NU akan Jadi Mediator Perdamaian Palestina-Israel?

NU akan Jadi Mediator Perdamaian Palestina-Israel?

Oleh: Khariri Makmun

Kunjungan Katib Aam (Sekjen) Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Tsaqub ke atas undangan forum yang diprakarsai American Jewish Committee (AJC) pada Minggu, 10 Juni 2018 masih menyisakan kontroversi dan perdebatan hangat di jagat sosmed dan ranah publik.

Setelah kunjungan tersebut sebagian internal NU menganggap bahwa NU memiliki modal untuk menjadi mediator perdamaian Palestina-.

Ada beberapa pertanyaan dan catatan yang bisa kita ajukan untuk melihat kemungkinan NU melakukan kerja besar dalam proyek perdamaian Palestina - , sehingga keinginan ini tidak terkesan bombastis, tapi terukur sesuai kapasitas dan modalitas NU.

1. Jika NU benar-benar serius ingin menjadi mediator Perdamaian - Palestina, kira-kira modal sosial sebesar apa yang dimiliki? Selama ini negara-negara besar dan berpengaruh sekelas AS, Rusia, Arab Saudi dll, begitu juga organisasi internasional sekelas PBB dan OKI sudah terjun langsung mengawal dan menjadi mediator perdamaian -Palestina, tapi hasilnya tetap tidak ada kemajuan.

2. Kira-kira siapa tokoh NU yg berpengaruh didunia internasional yg dapat diandalkan untuk memimpin delegasi sebagai mediator perdamaian?

3. Apakah NU memiliki sumber-sumber finansial yang konkrit dan rasional untuk mengelola negosiasi dan perundingan kedua belah pihak ? Modal finansial yang kuat dan independen sangat dibutuhkan utk membiyai seluruh proses serta menjaga netralitas posisi NU. Kalaupun ada anggaran dari luar, anggaran tersebut tidak boleh diperoleh dari pihak yang terlibat konflik.

4. Solusi apa yang akan ditawarkan tim mediator NU yang kira-kira dapat diterima kedua belah pihak? apakah solusi two state solution atau tawaran lain?

5. Sebagai mediator perdamaian, NU memiliki tugas besar yaitu meyakinkan dan menyatukan seluruh pihak di dalam Palestina dalam satu jabhah (satu front). Selama ini sikap terbelah antar hamas dan fattah yang masing-masing tidak pernah ketemu dalam melihat penyelesaian damai Palestina - . Mampukah NU menyatukan dua faksi yang berbeda ini?

6. Ide untuk menjalankan sistem satu tanah untuk dua negara atau two-state solution sebagai jawaban dari konflik -Palestina telah muncul sejak 1974, dan dipertegas dalam Perjanjian Oslo tahun 1993. Namun, sebuah poling yang baru-baru ini dilaksanakan mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat maupun Palestina ‘sepakat’ kalau mereka tidak sudi berbagi negara. Hanya 35% warga yang mendukung ide ini dan 27% Palestina yang percaya bahwa pendudukan di Tepi Barat dan Gaza bisa diakhiri dengan solusi dua negara.

7. dan Palestina sudah bertikai selama hampir 70 tahun. Artinya, baik para pemimpin maupun Palestina yang sekarang sebenarnya hanya mewarisi konflik ini dari kakek-kakek mereka. Dalam situasi seperti ini, keputusasaan adalah hal yang wajar. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, misalnya, mengakui bahwa secara pribadi dia telah angkat tangan dan merasa konflik ini tidak akan bisa diselesaikan.

8. Mempertimbangkan komentar Edgar Keret dari LA Times, dalam situasi seperti ini cita-cita “perdamaian” sebaiknya dilupakan saja. Gantilah kata “damai” dengan “kompromi”. Ini mungkin terdengar nggak megah, tapi lebih realistis. Setiap pihak dalam konflik ini harus bisa berkompromi.

9. Dalam beberapa minggu yang akan datang, pertikaian terbuka mungkin akan mereda dan status quo kembali tegak. Tetapi selama dan Palestina masih tak mau berkompromi, warga Gaza harus siap menyambut serangan terbuka berikutnya satu atau dua tahun lagi.

10. Beberapa point catatan ini bukan dalam rangka mempertanyakan kemampuan NU, tapi kita ingin agar siapapun yang akan terlibat dalam perdamaian Palestina - untuk mempersiapkan diri secara serius baik kapasitas sosial, finansial, intelektual, negosiasi dan lain-lain.

Penulis adalah Direktur Moderation Corner Foundation (MCF)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO