​Seleksi Calon Komisioner KPU Jatim, Sistem Skoring Rugikan Calon Non Petahanan

​Seleksi Calon Komisioner KPU Jatim, Sistem Skoring Rugikan Calon Non Petahanan Tujuh anggota Komisioner KPU Jatim periode 2014-2019 yang seluruhnya lolos seleksi administrasi oleh Timsel.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sistem skoring yang berbasis pengalaman kepemiluan dinilai merugikan pendaftar calon Komisioner periode 2019-2024 yang tidak punya latar belakang kepemiluan.

Sebaliknya, calon petahana sangat diuntungkan. Terbukti ada akademisi yang bergelar doktor bahkan berpredikat profesor yang tidak lolos seleksi administrasi. Sebaliknya, dari 60 pendaftar yang lolos mayoritas adalah mantan komisioner KPU maupun Bawaslu di Kabupaten/Kota. Termasuk 7 Komisioner saat ini

Baca Juga: Tingkatkan Partisipasi Pemilih Gen Z, KPU Jatim Gandeng Influencer

Dr Redi Panuju dan Prof Muzakki adalah calon potensial yang tidak lolos seleksi administrasi. Mereka tidak lolos karena sistem skoring yang digunakan Timsel

“Persyaratan saya lengkap Mas, tapi karena saya dianggap belum pernah memiliki pengalaman menjadi penyelenggara kepemiluan sehingga nilainya kecil, sebab pengalaman itu persentase nilainya kisaran 75 persen dari total skoring,” ujar Redi Panuju kepada wartawan, Minggu (18/11).

Ia menyesalkan kenapa syarat pengalaman menjadi penyelenggara pemilu itu tidak dicantumkan dalam pengumuman rekrutmen. Sebab, mafhumnya dipahami banyak orang, syarat administrasi itu hanya menyangkut lengkap atau tidak syarat yang diajukan saat mendaftar.

Baca Juga: Bersama Khofifah-Emil, DPW PKS Jatim Jaga Komitmen Politik Santun

“Kalau seperti ini, seleksi calon anggota itu tak ubahnya mainan ular tangga sehingga Timsel harusnya tak perlu dari kalangan akademisi bergelar guru besar atau doktor. KPU itu kan bukan hanya urusan coblosan, tapi juga bagaimana membangun sistem demokrasi menjadi lebih baik,” kritik dosen Unitomo Surabaya ini.

Terpisah, Ketua Timsel calon anggota , Dr. Suko Widodo, M.Si membenarkan bahwa sistem skoring seleksi administrasi dalam rekrutmen calon anggota cenderung menguntungkan orang-orang yang pernah menjadi penyelenggara pemilu. Namun pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab tugas Timsel hanya melaksanakan apa yang sudah dibuat oleh KPU RI.

“Saya akui sistem skoring yang digunakan dalam seleksi calon anggota ini memang perlu dipertanyakan karena terlalu menyederhanakan tugas komisioner hanya sebagai penyelenggara pemilu. Sehingga penguasaan dalam membuat policy strategis dan solutif kurang mendapat proporsi yang seimbang,” kata Suko Widodo.

Baca Juga: Deklarasi Kampanye Damai di Tugu Pahlawan, Khofifah-Emil Ajak Masyarakat Terapkan Politik Santun

Ia mencontohkan calon peserta yang memiliki pengalaman menjadi ketua KPU Provinsi disertai dengan bukti bobot nilainya 100 poin, kemudian menjadi ketua KPU kabupaten/kota 75 poin, pengalaman menjadi ketua PPK 25 poin.

“Pak Redi Panuju hanya punya pengalaman menjadi KPPS tapi tak disertai dengan bukti surat, sehingga nilai skoringnya nol. Begitu juga

Prof Muzakki walaupun punya pengalaman menjadi konsultan Bawaslu Jatim nilai skoringnya hanya 15 sehingga kalah dengan peserta lainnya,” pungkas Suko. (mdr/ian)

Baca Juga: Harapan Kiai Asep Terkabul, Khofifah-Emil dan Barra-Rizal Dapat Nomor Urut 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO