Lembaga Survei Perlu Dikritisi agar Tidak Memanipulasi Data Publik

Lembaga Survei Perlu Dikritisi agar Tidak Memanipulasi Data Publik Surokim Abdusalam

Oleh: Surokim Abdusalam*

LEMBAGA survei perlu didorong untuk meningkatkan kompetensi dan kredibilitas mereka agar menjadi profesional sehingga bisa menghasilkan riset yang bisa dipercaya dan reputable. Jika hal ini tidak dikawal, lembaga survei potensial akan menjadi kolesterol demokrasi pemilu elektoral. Mereka akan mudah memainkan data publik tanpa kecermatan dan prosedur riset yang sahih dan valid.

Baca Juga: MSI Simulasikan Pasangan Kandidat Pilkada Sidoarjo 2024, ini Elektabilitasnya

Menjelang Pilgub Jatim, lembaga survei lokal mulai bermunculan. Kendati gawe pemilu masih tahun depan, tetapi suhu kontestasi di jatim mulai menghangat terkait dengan peluang para tokoh.

Tak terkecuali keberadaan lembaga survei lokal, dengan memunculkan hasil survei terkait peluang kandidat potensial. Apalagi hampir semua partai juga menggunakan rujukan hasil survei untuk menentukan dukungan. Namun, pengawasan publik termasuk media sejauh ini terlihat masih lemah terkait dengan kewaspadaan dan mengkritisi hasil dan kredibilitas hasil survei.

Bagi mereka yang memahami survei, hal ini jelas menggelikan. Media masih fokus kepada hasil dan belum mencermati bagaimana prosedur riset itu dijalankan. Release lembaga itu pun mendapatkan liputan luas termasuk dari media mainstream bereputasi. Fenomena ini jika tidak dikritisi akan membahayakan demokrasi.

Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Era Revolusi Industri 4.0 dalam Hal Komunikasi

Hal ini bisa kita lihat bagaimana lembaga survei dalam menentukan teknis dan metodologi yang terlihat masih asal. Ada lembaga survei lokal yang menggunakan margin error 5%, jumlah sampelnya 20.000.

Momentum ini sungguh baik untuk memperbaiki kualitas lembaga survei, termasuk lembaga survei lokal. Sebab, jika tidak, hal ini akan membahayakan eksistensi lembaga survei sendiri karena akan mereduksi kepercayaan publik. Keberadaan lembaga survei akan menjadi oksigen dan pilar demokrasi jika prasyarat dasar bisa dipenuhi yakni ada kompetensi ilmiah, cermat dan akurat menentukan metode, jujur dan independen.

Bagaimana pun lembaga survei memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab kepada publik dan menyelenggarakan survei dengan spesifikasinya yang ketat guna menghindari survei abal-abal, asal-asalan dan sekadar meramaikan pemberitaan di media.

Baca Juga: Lembaga Survei Merangkap Jurkam dan Agitator? Setara Institute Minta Tak Korbankan Etika

Kita semua layak mewaspadai manipulasi hasil survei untuk kepentingan sesaat, sekadar utk mendesakkan tokoh sebagai rujukan partai. Sungguh kini lembaga survei potensial dipakai sebagai medium eksploitasi dan manipulasi berkedok data publik dengan mengatasnamakan survei publik.

Selain itu kita juga dituntut utk bisa mendorong munculnya lembaga survei lain sebagai kontrol atas hasil survei lembaga sehingga bisa saling mengoreksi hasil.

Dengan cara itu, maka hanya lembaga survei yang melakukan dengan benar yang layak diberitakan dan dipublikasikan. Dan, yang tidak patuh sudah saatnya dihukum dengan sanksi tanpa pemberitaan. Media harus hati-hati dan bisa menyadari ini. Media harusnya hanya melakukan liputan dan pemberitaan hasil dari lembaga survei yang menaati prosedur riset dan kode etik. Termasuk berani mengkritisi prosedur dan hasil survei yang tidak tanpa patuh kepada kaidah survei yang benar dan sahih.

Baca Juga: Output Sekolah Rendah, Salah Siapa?

*Penulis adalah peneliti Puskakom Publik UTM

Nomor HP: 085785880888

Email: surochiem@gmail.com

Baca Juga: Mengapa Permintaan untuk Data Scientist Semakin Meningkat di Indonesia?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO