PI 10 Persen, Pintu Rakyat Jawa Timur menuju Sejahtera

PI 10 Persen, Pintu Rakyat Jawa Timur menuju Sejahtera Setiajit, S.H., M.M, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Jawa Timur adalah provinsi besar yang dikenal sebagai provinsi agraris, mengingat mayoritas warganya bekerja di sektor pertanian. Tak heran, provinsi paling Timur pulau Jawa ini mendapat predikat lumbung pangan nasional. Namun, saat ini Jatim tak hanya sekedar lumbung pangan nasional. Bisa dikata, Jatim juga adalah lumbung migas nasional.

Predikat ini bukan tanpa dasar, karena banyaknya potensi minyak dan gas di Jawa Timur. Menurut Setiajit, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim, total sampai hari ini tercatat ada 39 Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) di seluruh wilayah Jatim. Potensi migas itu ada di darat (onshore) maupun di bawah laut (ofshore). Hal itu ditandai dengan adanya 39 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Bila dibandingkan provinsi lain yang kaya migas seperti Riau dan Kalimantan Timur (Kaltim) memang hasil migas Jatim masih kalah. Namun potensi migas Jatim sesungguhnya memiliki prospek bagus. Pasalnya, Provinsi Riau dan Kaltim potensi migasnya rata-rata sudah dalam tahap eksplorasi dan eksploitasi atau produksi. Sehingga cadangan migasnya semakin menipis.

Sebaliknya, potensi migas di Jatim mayoritas baru tahap eksplorasi. Dari 21 WKP yang masuk tahap eksplorasi, 3 diantaranya masih dalam proses penawaran. Sementara 18 WKP sudah berproduksi.

Fakta ini menjadi angin segar bagi rakyat Jawa Timur, paling tidak ada peluang menuju kemakmuran lewat pintu participating interest (PI). Atau PI 10 persen yang menjadi jatah provinsi.

Ini menjadi berkah bagi provinsi maupun kabupaten yang kaya sumberdaya alam, terutama migas. Bila di masa lalu, daerah hanya menjadi “obyek penderita”, karena menerima dampak kerusakan lingkungan dan kesehatan. Kini, daerah punya hak partisipasi untuk mendapatkan keuntungan.

“PI 10 persen ini bisa menjadi pintu kesejahteraan bagi Jawa Timur. Bayangkan bila seluruh WKP sudah menerima hak partisipasi 10 persen. Tentunya tambahan pendapatan asli daerah (PAD) yang luar biasa. Belum lagi dengan corporate Social Responbility atau csr. Bila PI 10 persen dan CSR dikelola dengan baik, maka pertambangan bukan kutukan. Sebaliknya berkah bagi rakyat,” tutur Setiajit, belum lama ini.

Irwan Setiawan SIP, Anggota Komisi C DPRD Jatim. foto: m didi rosadi

.

Anggota Komisi C DPRD Jatim yang membidangi Keuangan dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Irwan Setiawan mengakui, potensi PI 10 persen dari pertambangan sangat signifikan untuk mendongkrak keuangan provinsi. Karena itu, pihaknya mendorong kesiapan Petrogas Jatim Utama (PJU) sebagai BUMD milik provinsi untuk mengelola hak partisipasi ini.

Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya payung hukum dalam bentuk perda untuk memenuhi persyaratan penerimaan PI 10 persen. Dalam pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, kepemilikan saham Pemprov Jatim pada BUMD dalam hal ini PT PJU harus 99 persen dan 1 persen sisanya terafiliasi dengan pemda.

“Sesuai kebijakan SKK Migas tentang PI 10 persen, kami di legislatif mendukung dengan membuat Raperda Perubahan untuk memenuhi syarat PJU sebagai pengelola PI. Alhamdulillah sudah satu PI untuk WKP di Madura diterima. Harapannya, seluruh WKP juga segera menerima PI 10 persen. Ini akan mendongkrak APBD Jatim ke depan,” ujar Ketua Fraksi PKS, yang akrab disapa Kang Irwan ini.

Harapan besar juga disampaikan anggota DPRD Jatim asal daerah pemilihan Tuban dan Bojonegoro, Afwan Maksum. Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, kehadiran pertambangan di Jawa Timur adalah berkah bagi rakyat. Tentunya dengan catatan rakyat menikmati hasil dari tambang yang ada di sekitar wilayah mereka tinggal.

Afwan Maksum SE QIA, Anggota Komisi B DPRD Jatim.foto: m didi rosadi

.

Alumni Fakultas Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta ini, memiliki formulasi untuk mengatasi kebuntuan eksplorasi pertambangan, akibat penolakan warga sekitar area pertambangan.

Masalah inilah yang kerap dihadapi pada pertambangan onshore. Afwan berharap perusahaan tidak sekedar membeli lahan warga, tetapi melibatkan warga secara aktif dalam kegiatan pertambangan. “Saya kira lahan warga bisa disewa dalam jangka tertentu, dengan sistem bagi hasil. Nantinya bisa dalam bentuk koperasi. Dengan begitu, warga tidak merasa tanahnya dirampas, tapi sebaliknya ada keuntungan yang mereka terima tanpa kehilangan tanah atau lahannya,” tandas Afwan Maksum.

Anggota Komisi B yang membidangi Perekonomian ini juga menilai ada potensi lapangan kerja yang besar dari keberadaan pertambangan. Karena itu tentunya warga sekitar harus menjadi prioritas. Dengan terserapnya warga sebagai pekerja di pertambangan, maka warga menerima dampak langsung dari keberadaan tambang.

Afwan bahkan mengusulkan kepada Pemprov Jatim, agar membuka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khusus pertambangan, terutama migas. Hal itu untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga kerja yang memiliki keahlian dibidang pertambangan. SMK ini bisa menggunakan dana CSR dari perusahaan pertambangan.

“Pertambangan ini prosesnya tidak 1 atau 2 tahun, bisa 100 tahun. Karena itu, Pemprov harus siapkan SDM siap pakai khusus pertambangan. Karena itu perlu adanya SMK khusus pertambangan,” pungkasnya. (m didi rosadi)

Lihat juga video 'SNG Cargo: Warna Baru Industri Logistik di Indonesia':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO