Kelebihan Kiai NU, Mampu Jelaskan dengan Bahasa Sederhana

 Kelebihan Kiai NU, Mampu Jelaskan dengan Bahasa Sederhana EM. Mas'ud Adnan

Oleh: M Mas'ud Adnan...

BANGSAONLINE.com - Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari memberikan tashawur (gambaran) tentang Aswaja secara gamblang dan gampang dimengerti. Seperti ditegaskan dalam al-qanun al-asasi, bahwa paham Aswaja versi Nahdlatul Ulama’: secara teologis mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, secara fiqih mengikuti salah satu empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), dan secara sufistik (tashawuf) mengikuti Imam al-Ghazali atau Imam Junaid al-Baghdadi. 

Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis

Menurut Zainul Hakim, penjelasan aswaja Mbah Hasyim ini jangan dilihat dari pandangan ta’rif menurut ilmu Manthiq yang harus jami’ wa mani’ tapi harus dipahami sebagai gambaran yang lebih simple dan mudah dipahami masyarakat. Karena secara definitif ahlussunnah waljamaah para ulama berbeda secara redaksional tapi muaranya sama yaitu maa ana alaihi wa ashabii (Baca: KH. Hasyim Asy’ari, Al-Qanun Al-Asasi; Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,terjemah oleh Zainul Hakim, Jember: Darus Sholah, 2006).

Jadi Mbah Hasyim memberi tashawur seperti itu karena memahami bahwa umat Islam yang diayomi adalah warga NU yang secara intelektual dan ekonomi waktu itu merupakan kelas menengah ke bawah. Artinya, Mbah Hasyim Hasyim memberi tashawur Aswaja kepada jamaah NU saat itu biqadri uqulihim (sesuai kemampuan akal mereka). 

Kita tentunya masih ingat ketika KH A Wahid Hasyim menyatakan bahwa untuk mencari intelektual di kalangan NU sama sulitnya dengan mencari penjual es lilin pada tengah malam. Saat itu belum ada kulkas dan produk es batu seperti sekarang yang mudah ditemui di sembarang tempat (baca tulisan M Mas’ud Adnan dalam Sunan Gus Dur Akrobat Politik ala Nabi Khidir) .

Baca Juga: Erick Thohir Jadi Ketua Pengarah Satu Abad NU

Memang salah satu kelebihan ulama Aswaja adalah kemampuannya memberi pemahaman ilmu agama atau menjelaskan masalah sosial yang pelik kepada masyarakat awam dengan bahasa yang mudah dicerna. Ini mengingatkan kia pada doktrin jurnalistik yang diberikan wartawan kawakan, Rosihan Anwar.

Menurut Rosihan, seorang wartawan ketika menulis berita harus membayangkan bahwa pembaca surat kabar itu adalah berpendidikan SMP, meski mereka bergelar doktor dan professor. Artinya, dalam menyampaikan pesan atau informasi harus memakai bahasa yang mudah dicerna. Karena itu, kata Dr KH Said Aqiel Siradj, para ulama Aswaja, memiliki bahasa komunikasi yang sangat mudah dipahami oleh masyarakat di tingkat bawah. 

"Banyak para intelektual berbicara tentang rakyat kecil dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh rakyat kecil. Sehingga, pembicaraan mereka tidak pernah didengarkan oleh rakyat kecil," terang Kiai Said. 

Baca Juga: Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, Mutiara Indonesia dari Jawa Timur

Dalam pandangan KH. Said Aqiel Siraj, paham ahlusunah waljamaah pada dasarnya menganut lima prinsip. Yakni, at-Tawazun (keseimbangan), at-Tatsamuh (toleran), at-Tawasuth (moderat), at-Ta'adul (adil dan patuh pada hukum), dan amar makruf nahi mungkar. 

Dalam masalah sikap toleran pernah dicontohkan oleh pendiri NU KH Hasyim Asy'ari saat muncul perdebatan tentang perlunya negara Islam atau tidak di Indonesia. Mbah Hasyim mengatakan, selama umat Islam diakui keberadaan dan peribadatannya, negara Islam atau bukan, tidak menjadi soal. Sebab, negara Islam bukan persoalan final dan masih menjadi perdebatan. (Marwan Jakfar, 2010)

Bertolak dari pandangan Mbah Hasyim dan Kiai Said Aqiel ini jelas sekali bahwa paham Aswaja sebagai manhaj al-fikr (metode berfikir) memiliki watak inklusif dan fleksibel sesuai dengan perkembangan jaman modern. Prinsip-prinsip modernitas, baik dalam politik maupun sosial dan budaya hampir semua tercakup dalam konsep Aswaja.

Baca Juga: Kejam dan Rakus, Pengusaha Sarang Burung Walet Rampok Rumah Pasangan Mau Kawin

Bahkan doktrin aswaja sebagai manhaj mempunyai nilai substansi yang universal dan mondial. Dalam kontek Ta’adul misalnya, Allah SWT mengingatkan bahwa dalam menegakkan keadilan itu kita tidak boleh didasari sikap subyektif. Artinya, walaupun kita benci kepada suatu kaum, tapi kebencian itu tak boleh mempengaruhi sikap kita dalam mengadili suatu perkara. 

Kita simak firman Allah SWT: Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS al-Maidah: 8). (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO