Tuai Pro Kontra, LP2M Unej Gelar FGD Soal Zonasi PPDB 2019

Tuai Pro Kontra, LP2M Unej Gelar FGD Soal Zonasi PPDB 2019 FGD yang digelar Unej membahas polemik PPDB.

JEMBER, BANGSAONLINE.com – Merasa menjadi sebuah persoalan yang berujung pada polemik, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan topik "Telaah Sistem PPDB Tingkat SD, SMP, dan SMA 2019". 

Acara yang digelar di aula lantai 3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember (Unej) itu menghadirkan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jember-Lumajang, Lutfi Isa Anshori sebagai pemateri dan perwakilan kepala sekolah negeri dari tingkat SD sampai SMA sederajat.

Baca Juga: Wali Murid Tuntut PPDB di Jember Dianulir, Diduga Banyak Surat Keterangan Domisili Palsu

Dalam kegiatan tersebut, dibahas perihal pemberlakukan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019, yang menuai pro dan kontra. Di mana diketahui saat ini, kebijakan tersebut dinilai merugikan calon siswa yang tidak bisa daftar di sekolah favorit karena terkendala jarak rumah dengan sekolah.

“Pada tahun 2019, SMA/SMK negeri sederajat di Kabupaten Jember hanya mampu menampung sebanyak 5.679 siswa. Padahal, jumlah peserta yang ingin mendaftar ke SMA/SMK negeri sederajat pada tahun 2019 sebanyak 11493,” kata Lutfi saat mengawali kegiatan FGD tersebut dengan pemaparan yang disampaikan olehnya, Senin (24/6/2019).

Sehingga jika mengacu pada data itu, kata Lutfi, maka akan ada sebanyak 5814 calon siswa yang tidak bisa sekolah di SMA/SMK negeri sederajat di Kabupaten Jember. “Artinya mau pakai sistem zonasi ataupun sistem arisan pasti akan ada ribuan siswa yang tidak mendapatkan sekolah negeri,” ujar Lutfi.

Baca Juga: Sistem Zonasi Dinilai Sudah Mengakomodir Harapan dari Pemerataan Pendidikan

Dalam acara yang juga dihadiri oleh beberapa calon wali murid ini, Lutfi mengatakan, kekecewaan wali murid yang ditolak oleh sekolah sebenarnya setiap tahun selalu ada. Hanya saja menurut Lutfi tahun ini kelompok yang kecewa berubah.

“Kalau dulu yang kecewa biasanya wali murid yang nilai dan prestasi anaknya tidak terlalu tinggi, dan itu dianggap biasa. Namun tahun ini justru anak yang dianggap berprestasi terpaksa kecewa setelah ditolak sekolah yang dianggap favorit karena persoalan zonasi,” imbuh Lutfi.

Namun pandangan berbeda disampaikan oleh seorang pemerhati PPDB sistem zonasi, Rachmat Hidayat. Dirinya mengaku sepakat dengan pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB 2019 itu. Pasalnya juga diakui olehnya, walaupun masih diperlukan banyak perbaikan, menurut Rachmat, pemberlakuan sistem zonasi dinilai langkah yang tepat.

Baca Juga: Proses PPDB Sempat Dihentikan Sementara, Masyarakat Jember Resah

“Karena selama ini akses terhadap sekolah-sekolah negeri terbaik hanya dapat diakses oleh kalangan minoritas masyarakat menengah ke atas. Preferensi penggunaaan nilai UN (Ujian Nasional) sebagai justifikasi dalam PPDB hanya menguntungkan mereka,” ujar Rachmat.

Rachmat juga mengatakan, berlakunya sistem zonasi ini justru menjadi tantangan bagi sekolah yang dianggap favorit. Menurutnya, bisa jadi selama ini sekolah-sekolah favorit selalu menjadi sekolah terbaik karena memang mendapatkan siswa yang cenderung dengan prestasi seragam.

“Pasti mereka (sekolah favorit) menjadi sekolah terbaik karena yang daftar dan masuk disana adalah siswa-siswa terbaik dari sekolah sebelumnya. Sistem zonasi, akan memaksa sekolah menerima siswa dengan nilai tertinggi hingga terendah, dan di situlah sistem pembelajaran di sekolah tersebut akan diuji,” pungkasnya. (jbr1/yud/ian)

Baca Juga: Tentang Zonasi Sekolah, Kadispendik Jember Imbau agar Ortu Bijak Memilih Sekolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO