani juga hadir langsung memberikan pemaparan hasil penelitiannya di hadapan ratusan mahasiswa.

Saat memaparkan materi, Mukani dengan gamblang menjelaskan berbagai temuan penelitiannya yang sudah dibukukan itu. Baginya, pendidikan merupakan unsur terpenting dalam membangun peradaban. Pengelolaan pendidikan harus serius. Termasuk dalam menggali konsep pemikiran yang ditawarkan para founding fathers negeri ini. Termasuk pemikiran pendidikan hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. “Karena sebenarnya buku ini adalah hasil riset saya tahun 2005 silam di Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,” ujarnya.

Baca Juga: Kiai Miliarder Ini Bakal Ungkap Kunci Rahasia Jadi Orang Kaya di Unhasy Tebuireng

Dosen STIT Urwatul-Wutsqo Jombang ini juga mengungkap bahwa berbagai pemikiran pendidikan yang digagas Kiai Hasyim masih relevan untuk diaplikasikan pada dunia modern seperti sekarang. “Meski langkah teknis operasionalnya perlu dijabarkan lagi,” ucapnya.

Jauh hari, lanjutnya, Kiai Hasyim sudah mendorong agar seorang pendidik melaksanakan profesinya secara jujur. Ini mengingat terkait erat dengan keberkahan ilmu yang diperoleh peserta didik.

“Namun apa yang terjadi dengan dunia pendidikan kita sekarang, tidak hanya pada pendidikan dasar dan menengah, di perguruan tinggi pun praktek-praktek tidak terpuji dilakukan oleh oknum, baik bernama guru ataupun dosen,” beber mantan mahasiswa UIN Surabaya ini.

Baca Juga: Hari Buku Nasional 2023, SMA Al Muslim Launching Empat Buku Karya Guru dan Siswa

Pada level peserta didik, fenomena yang terjadi sekarang juga sudah jauh dari nilai-nilai karakter yang digariskan Kiai Hasyim. “Meski banyak yang baik, peserta didik saat ini tidak ubahnya mesin-mesin produksi yang akan berjalan untuk mencari ijazah, bukan kompetensi,” katanya.

Sedangkan pada aspek kurikulum, setali dua uang. Kiai Hasyim sudah menegaskan bahwa pendidikan hendak membentuk generasi yang baik dan cerdas. “Namun, seolah kurikulum yang beredar di pasaran sekarang belum mampu menyentuh kedua substansi ini, masih berkutat pada kulitnya saja,” ujarnya.

Mukani juga mengkritik budaya literasi yang masih lemah. Padahal Kiai Hasyim sudah memberi contoh konkret dengan banyak menulis. “Selain 23 karya tulis yang dijadikan sumber primer dalam buku ini, masih ada beberapa karya Kiai Hasyim yang sekarang masih proses ketik ulang untuk segera diterbitkan,“ paparnya.

Baca Juga: Bedah Buku Pangeran Samber Nyowo, Penulis Sebut Berbeda dari Sumber Sebelumnya

Ketika memberikan komentar pembanding, Dr. KH. Achmad Mustain Syafi’i menekankan bahwa membaca tokoh tempo dulu itu untuk mengambil pelajaran, bukan untuk sekedar membanggakan. “Tokoh dulu sudah berbuat untuk jamannya, kita sebagai anak jaman harus berbuat untuk jamannya sendiri,” ujarnya.

Di dunia pesantren, lanjutnya, santri dididik kiai untuk memiliki being. “Ini akan menjadikan santri siap menjadi apa saja yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, tidak individualis hidup sendiri, apalagi terisolir,” imbuhnya.

Dosen Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng ini juga menjelaskan bahwa sebagai santri, tidak disalahkan jika berbeda pemikiran dengan kiai. “Karena tiap kiai punya uswah, jadi boleh mengkritik kiai, tapi bukan kepada kepribadiannya, melainkan pemikirannya,” ujar doktor dari UIN Sunan Ampel ini.

Baca Juga: Bupati Anne Senang Baca Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan, Berharap Lahir Kiai Asep di Purwakarta

Untuk itu, imbuhnya, santri harus memiliki sifat halim dan alim. “halim itu bener, harus dijadikan contoh oleh masyarakat sekitar dan ‘alim itu cerdas, untuk melayani umat yang mencari ilmu,” katanya. Meski, lanjutnya, diakui bahwa pembelajaran di pesantren sudah full day. Namun dianggap belajarnya yang paling santai. (rom/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO