MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Kabupaten Mojokerto terus membuat pemetaan strategis potensi tanaman kakao sebagai salah satu komoditi unggulan daerah. Bukan tanpa alasan, jika dihitung dari 321.400 ton (setara 96.420 biji) biji kakao frementasi menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 580 juta lebih. Namun, bila diolah di pabrik coklat, hasil bumi ini mampu meraup keuntungan hingga Rp 4 miliar lebih. Perbandingannya cukup mencengangkan.
Hal ini dibahas bersama pada acara business matching percepatan akses keuangan dan petik keuangan petani kakao, yang dihadiri Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi, Jumat (1/11) pagi di Wisata Desa BMJ-Mojopahit Desa Randugenengan, Kecamatan Dlanggu.
BACA JUGA:
- Cegah Praktik Politik Uang di Pilwali, Ali Kuncoro Kobarkan Semangat Hajar Serangan Fajar
- Revitalisasi RTH Kelar, Wajah Kota Mojokerto Makin Instagramable
- SDN Kranggan I Kota Mojokerto Terima Tim Audit KemenPPPA dan Satuan Pendidikan Ramah Anak
- 796 Keluarga Risiko Stunting di Kota Mojokerto Terima Bantuan Pangan
“Jika digarap dengan penanganan pasca panen, kakao menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 580 juta lebih. Kalau di pabrik coklat (produk tengah berupa cocoapowder, cocoa butter, makanan/minuman), bisa untung hingga Rp 4 miliar lebih,” terang wabup.
Perkembangan kakao di Kabupaten Mojokerto dimulai pada tahun 2008, yang ditanam di tiga kecamatan yakni Pacet, Trawas, dan Gondang.
Mulai tahun 2010, kakao kemudian dikembangkan di dataran rendah tanpa menggunakan naungan. Hasilnya cocok dan bisa berproduksi tinggi. Hingga pada tahun 2018, berdiri pabrik coklat yang merupakan wujud dari program hulu hilir komoditi kakao di Kabupaten Mojokerto.
Sampai dengan saat ini, di Kabupaten Mojokerto terdapat lahan kakao seluas 281,25 hektare dengan jumlah petani 458 orang. Lokasi pengembangan berada di 12 kecamatan yakni Trowulan, Trawas, Jatirejo, Gondang, Bangsal, Pungging, Kemlagi, Jetis, Sooko, Mojosari, Dawarblandong, dan Dlanggu sebagai sentra pengembangan.
Klik Berita Selanjutnya